Menjaga Qalbu dari Sifat Riya

riya

Ilustrasi Dok Outside Online

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Kajian rutin Ahad Pagi yang diselangarakan oleh Masjdi Islamic Center (IC) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dengan tema “Tazkiyatun Nufus” bersama Ust. KH. Fathur Rahman Kamal, Lc., M.S.I selaku Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang berlangsung secara dalam jaringan (daring) pada Ahad (26/9).

Pada kajian kali ini Awhiarto, S.Pd., M.Pd., selaku moderator menjelaskan bahwa akan membahas pertanyaan dari jamaah yang belum terjawab di kajian sebelumnya.

Bagaimana menjaga hati terhadap amalan-amalan sholeh yang tampak terkadang menimbulkan rasa iri?

Dari pertanyaan tersebut di definisikan oleh Ust. KH. Fathur Rahman Kamal sebagai bentuk Riya. Riya yang juga di nyatakan oleh Rasulullah SAW, itu seperti ibarat semut yang hitam berada di atas batu karang yang hitam, artinya suatu yang sangat samar jangankan orang lain, kita sendiri barangkali sebagai orang yang beramal tidak merasakan bahwa sesuatu itu adalah bagian dari pada riya.

Seorang ulama salaf mengatakan “Walau kita melakukan suatu amalan agar amalan tersebut di lihat oleh orang maka itu dapat di kategorikan sebagai bagian dari kesyirikan, sementara kalau kita meninggalkan suatu kebaikan karena takut juga di salah pahami oleh orang lain maka justru itu disebut sebagai riya,” jelas beliau

Tentu pertama kita harus mengetahui Rasullah SAW di dalam hadist beliau mengatakan Innamal a’malu binniyat jadi hanyalah perbuatan-perbuatan kita itu sesuai degan niat kita, nah pertanyaanya adalah dimana letak niat itu, para ulama menjelaskan bahwa tempat bersemayamnya niat itu berada di dalam qalbu, jadi bukan dalam pikiran kita, atau dalam ucapan, karena apa yang ada dalam pikiran bisa liar dan ucapan bisa bersilat lidah. Oleh karena itu kita harus bisa menjaga qalbu agar tidak terjangkit dengan penyakit diantaranya adalah riya’

Ust. KH. Fathur Rahman Kamal  menjelaskan ada dua qalbu ketika berhadapan dengan berbagai macam fitnah ini, yang pertama adalah qalbu yang larut didalam firnah ini, ia tidak memiliki filter dan tidak menyaring sama sekali, apa yang sedang ramai, semuanya larut. yang kedua qalbu yang memang terjaga dan dia tidak mau larut di dalam berbagai macam ujian dan cobaan. (izn,guf)

Exit mobile version