YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Banyak pegawai KPK yang tidak lulus TWK akan di non aktifkan berdasar SK No.1327. Hal ini memicu respon publik dari dua sisi, banyak yang memberikan simpati kepada pegawai KPK yang di non aktifkan dan banyak pula yang mendukung atas keputusan KPK.
Termasuk saudara Eko yang memberi dukungan atas keputusan KPK soal di non aktifkan nya 56 pegawai KPK, Namun yang menjadi persoalan apa yang disampaikan saudara Eko mengatasnamakan BEM Perguruan Tinggi Muhammadiyah Indonesia (PTMI) padahal kami BEM UMY yang tergabung dalam Aliansi BEM PTMI merasa tidak pernah ada pembahasan terkait pernyataan persoalan tersebut.
Pernyataan tersebut juga tidak sesuai melihat saudara Eko sudah bukan lagi sebagai Koorpresnas BEM PTMI, melainkan berganti kepada saudara Nadief Rahman Harris, Presiden BEM UM Surabaya yang baru.
Ibnu Rahmata selaku Presiden Mahasiswa BEM KM UMY mengatakan Eko bukan lagi Koorpresnas BEM PTMI. “Sangat menyayangkan pernyataan saudara Eko yang mengatasnamakan Aliansi BEM PTMI, sedangkan dia sudah tidak menjabat sebagai Koorpresnas BEM PTMI. Sehingga apapun yang disampaikan oleh saudara Eko tidak bisa disebut sebagai pernyataan sikap dari BEM PTMI melainkan sikap dari sarudara Eko sendiri,” ungkapnya pada Ahad, 26 September 2021.
Melihat kasus tersebut dan mengutip temuan dari Ombudsman RI dan Komnas HAM yang menyatakan ada sebelas pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK. Dengan demikian, BEM KM UMY menilai keputusan KPK diambil dengan cara tidak bijaksana.
Ramainya polemik terkait TWK KPK ini diberbagai media menjadikan Presiden Mahasiswa BEM KM UMY, Ibnu Rahmata menyatakan sikapnya tidak mendukung atas putusan KPK.
Maka dari itu BEM KM UMY menuntut saudara EKO untuk menarik kembali pernyataan tesebut karena tidak mewakili keadaan kami yang tergabung dalam BEM PTMI, serta mengklarifikasikan kepada media bahwa apa yang disampaikannya tidak berdasar keputusan bersama BEM PTMI dan menjelaskan bahwa dirinya tidak lagi menjabat sebagai Koorpresnas BEM PTMI. (Alif)