BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Berbagai bidang kehidupan di tanah air ikut terdampak pandemi covid-19, salah satunya bidang keuangan yang berkaitan langsung dengan sektor riil masyarakat.
Ikut andil untuk membedah hal itu, baru-baru ini Program Studi Manajemen yang bernaung di bawah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Bandung (UMBandung) menggelar webinar nasional dengan tema ”Tantangan Transformasi Keuangan Digital di Tengah Penanganan Pandemi”.
Sebanyak 320 peserta ikut hadir dalam acara yang meriah ini. Mereka di antaranya terdiri atas para dosen, praktisi di berbagai bidang, dan para mahasiswa.
Bertindak sebagai keynote speech yakni Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMBandung Dr. Drs. Ia Kurnia, M.Pd. Adapun yang menjadi pembicara yakni Deputi Komisioner Humas & Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo, S.E., MBA. dan dosen sekaligus Direktur BPRS Artha Fisabilillah Asep Suwarna, S.E., M.M., CIRBD.
Dalam sambutannya, Dr. Ia mengatakan bahwa pihaknya sangat mengapresiasi acara penting ini. Selain itu, Dr. Ia juga berterima kasih kepada semua pihak atas kelancaran kegiatan yang sudah dipersiapakan beberapa minggu yang lalu ini.
”Ini adalah kegiatan thalabul ‘ilmi (proses mencari ilmu). Nanti kita akan mengetahui bagaimana kondisi keuangan di era digital pada saat pandemi kali ini. Apakah pandemi covid-19 ini ada pengaruhnya terhadap keuangan ataukah tidak, nanti saya kira bisa terjawab oleh bahasan dari para pemateri,” katanya.
Pada paparan diskusi, pemateri pertama Anto Prabowo menyampaikan bahasan secara umum kondisi keuangan Indonesia yang memang ikut nyata-nyata ikut terdampak oleh pandemi covid-19, meskipun tidak secara signifikan.
”Hal ini bisa dipahami karena kondisi negara sedang menghadapi covid-19 dan PPKM sehingga mobilitas masyarakat menjadi terbatas. Perlu juga diketahui bahwa struktur ekonomi Indonesia didominasi oleh konsumsi domestik yang sangat dipengaruhi mobilitas masyarakat,” ujar Anto.
Terkait bagaimana kondisi transformasi keuangan digital di tengah pandemi, Anto mengatakan, pandemi covid-19 mempercepat proses terjadinya digitalisasi sektor keuangan dan perbankan yang ada di Indonesia.
Anto mengungkapkan bahwa transkasi e-commerce dan transaksi digital banking saat ini justru mengalami peningkatan.
”Sementara itu jumlah kantor cabang bank fisik justru mengalami penurunan,” lanjut Anto.
Meskipun akselerasi dan proses digitalisasi keuangan mengalami peningkatan, Anto menilai bahwa masyarakat tetap harus waspada karena hal ini punya beberapa celah kekurangan.
Misalnya, data pribadi yang rawan bocor dan tersebar ke publik sehingga berpeluang digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, Anto juga mengatakan, bisa dilakukan dengan beberapa hal.
Misalnya mempertahankan kebijakan stimulus properti dan di kendaraan bermotor yang punya multiplier effect tinggi untuk mendorong konsumsi rumah tangga. Bisa juga dengan mendorong pembiayaan melalui pasar modal, percepatan serapan belanja pemerintah (terutama di daerah).
”Atau dengan cara memperluas ruang pertumbuhan ekonomi baru,” ungkap Anto.
Sementara itu, pemateri kedua, Asep Suwarna, mengungkapkan bahwa proses digitalisasi keuangan bukan perkara yang ujug-ujug, melainkan sudah dirancang sejak lama. Hanya setelah adanya pandemi covid-19, kata Asep, hal itu terjadi lebih cepat.
”Dan kita juga harus paham bahwa transformasi digitalisasi keuangan hakikatnya untuk meluaskan bidang pelayanan, mempertajam keunggulan bersaing, dan ini yang lebih penting, yakni bisa menjadi alat untuk kemudahan dalam pelayanan kepada masyarakat,” tandas Asep.
Pada sisi lain, banyak masyarakat yang menganggap bahwa pandemi covid-19 ini sebagai musibah. Namun, Asep mengatakan bahwa justru hal itu harus dimaknai sebagai tantangan untuk menapaki meraih sukses.
Asep menegaskan, transformasi keuangan dan perbankan digital hakikatnya tidak bisa berjalan dengan baik kalau tidak ada kerja sama. Oleh karena itu, bekerja sama adalah salah satu upaya untuk menyukseskan transformasi yang sudah dirancang sejak lama ini.
Meskipun begitu, Asep menyampaikan data bahwa banyak perusahaan di Indonesia yang menghadapi hambatan besar dalam transformasi ke digital.
Penyebabnya bisa saja karena takut privasi dan keamanan data pribadi menjadi tidak aman atau bisa terhambat akibat kurangnya sumber daya manusia yang memahami permasalahan.
”Namun esensinya, digitalisasi itu untuk mempermudah,” pungkas Asep. (Feri Anugerah)