YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Radio Muhammadiyah mengadakan wawancara bersama KH. Abdul Mu’in selaku Ketua PDM Pemalang dan Dewi Masitoh yang merupakan keluarga dari K.H. Suprapto Ibnu Juraimi. Wawancara tersebut mengangkat tema ‘’Bagaimana Kisah K.H. Suprapto Juraimi’’ Pada Hari Sabtu (18/09/2021) secara live di Youtube.
Dewi Masitoh mengatakan bahwa semasa hidupnya K.H. Suprapto Ibnu Juraimi adalah seseorang yang sangat mampu menjaga lisannya, tidak suka membicarkan aib orang lain, dan yang paling mengagumkan sholatnya sangat dijaga terutama pada dhuha dan tahajudnya. Bahkan dalam kondisi sedang sakitpun beliau tetap istiqomah untuk melaksanakannya kewajibannya.
Abdul Mu’in menambahkan bahwa beliau tidak banyak bicara, hanya seperlunya-seperlunya saja pada para santri. Dalam perjalanan dakwahnya, beliau memiliki akhlak yang sangat luar biasa. Jangankan melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, melaksanakan hal yang tidak bermanfaat saja beliau hindari. Beliau pun sangat perhatian kepada para santrinya, dan dari beliaulah saya memahami bahasa arab, karena beliau cara mengajarnya sangat bagus, masuk dan bukan hanya mengetahui dan paham apa kecintaan pada bahasa Arab.
Almarhum K.H. Suprapto Ibnu Juraimi mengatakan ‘’Usahakan kalau mengisi ceramah itu ada ayat, kejelasan, lalu hadist, jangan kejelasan dulu, lalu kamu carikan dalil untuk mendukung pendapatmu, jangan mendahulukan pembahasaan lalu cari-cari penguat, penopang, pendukung. Yang kedua ikhlaskan niatmu ketika berdakwah, sebelum kamu turun dan keluar dari pesantren ini, niat diperbaiki dan ketika pulang jangan melihat amplopnya tebal atau tipis, jangan kecewa tidak dapat imbalan duniawi, tapi jangan gembira apabila diberi sesuatu,’’ tuturnya.
Menurut beliau dakwah itu seperti yang dijelaskan dalam QS Fussilat Ayat 33 yakni, ‘’Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa dakwah harus menggembirakan, melebihi kegembiraan pada isi amplop.
Prinsip beliau, dakwah bukan ada pada tingkatannya, bukan kewajibannya, tetapi sudah menjadi hobinya. Beliau sangat semangat dan berkhidmat dalam dakwah, bahkan ketika dalam keadaan sakit beliau tetap berdakwa. Baginya dakwah dapat menghilangkan sakit dalam sekejap.
Semasa hidupnya almarhum berkata, ‘’Ingin suatu ketika, kalau saya dipanggil oleh Allah, saya ingin meninggal diatas mimbar saat pengajian atau perjalanan ketika dalam berdakwah, dari pada saya meninggal ketika hendak ingin ke Malioboro’’. Di akhir K.H. Abdul Mu’in menambahkan bahwa almarhum tidak pernah main-main dalam persoalan aqidah beliau, bahkan dapat dikatakan sebagai orang yang sangat menjaga tauhid. (isg)