JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Gerakan penggalangan dana zakat harus mulai dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan korban kekerasan dan perlindungan anak. Pesan ini disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dalam pidato kuncinya di acara Peluncuran Gerakan Zakat Nasional bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, yang diselenggarakan Pusat Studi Islam Perempuan dan Pembangunan (PSIPP) Institute Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) serta LAZIS Muhammadiyah (LazisMu), pada Jumat (3/9/2021).
Bintang menyambut baik sinergisitas program penggalangan dana zakat ini selama 16 Minggu, mulai tanggal 27 Agustus 2021 hingga 10 Desember 2021 mendatang. Ia menyatakan semua elemen harus memberikan pendampingan dan intervensi kepada penyintas korban kekerasan agar dapat mandiri, berdaya, serta melakukan pemberdayaan ekonomi perempuan salah satunya melalui gerakan penghimpunan zakat bagi korban.
“Jika perempuan berdaya secara ekonomi, mampu menjadi muzakki. Dana penggunaan zakat jika dilakukan secara maksimal, maka dapat menyelesaikan persoalan perempuan dan anak. Untuk mencapai hal tersebut, mari kita sinergi dan gotong royong serta berkolaborasi dari pemangku kepentingan dari seluruh lapisan masyarakat, dengan begitu kesejahteraan bangsa akan bisa terwujud,” ucap Bintang dalam pidato kuncinya.
Inisiatif gerakan zakat nasional bagi korban juga disambut baik oleh Direktur Utama LAZISMU, Sabeth Abilawa. Dalam sambutannya, ia menyinggung peran akademisi dalam memberikan pemahaman atas penafsiran yang lebih kontemporer dan progresif terhadap kelompok yang berhak menerima zakat atau asnaf.
“Kita menemukan asnaf yang tidak relevan pada masa kini, seperti hamba sahaya, lalu tafsiran terhadap pencari suaka, mereka yang terjerat dalam human trafficing baik anak dan perempuan, korban kekerasan dan anak harus mendapatkan tempat dalam penafsiran zakat kontemporer ini. Kami siap mendukung beberapa insiatif, dan semua ini bisa menjadi model untuk direplikasikan di banyak tempat dan lembaga zakat lainnya,” ucap Sabeth Abilawa.
Rektor Institute Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITBAD) Jakarta, Mukhaer Pakkanna, juga memberikan dukungan atas rangkaian program penggalangan zakat bagi korban. Menurutnya perlu ada keberanian dari banyak pihak untuk menerobos kekosongan fiqih yang konservatif dalam membahas kelompok yang berhak menerima zakat.
“Fiqih zakat masih dirasa kurang berpihak pada perempuan korban kekerasan, maka ini menjadi ijtihad kontemporer yang dilakukan PSIPP. Ini patut diapresiasi, nah salah satu bentuk dukungan program ini, kita membeli buku karya PSIPP ini. Buku ini akan didonasikan bagi perempuan korban kekerasan,” ujar Mukhaer Pakkanna menyinggung buku berjudul ‘Zakat bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.
Dukungan juga diberikan The Body Shop Indonesia, yang diwakili Ratu Ommaya selaku Head of Values, Community and Public Relation, atas Program 16 Minggu Gerakan Zakat Nasional. Ia mengingatkan bahwa perempuan korban kekerasan harus diberikan dukungan, baik moril maupun materil agar bisa berdaya serta mandiir secara ekonomi.
“Kami selalu mendukung isu-isu terkait perempuan dan kami melihat buku ini membuka mata hati kita, bahwa perempuan harus dimuliakan dan dapat berdaya. Buku ini diharapkan bisa memberikan banyak kontribusi untuk proses pemberdayaan pada perempuan Indonesia, termasuk memberikan kekuatan, kesempatan agar memaksimalkan peran perempuan terutama yang menjadi korrban agar dapat bangkit berdaya secara ekonomi. Kami sangat senang bisa mendukung dan bisa menjadi bagian dari buku ini,” ucap Ratu Ommaya.
Rangkaian kegiatan 16 Minggu Gerakan Zakat Nasional akan diisi dengan diskusi bedah pemikiran soal zakat serta penggalangan dana zakat bagi korban selama 16 Minggu. Koordinator Bidang PSIPP ITBAD Erni Juliana mengatakan, kegiatan 16 Minggu ini terinspirasi dari 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (HAKtP), mulai tanggal 27 Agustus sampai 10 Desember 2021.
“Kami melakukan penggalangan dana ZISWAF, dan kita akan dokumentasikannya dalam bentuk tulisan, melakukan lomba-lomba kampanye anak-anak muda di medsos seperti Instagram dan TikTok, lalu penghimpunan dana bagi korban kekerasan perempuan dan anak, yang bisa disalurkan melalui rekening LAZISMU, peluncuran jurnal, dan kita juga melakukan penjualan buku zakat korban karya Ibu Yulianti. Harapan kami, ini bisa mengubah cara pandang memberikan usulan pada Muhammadiyah memiliki ukhuwwah pada korban, dan fatwa dukungan pada RUU PKS, dukungan finansial pada korban yang terintegrasi pada lembaga filantropi,” jelas Erni dalam sambutannya.
Saatnya Redefinisi Golongan Penerima Zakat
Ketua PSIPP ITBAD Jakarta, sekaligus penulis buku ‘Zakat bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Yulianti Muthmainnah, mengungkapkan sejumlah temuan bahwa masih banyak perempuan korban kekerasan yang minim mendapatkan dukungan serta akses perlindungan mulai dari visum harus berbayar, kemudian proses pengawalan hukum ke aparat kepolisian hingga kejaksaan.
