Mengenal Daylight Saving di Australia
Oleh: Haidir Fitra Siagian
Ketika bangun tadi subuh, saya sedikit agak bingung. Selama beberapa hari ini, biasanya waktu salat subuh berkisar pukul 04.09 am AEST (Australian Eastern Standard Time), sehingga sebelumnya sudah harus bangun. Namun tadi saya perhatikan waktu subuh menjadi pukul 05.05 am AEST. Jadi semakin lambat, selama sekitar satu jam. Saya perhatikan waktu pada jam dinding pukul 04.55. Sedangkan pada ponsel sudah menunjukkan pukul 05.55, sehingga tampak perbedaan antara jam dinding dengan jam pada ponsel selama satu jam. Kebingungan sepertinya ini pun pernah saya alami ketika berada di Kota Adelaide, Australia Selatan pada tahun 2013 lalu.
Akan tetapi saya cepat sadar bahwa hari ini adalah tanggal 3 Oktober 2021. Ini artinya akan segera dimulainya musim panas di Australia. Padahal sejak kemarin sampai subuh ini masih turun hujan kecil, meskipun tidak terus-menerus. Cuaca pun pada hari-hari ini cukup dingin, berkisar 13 derajat celcius. Pergantian waktu selama satu jam ini dinamakan sebagai daylight saving. Secara ringkasnya ada pertambahan waktu selama satu jam. Misalnya, jika kemarin masih pukul 02.00 am (dini hari), pada hari ini sudah sama dengan pukul 03.00 am (dini hari).
Perubahan waktu ini atau yang disebut sebagai Daylight Savings Time (DST), berlaku di Australia sejak tahun 1967. DST adalah sebuah sistem yang memajukan waktu selama satu jam selama enam bulan, mulai Oktober hingga April. Sebab pada bulan-bulan ini sedang mengalami cuaca hangat agar malam hari jatuh di waktu yang lebih lambat. Sederhananya adalah sistem ini dipakai untuk “menyimpan cahaya siang hari” selama musim panas, dengan memajukan waktu satu jam lebih awal dari waktu sebelumnya. Kondisi seperti biasa pula disebut sebagai spring forward.
Meskipun demikian tidak semua negara bagian memberlakukannya. Negara bagian yang menerapkannya adalah New South Wales, Victoria, Australia Selatan, Tasmania, Canberra, dan Pulau Norfolk. Sedangkan negara bagian lainnya yakni Queensland, Northern Territory, Australia Barat, Pulau Christmas, dan Kepulauan Cocos, tidak mau mengamalkan perubahan waktu ini. Di negara bagian tersebut, waktu tidak akan pernah dimajukan atau dimundurkan. Meskipun satu negara, tetapi urusan waktu adalah kewenangan negara bagian masing-masing. Ini termasuk urusan yang tidak ditangani oleh pemerintah federal.
Daylight saving ini akan berlaku selama enam bulan setiap tahun, yakni mulai tanggal 3 Okotber sampai tanggal 4 April. Nanti pada tahun depan tanggal 4 April, waktu yang selama enam bulan ini ditambah satu jam, kemudian akan dikurangi kembali satu jam. Sebab pada bulan April sudah akan memasuki musim dingin. Ini berarti waktu yang seharusnya pukul 06.00 am (subuh), sudah setara dengan pukul 05.00 am (subuh).
Apa dampaknya terhadap negara kita di Indonesia? Perbedaan waktu antara Indonesia dengan Australia adalah durasinya berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Sama dengan Indonesia, di Australia pun dikenal dengan tiga wilayah pembagian waktu yang masing-masing berbeda selama satu jam. Misalnya jika selama ini perbedaan Waktu Indonesia Barat dengan waktu New South Wales atau Sydney (AEST) dan sekitarnya adalah tiga jam. Kemudian pada hari ini, perbedaan ini bertambah menjadi empat jam. Apabila selama ini perbedaan antara waktu di Makassar dengan Wollongong adalah dua jam, maka bermula pada hari ini bertambah menjadi tiga jam.
Benua Australia berada lebih ke Timur dari Indonesia. Sehingga waktu di Australia lebih cepat terbit matahari daripada Indonesia. Ketika hari ini di Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatra Utara sudah waktu menunjukkan pukul 12.00 tengah hari dan di Makassar menunjukkan pukul 13.00 siang hari, maka pada saat yang sama di Wollongong, New South Wales, sudah menunjukkan pukul 04.00 sore hari. Ini akan berlaku sampai bulan April tahun depan.
Setelah tanggal 3 April, waktunya dikurangi satu jam. Jika pukul 12.00 siang hari, maka di sini baru pukul 03.00 sore hari. Perbedaan waktu ini kadang menyebabkan ada masalah dalam berkomunikasi antara kami dengan keluarga dan teman-teman di Makassar. Misalnya ketika ingin membawakan webinar, mereka minta pukul 09.00 pagi, itu artinya bertepatan dengan jam 12.00 siang atau sedang salat duhur atau salat Jumat. Saya pernah tidak jadi membawakan webinar yang diadakan oleh teman-teman pengurus Ikatan Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, sebab pada saat yang sama saya harus ke masjid melaksanakan salat Jumat. Untungnya materi yang saya siapkan, dapat dibawakan dengan baik oleh nyonyaku, sehingga pelaksanaan webinar tetap terlaksana.
Beberapa hari lalu kami mengadakan pengajian secara virtual bersama antara Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah NSW, Pengurus Cabang NU Australia dan DKM Ashabul Kahfi Sydney, menghadirkan Prof. Arifuddin Ahmad dari Makassar. Acara dimulai pukul 07.30 pm AEST, bersamaan dengan pukul 17.30 Wita. Sekitar setengah jam setelah membawakan ceramah, pemateri harus minta izin dulu, karena pada yang sama dia harus melaksanakan salat Magrib. Sedangkan kami di sini, bahkan sebelum acara dimulai sudah selesai melaksanakan salat Isya.
Demikian pula ketika membawakan materi diskusi pada malam hari. Sering terdapat sedikit gangguan persoalan waktu. Biasanya diskusi malam hari diadakan di Makassar pada pukul 20.00 atau ba’da Isya. Itu artinya di Wollongong sudah pukul sebelas malam. Sedangkan jika saya minta diadakan pada pukul 20.00 waktu Wollongong, itu artinya di Makassar baru lima sore. Tentu pada jam seperti ini jarang diadakan diskusi atau webinar. Demikian pula ketika ibunda menelepon saya dari Sipirok. Beliau menelepon setelah salat magrib, padahal di sini sudah hampir pukul dua belas tengah malam***.
Haidir Fitra Siagian, Dosen UIN Alauddin Makassar/Ketua PRIM NSW Australia