YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Generasi muda menjadi tumpuan bangsa dalam mewujudkan masa depan yang menjanjikan dan pembangunan berkelanjutan. Sebagai salah satu penunjang terwujudnya hal itu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memberikan wadah bagi generasi muda khususnya mahasiswa S1 untuk menyalurkan dan mengembangkan ide gagasannya dalam forum ilmiah UMY Grace.
Ini menjadi tahun kedua UMY Grace diselenggarakan. Kali ini dengan mengusung tema “Engaging Youth in Community Development to Strengthen Nation’s Welfare”. UMY Grace kedua ini diikuti oleh 38 perguruan tinggi nasional dan internasional, terdapat 521 abstrak yang masuk, 360 paper, dan 230 presenter yang mempresentasikan skripsinya secara daring, Rabu (15/9).
“Generasi muda harus memahami bahwa penelitian adalah keterampilan dasar yang harus mereka miliki. Kita semua tahu, peluang menjadi seorang wirausahawan sangat melimpah bagi generasi muda. Namun semua itu, harus dilengkapi dengan perencanaan berbasis penelitian, sehingga tujuan, rencana, dan tindakan menjadi komponen paling efektif dan nyata.” ungkap Dr. Gunawan Budiyanto M.P., IPM., Rektor UMY dalam opening ceremony UMY Grace, Rabu sore (15/9).
UMY Grace 2 memiliki 4 fokal yang dipertandingkan yaitu Manajemen Bisnis dan Akuntansi, Kesehatan dan Keperawatan, Sosial Humaniora, Studi Agama, Hukum, Teknik serta Teknologi. “Kegiatan ini dirancang agar generasi muda dari berbagai bidang ilmu dapat berkontribusi dalam menyalurkan ide-ide mereka untuk kepentingan SDG’s,” imbuh Gunawan.
Tidak hanya itu, UMY Grace 2 juga mengadakan sesi seminar dengan tiga pembicara diantaranya Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan AIK UMY Prof. Hilman Latief, Ph.D. Lalu dosen dari Asia University, Taiwan Prof. Ying-Huei Chen, Ph.D. Serta Bramasta Nugraha, Ph.D., Associate Principal Scientist in vitro imaging specialist AstraZeneca BioPharmaceuticals R&D, sebuah perusahaan dari Goteborg Swedia.
Bramasta menceritakan bagaimana dirinya bisa bertahan menjadi seorang warga Indonesia bekerja dan bersaing di daratan Eropa. Awalnya, dia mengaku sudah keluar dari Indonesia sejak berusia 18 tahun (tahun 2007 silam) untuk berkuliah S1 di Nanyang Technological University Singapura, S2 di National University of Singapura, dan menyelesaikan doktoralnya di Zurich, Switzerland.
Untuk bisa menjadi seorang pemuda yang mampu bersaing di dunia global, Bramasta menekankan untuk selalu memiliki pikiran yang terbuka. “Renungkan pada diri sendiri, apa yang sebenarnya Anda inginkan di masa depan, seringlah berbicara dengan orang lain dan minta masukannya. Anda tak pernah tahu apa dan bagaimana sesuatu terjadi di masa mendatang, terbuka dengan ide, dan berpikir terbuka menjadi kuncinya,” ilmuwan di AstraZeneca tersebut.
Ketika tinggal di luar negeri beberapa hal yang mesti dilakukan adalah beradaptasi dengan budaya baru, belajar bahasa baru, menyesuaikan kebiasaan budaya lokal (tentunya yang positif), sehingga bisa merasakan seperti tinggal di rumah sendiri.
“Teruslah belajar jangan pernah berhenti, teruslah tumbuh dan dapatkan keterampilan baru. Berjuanglah, keluar dari zona nyamanmu,” pungkas Bramasta, alumni SMA N 8 Jakarta itu. (Hbb)