Menjaga Kerahasiaan Data Pribadi Anak Asuh
Pertanyaan:
Bolehkah orang tua asuh menyebarkan data pribadi anak asuhnya? Misalnya anak asuh tersebut sebenarnya tidak diketahui siapa orang tuanya? Apakah hal ini diatur dalam ajaran Islam?
Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah (disidangkan pada Kamis, 13 Rajab 1442 H / 25 Februari 2021 M)
Jawaban:
Setiap anak memiliki harkat martabat yang harus dijaga, walaupun mereka masih berusia anak. Harkat martabat anak harus dijaga sebagai bagian dari perlindungan dan pemenuhan hak anak dalam masa tumbuh kembangnya. Harkat martabat anak diciptakan di antaranya melalui menjaga kerahasiaan data anak sebagai bagian dari upaya perlindungan anak.
Menjaga kerahasiaan data anak adalah bagian dari pemenuhan prinsip perlindungan anak, yaitu mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Atas nama konflik orang dewasa anak seringkali dibawa-bawa dan diwartakan dalam berbagai media massa. Situasi tersebut lebih mendukung kepentingan terbaik bagi orang dewasa dibandingkan kepentingan terbaik bagi anak. Ketika data anak dibuka, maka berpotensi mengganggu perkembangan anak, khususnya perkembangan psikologis. Anak yang disebarkan identitasnya akan merasa terstigma dengan label dalam pemberitaan tersebut dan hal ini dapat mengguncang kondisi psikologisnya. Belum lagi adanya teman sebaya atau orang-orang di sekeliling yang mendapatkan informasi terbatas namun kemudian membincang, mengonfirmasi, bahkan kadang-kadang terjadi bully kepada anak dan hal ini berdampak pada kebingungan dan keguncangan pada anak.
Di era digital, menjaga kerahasiaan anak menjadi hal penting. Dengan search engine, maka kita bisa mencari informasi tentang seseorang, termasuk informasi tentang anak. Bagi anak-anak yang usianya milenial bahkan generasi Alpha dan sesudahnya, mereka sangat biasa mencari informasi dirinya. Apa yang ia dapat dalam dalam dunia maya maka hal ini dapat berdampak pada anak. Misalnya adalah putusan pengadilan online, pemberitaan anak tentang konflik orang tua, maupun kasus tentang anak tersebut.
Undang-undang Perlindungan Anak memberikan perlindungan, dalam hal ini anak mendapatkan informasi yang layak. Pada Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Anak disebutkan yaitu setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012 Pasal 19 yaitu (1) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak maupun elektronik; (2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi nama anak, nama anak korban, nama anak saksi, nama orang tua, alamat, wajah dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak, anak korban, dan/atau anak saksi. Sedangkan pasal 97 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu “Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
Dalam naskah Fikih Perlindungan Anak Muhammadiyah, yang menjadi materi Musyawarah Nasional XXX Tarjih Muhammadiyah Tahun 2018 di Makassar, menjaga anak dari informasi yang tidak tepat adalah bagian menjaga prinsip kemuliaan manusia, al-Karāmah al-Insāniyyah dan prinsip pemenuhan kebutuhan hidup (taufīr al-ḥājāt) yang semua prinsip tersebut bertujuan untuk perlindungan anak. Selain itu, etika informasi, sebagaimana tercantum dalam naskah Fikih Informasi sebagai materi Musyawarah Nasional XXX Tarjih Muhammadiyah Tahun 2018 di Makassar, di antaranya adalah pemberi informasi bersifat adil. Prinsip iltizām al-adab fī al-jarḥ, atau memegang teguh etika dalam memvonis seseorang/berita. Dampak dari informasi tentu harus memberikan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat.
Semangat menjaga kerahasiaan ini juga dapat dipahami dari ayat al-Qur’an yang melarang gībah dan tindakan yang berdampak pada tereksposnya aib orang lain. Dalam surah al-Ḥujurāt (49) ayat 12, Allah berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ [الحجرات (49): 12].
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang [Q.S. al-Ḥujurāt (49): 12].
Di sisi lain, Rasulullah saw memberikan pujian bagi orang yang dapat menjaga kerahasiaan saudara muslimnya. Dalam sebuah hadis dinyatakan,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ [رواه ابن ماجه].
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang menyembunyikan (aib) saudara muslimnya, maka Allah juga akan menyembunyikan aib-aibnya di dunia dan di akhirat [H.R. Ibnu Mājah]
Keterangan dalil-dalil di atas dapat menjadi dasar dari prinsip universal Islam dalam hal menjaga kemuliaan manusia dengan cara tidak mencari-cari kesalahan dan senantiasa berusaha menjaga aib orang lain. Hal ini menjadi hukum secara asal, yang dalam keadaan-keadaan tertentu terdapat pengecualian. Seperti, apabila memang diperlukan memberikan kesaksian di tengah peradilan yang mengharuskan seseorang menyebutkan fakta-fakta yang ada, terlepas fakta itu menyebut aib seseorang atau tidak. Termasuk juga dalam soal data anak, penjaga kerahasiaan harus pula didasari oleh asas kemaslahatan. Dengan demikian, tentu tidak dibenarkan apabila menyembunyikan kerahasiaan anak, tetapi justru dengan tujuan yang buruk, seperti tidak transparan mengenai nasab anak.
Wallahu a‘lam bish-shawab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 13 Tahun 2021