SURAKARTA, Suara Muhammadiyah – BPSDM Takmir Masjid Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), pada hari ini (28/9) mengadakan Kajian Tarjih secara virtual yang disiarkan di tvMU, Ust. Dr Syamsul Hidayat, M.Ag Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah sebagai Pemateri. Kajian kali ini dengan tema Fatwa Tarjih Muhammadiyah: “Hukum perkawinan antara saudara sepupu”.
Ust. Dr. Syamsul Hidayat, M.Ag mengatakan bahwa “Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki-laki yang Bapak keduanya adalah saudara sekandung, seayah, seibu, atau saudara sepupu?”
Menurut Ust. Dr. Syamsul Hidayat, M.Ag, Fatwa telah menyatakan bahwa tidak ditemukan di dalam (nash-nash Al-Qur’an dan As Sunnah Shahih lagi maqbul) yang dapat dijadikan alasan untuk tidak membolehkannya, dalam hal ini artinya diperbolehkan.
“Ada ayat-ayat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menerangkan perempuan-perempuan yang tidak boleh dinikahi oleh laki-laki atau mahram yang terdapat dalam surat An-Nissa Ayat 22, 23 dan 24, kemudian ada juga dalam surat Al-Baqarah Ayat 228, 230, 234 dan 235 dan juga ada di dalam Hadist Nabi SAW seperti Hadist dari Abu Hurairah dan Hadist dari Hamzah,” tambahnya.
Menurutnya, hubungan mahram yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut ada pada surat An-Nissa Ayat 22, 23 dan 24 yang sudah tersusun secara sistematis yaitu dapat dibagi menjadi dua macam mahram. Yang pertama mahram muabbad yang merajuk pada keharamannya mahram ini bersifat abadi dan adanya halangan perkawinan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang selamanya diharamkan dan mahram ini disebabkan oleh hubungan keturunan atau Lin Mazhab.
Yang kedua, mahram muaqqat yang merajuk pada keharamannya perkawinan seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam waktu tertentu. Sehingga apabila keadaan yang menghalangi perkawinan antara keduanya sudah tidak ada atau hilang, maka mereka boleh melakukan perkawinan, seperti seorang laki-laki dengan istri orang lain. Selama perempuan itu terikat dengan suaminya atau belum bercerai, maka selama itu juga perempuan tersebut tidak boleh dinikahi oleh laki-laki lain terkecuali sudah selesai masa Iddahnya, perempuan itu boleh menikah dengan laki-laki lainnya. (izh)