Pemberdayaan Masyarakat Melalui Budidaya Maggot

Langkah Tim PHP2D IMM FISIPOL UMY Atasi Permasalahan Sampah

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Budidaya Maggot

BANTUL, Suara Muhammadiyah – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan  pemberdayaan masyarakat berbasis budidaya Maggot melalui kegiatan Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D) di Desa Gandekan, Bantul, pada Senin (27/09).

Maggot adalah larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF) yang mampu mengurai sampah sisa makanan, sayuran, dan kotoran hewan. Maggot dapat digunakan sebagai pakan hewan ternak dan ikan. Di satu sisi, maggot memiliki kandungan protein yang tinggi bagi hewan ternak dan ikan. Di sisi lain, maggot juga memiliki nilai harga ekonomis yang cukup tinggi.

Pemberdayaan tersebut dilakukan di Desa Gandekan, Kelurahan Guwosari, Kabupaten Bantul. Desa Gandekan memiliki wilayah yang cukup strategis. Secara garis besar desa tersebut memiliki permasalahan sampah industri rumahan yang cukup kompleks, seperti salah satunya permasalahan sampah organik. Di sisi lain, tidak sedikit masyarakat desa Gandekan yang memiliki usaha ternak seperti ayam dan ikan-ikanan. Atas hal ini, tim PHP2D IMM Fisipol UMY melalui dana hibah proposal dari Kemendikbud memutuskan untuk melakukan kegiatan pemberdayaan melalui budidaya maggot.

“Sehingga, adanya pemberdayaan masyarakat berbasis budidaya maggot menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi sampah organik dan dapat meningkatkan ekonomi mikro bagi masyarakat Gandekan,” jelas Andika Rifai, Ketua Tim PHP2D IMM Fisipol UMY.

Program pemberdayaan ini juga mendapat sambutan positif dari masyarakat setempat. Hal ini diutarakan oleh Teguh Triyanto selaku Kepala Dukuh Gandekan. “Semoga kegiatan budidaya maggot sangat bermanfaat bagi masyarakat Gandekan untuk mengatasi permasalahan di desa ini,” jelas Teguh Triyanto.

Tim Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berhasil melakukan siklus pertama budidaya maggot di desa Gandekan, Bantul pada Senin (27/09). Setelah sebelumnya, tim PHP2D IMM Fisipol telah membangun kandang ternak bagi budidaya maggot tersebut selama kurang lebih 1 bulan.

Proses kegiatan budidaya maggot atau larva lalat BSF ini memakan waktu kurang lebih 2 hingga 3 minggu. Langkah awal yang dilakukan adalah menunggu penetasan telur lalat BSF selama 3-4 hari. Pada tahapan ini, tim PHP2D IMM Fisipol menggunakan 15 gram telur BSF pada uji coba pertamanya.

Penetasan telur maggot membutuhkan 2 sampai 3 hari setelah dipanen dari lalat BSF. “Sedangkan pemanenan maggot membutuhkan waktu 2 sampai 3 minggu,”imbuh Rifai. “Untuk menjaga pertumbuhan maggot diperlukan pakan sisa makanan yang cukup dan sesuai proporsi,” tegasnya.

Setelah maggot menetas, bayi maggot kemudian dipindahkan dari box ke kotak biopon, tempat maggot berkembangbiak. Dalam masa perkembangannya pemberian makanan bagi bayi maggot hingga menuju masa panennya dilakukan selama 4 hari sekali. Dalam proses ini, sampah organik berperan penting sebagai makanan bagi bayi maggot. Semakin organik sampah yang dipilah kemudian diberikan, baik itu melalui sampah buah, sayuran dan sisa makanan, maka semakin bernutrisi maggot yang dapat dipanen. Di samping itu, budidaya maggot ini turut mempercepat penguraian bagi permasalahan sampah yang sering menumpuk. Sampai masa panennya, setidaknya dibutuhkan 90kg sampah organik untuk memenuhi kebutuhan makanan maggot.

Ketika memasuki masa panen, 1 kotak biopon maggot sebesar 1X2 meter dengan telur BSF 15 gram diperkirakan dapat menghasilkan maggot siap panen sebanyak 15kg. Masa panen ini merupakan puncak tertinggi dari nutrisi larva dewasa atau maggot, sehingga sangat cocok untuk dijadikan pakan ternak yang dapat menghasilkan kualitas ternak bermutu nantinya seperti ayam, bebek maupun ikan.

Tidak hanya menjadi pakan ternak, belakangan ini permintaan pasar maggot sebagai pakan hewan peliharaan seperti ikan Gabus hias atau yang biasa disebut Channa dan ikan Koi membuat permintaan pasar menjadi cukup tinggi. Disamping itu, harga yang berkisar hingga 60 – 75 ribu per kg membuat budidaya maggot semakin bernilai ekonomis.

Akan tetapi, pada tahap awal ini tim PHP2D IMM Fisipol UMY tidak akan langsung memasarkan produk pemberdayaan ini pada pangsa pasar. Namun, upaya percobaan pada siklus pertama ini akan menjadi penngenalan dan media pembelajaran yang nantinya akan dibagikan pada masyarakat peternak sekitar. “Hasil dari siklus pertama digunakan untuk promosi perkenalan maggot kepada para pembudidaya ikan air tawar da peternak ayam di Gandekan,” Tutup Rifai. (Dimas/Riz)

Exit mobile version