YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah -Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menyelenggarakan BUKBERPUS seri ke #4 dalam rangka bedah buku: “Pilkada Di Tengan Dua Bencana”, pada Selasa (12/10). Acara tersebut diadakan secara live dan ditayangkan di chanel youtube Perpustakaan UNISA.
Rektor UNISA yogyakarta, Warsiti, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat dalam sambutannya menuturkan bahwa kegiatan bedah buku ini adalah satu kegiatan salah satu upaya juga dalam mewujudkan atmosfer akademik yang kondusif di kampus Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta ini.
Lebih lanjut Warsiti mengatakan, bedah buku dengan judul “Pilkada Di Tengah Dua Bencana” ini ditulis oleh seorang penulis yang sudah memiliki pengalaman yang sangat luar biasa Hamdan Kurniawan, tentunya buku ini akan memberikan pengetahuan baru bagi kita semua.
Muhammad Khozin, S.IP., MPA. selaku Dosen Prodi Administrasi UNISA Yogyakarta memaparkan bahwa pemilihan kepala daerah atau “pilkada” adalah sebuah mekanisme pemilihan pimpinan daerah yang diakukan secara langsung untuk menjamin hak-hak demokratis warga negara, namun bagaimana jadinya ketika ajang pesta demokrasi ini tetap dipaksakan dan diselenggarakan dalam situasi bencana, seperti bencana alam dan non alam yakni Covid-19 ini?
Hamdan Kurniawan selaku Ketua KPU DIY sekaligus penulis buku Pilkada Di Tengah Dua Bencana menyampaikan bahwa buku ini lahir salah satunya karena kegelisaan saya terhadap pilkada kemarin yang ingin saya tuangkan dalam sebuah buku yang bisa di nikmati dan bisa dibaca kemudian menjadi semacam warisan. Kita di indonesia pernah menyelenggarakan pilkada yang mungkin belum tentu terjadi kembali dalam kondisi pandemi covid-19 ini dalam jangka yang panjang.
“Pilkada Di Tengah Dua Bencana ini saya angkat dalam judul karena adanya dua bencana ini mengacu pada satu kejadian disatu waktu, khusunya di kabupaten Sleman dan mungkin juga di daerah-daerah lain yang terjadi bencana alam dan bencana non alam yakni Covid-19,” jelasnya.
Selanjutnya beliaupun menyebutkan bahwa pilkada kemarin adalah pilkada yang penuh kontroversi karena ada banyak tarik-menarik dan ada banyak pro kontra antara pertimbangan keselamatan rakyat dengan “kesehatan” demokrasi.
Dewi Amanatun Suryani selaku pembahas sekaligus Dosen Prodi Administrasi Publik UNISA Yogyakarta menjelaskan bahwa “Bagaimana kualitas penyelenggaraan pilkada di tengah becana?”, penyelenggaraan pilkada ini jika dilihat dari saya yang sebagai Administrasi Publik hal itu bisa disebut sebuah kebijakan dengan pengertian kebijakan itu adalah sebuah pilihan atau keputusan mau dilaksanakan atau tidak.
“Terkait dengan hal ini bahwa keputusan itu merupakan sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah melakukan pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut dilakukan baik secara intuisi maupun pun secara rasional,” tuturnya.
Dewi pun melanjutkan tuturannya bahwa pada kondisi normal secara umum, pilkada dilakukan dengan kampanye, kerumunan dan juga pendukungan suara yang dilakukan secara manual dan digital. Sedangkan dikondisi kebiasaan baru pilkada harus melakukan penerapan protokol kesehatan dan memanfaatkan teknologi informasi secara optimal, baik dilakukan oleh penyelenggara, peserta maupun masyarakat yang akan memilih. (iza)