TEGAL, Suara Muhammadiyah – Selasa, 28 September 2021. Menolak lupa sejarah kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI), pengasuh Pondok Pesantren Muhammadiyah Ahmad Dahlan (PPAD) mengajak para santriwan dan santriwatinya untuk berkumpul di Masjid guna bentengi ideologi santri yang bertujuan untuk menolak lupa kekejaman PKI. Acara ini adalah rentetan jadwal dalam mengingat kejadian-kejadian penting konfrontasi PKI dengan kaum santri yang pada puncaknya diadakan nonton bareng G.S 30 PKI di aula pondok.
Penyuluh dalam agenda ini adalah salah satu pengasuh PPAD al-Ustadz Alvin Qodri Lazuardy, S.Ag. Wejangan yang diberikan Ustadz Alvin kepada para santri dimulai dengan mengupas definisi komunis secara bahasa dan istilah, kemudian dipaparkan dengan slide biografi para tokoh komunis dunia dan Indonesia. Seperti Karl Max, Mao Ze Dong, Alimin, Amir Syarifuddin, Semaoen, Musso, dan Dwipa Nusantara Aidit. Tujuannya, untuk membuka fikiran para santri bahwa komunis bukan sekadar terbesit “kejam”, “kudeta, dan “bengis”, namun wawasan santri mengenai definisi, genealogi, biografi tentang komunis harus di atas rata-rata siswa seumuran mereka.
Jika telaah dari berbagai literatur dan pendapat tokoh serta jejak PKI, terdapat beberapa simpulan yang mengungkapkan bahwa watak orang komunis diantaranya adalah anti-tuhan, tuhan hanyalah fantasi khayalan manusia, menganut filsafat materialism, tak bermoral, memusuhi kaum borjuis, melakukan hukum rimba, kemudian dalam melancarkan suatu tujuan dengan melegalkan segala cara seperti agitasi, intimidasi, propaganda, distorsi dan kudeta. (Isa Anshory, Bahaja Merah di Indonesia, Front Anti Komunis, Bandung: 1954, 1-19)
Bak benang merah tersambung, penyuluh juga mengajak para santri mencermati dosa sejarah para kaum komunis yang kejam nan bengis. Sang penyuluh menjelaskan bahwa kudeta yang dilakukan PKI adalah bukan hanya di 1965, namun upaya tersebut pernah dilakukan pada tahun 1948 tiga tahun pasca proklamasi. Kekejaman PKI dalam upaya kudeta bukanlah propaganda atau berita kebohongan namun ini fakta sejarah kelam. Dalam buku Api Sejarah jilid II pakar sejarah Prof. Ahmad Mansur Suryanegara menulis dengan jelas dengan data yang valid bahwa kudeta PKI di Madiun pada tahun 1948 yang dilaksanakan oleh Muso dan Amir telah membantai para Ulama, santri, tokoh agama, guru sekolah, pimpinan partai Islam Masjoemi, N.U, Muhammadiyah, Pemuda Anshor, Pamong Praja, PNI, dipelbagai titik lokasi diantaranya di kaki Gunung Wilis Dungus Kresek Madiun dan di Gorang-gareng Magetan. (Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid II, Bandung: 2018, 247-249)
Seakan haus darah, PKI di tahun 1965 kembali melancarkan niat jahatnya dengan melakukan kudeta berdarah pada tanggal 30 September. Jauh sebelum ini pentolan PKI Dwipa Nusantara Aidit melobi Soekarno agar memberikan persenjataan kepada kaum buruh-tani yang berhaluan komunis agar didirikan angkatan-IV. (Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid II, Bandung: 2018, 413) Namun upaya itu sudah dicegah para jendral di Angkatan Darat TNI, kendati demikian, PKI tak habis akal. Propaganda sepuluh jendral yang mereka sebut Dewan Jendral akan melakukan kudeta terhadap Soekarno-pun dihembuskan sebagai blame victim untuk menyerang para jendral karena menjegal niat pendirian Angkatan IV seperti yang direncanakan Aidit. Setelah propaganda dihembuskan, diculiklah para Jendral yang kemudian disiksa dengan nestapa, dihinakan dan kemudian dibunuh, lalu jasadnya dibuang dalam satu lubang, lubang yang terkenal itu lubang buaya. Dari sepuluh jendral yang direncanakan dibunuh ternyata satu dari mereka selamat, beliaulah saksi kunci dalam kasus ini, ialah Let.Jend. Ahmad Yani Panglima Angakatan Darat TNI. (Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid II, Bandung: 2018, 437-438)
Demikianlah penyuluh menyampaikan wejangannya, ringkasnya bahwa PKI mempunyai watak menyukai agitasi, intimidasi, propaganda, distorsi dan kudeta. Lebih dalam lagi, jika dibaca dalam kaca mata sejarah PKI telah berulang kali melakukan kudeta berdarah dengan koban utamanya dalah para kaum kiayi, santri dan aktifis ormas Islam. Dengan terlaksananya acara ini, besar harapan wawasan para santri tidak sempit dalam membahas PKI. Setidaknya para santri mempunyai data, fakta dan referensi yang kuat dan jelas dalam menelaah sejarah PKI. (Reporter Forum Santri Cendikia Darwisy.PPAD)