Melalui buku yang ditulisnya, Yuli berharap dapat memecah kebuntuan fiqih terkait asnaf zakat yang selama ini hanya diketahui delapan golongan, serta harus memberikan solusi.
“Perempuan korban selalu dalam posisi terpuruk, dan tidak mendapatkan dukungan dari lembaaga filantropi. Semakin banyak kawan, akan ringan para korban ini,” tegasnya.
Dukungan zakat bagi korban kekerasan pun diberikan Guru Besar Ilmu Tafsir Prof. Yunan Yusuf. Ia mengemukakan sudah saatnya meredefinisi unsur-unsur mustahik zakat, dimana selama ini hanya diperuntukkan kepada delapan golongan apabila dikaji secara tekstual. Yunan mengatakan pemberdayaan perempuan korban kekerasan sesungguhnya dapat dimasukkan dalam daftar penerima zakat.
“Korban kekerasan perempuan dan anak, kalau dilihat dari qiyas tidak salah kita melakukan redefinisi terhadap unsur-unsur mustahik zakat sehingga tidak hanya terpaku pada teks dalam al-Quran, tetapi keluar dari makna itu seperti hamba sahaya tidak ada lagi, kemudian definisi fuqoro dan masakin harus dilebarkan lagi. Tidak ada salahnya, sudah wajib kita memberikan zakat kepada korban kekerasan perempuan dan anak,” kata Yunan Yusuf.
Menurut Yunan, buku ‘Zakat bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak’ menjadi terobosan sangat kuat mengetuk kesadaran semua pihak dalam rangka memberikan pelayanan dan pemberdayaan terhadap korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sementara itu, Ketua LAZISMU Pusat Hilman Latief menekankan pentingnya membahas framework terkait distribusi zakat bagi korban kekerasan. Selama ini, zakat hanya dimaknai sebagai bentuk ibadah sosial ekonomi saja. Ia sangat berharap gerakan zakat nasional ini dijadikan sebagai upaya mainstreaming program pendistribusian zakat bagi penguatan perempuan.
“Yang perlu kita ekplorasi lagi, bahwa zakat boleh jadi dimaknai sebagai ibadah maaliah ijtima’iyah al-iqtishodiyah wal insaniyah, kemanusiaan. Ini akan memperkuat perspektif kita dalam memahami ritual zakat menjadi lebih luas termasuk mendefinisikan penerima manfaat. Dan yang kita eksplorasi adalah framework yang akan dipakai bagi zakat korban kekerasan perempuan itu apa, apakah kereka akan diberikan paket sembako, kerangka seperti apa yang ingin kita bangun bagi korban kekerasan perempuan anak,” ujar Hilman Latief.
Aktivis HAM Feminis untuk Keadilan dan Demokrasi, Kamala Chandrakirana, menyoroti bahwa kekerasan merupakan persoalan universal yang terjadi di seluruh dunia, tidak terlepas negara tersebut kaya atau miskin, juga tidak terlepas dialami perempuan terdidik atau tidak terdidik.
“Kekerasan ini terjadi dan dialami perempuan dari segala lapisan masyarakat dan seluruh dunia,” ujar Kepala Kelompok Kerja PBB periode 2011-2014 ini.
Menurut Kamala, selain peran masyarakat, harus ada kemauan politik dari negara (political will) dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan.
“Sesempurna apapun sistem tersebut, jika tidak ada political will, maka tidak akan berjalan. Negara yang memiliki political will akan memberikan dana kepada organisasi masyarakat yang memberikan bantuan dan dukungan bagi korban kekerasan, organisasi ini tidak dalam kondisi tertatih-tatih mencari sumbangan dana, karena setiap tahunnya mendapat jaminan dukungan dari negara, dan besarannya cukup,” terangnya.
Staf Ahli Menteri Bidang Pengentasan Kemiskinan PPPA, Titi Eko Rahayu, mengamini bahwa isu kekerasan perempuan dan anak merupakan permasalahan yang kompleks dan multi sektoral, sehingga pencegahan dan penanganan pun harus melibatkan seluruh sektor pembangunan dari mulai kebijakan yang harus komprehensif dan implementatif sampai pada panduan yang jelas, terutama dalam situasi pandemi Covid-19.
Menyinggung peran negara, Titi menyatakan sudah banyak regulasi yang dikeluarkan untuk melindungi korban kekerasan. Pemerintah terus bekerja dengan DPR untuk menuntaskan RUU PKS.
“Kebijakan ini mencakup bagaimana kita melakukan pencegahan, penanganan dan pemberdayaan perempuan korban kekerasan, ini amanah prioritas Presiden dalam lima tahun ini,” terang Titi Eko.
Jika dikaji dalam perspektif Kristiani, Direktur Yayasan Perlindungan Insani Indonesia, Damairia Pakpahan, menilai ada pergeseran paradigma yang semula umat hanya beramal mendonasikan harta mereka, kini mulai berpikir untuk merubah struktur sosial yang tidak adil dalam budaya patriarki.
Selain itu, Damairia menilai dukungan bagi perempuan pembela HAM di Indonesia masih jauh. Meski sudah dimulai, namun negara belum memiliki payung hukum yang jelas. Ia pun menegaskan negara sudah saatnya memiliki keberpihakan terhadap para perempuan pembela HAM.