Pengelolaan Agraria dalam Fikih Muhammadiyah

Agraria

BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Barat bersama Gerakan Subuh Mengaji (GSM) ‘Aisyiyah Jawa Barat menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Muhammadiyah dan Gerakan Reforma Agraria pada Senin, (25/10/2021) secara daring. Menghadirkan narasumber Yana Fajar Basori, M.Si Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sukabumi.

Dalam perspektif Muhammadiyah sendiri persoalan agraria telah menetapkan rumusan fikih agraria yang merupakan paduan tiga ranah ijtihad Muhammadiyah dalam mengurus reforma agraria yakni pemikiran, gerakan, dan etnis.

Yana memaparkan dari ketiga rumusan tersebut pertama mengenai pemikiran fikih agraria berisi konsep, pengertian, teori agraria serta penerapannya dalam konteks keIndonesiaan, kedua gerakan reforma agraria sendiri dalam perumusan fikih agraria dimaksudkan sebagai spirit membangun pengurusan agraria yang berkemajuan, adil dan berpihak pada hajat hidup orang banyak (teologi pembebasan), dan ketiga etis yang merupakan rumusan tentang nilai-nilai, etika dan kearifan dalam pengurusan reforma agraria dan berbagai aspek yang melingkupinya berdasarkan ajaran Islam.

Adanya gerakan reforma agraria disebabkan adanya beberapa hal objektif mengenai nalar manusia tentang tanah. Menurutnya dimanapun tempat dan bagaimanapun budayanya secara hakiki terdapat kedekatan yang kuat antara manusia dengan tanah hal ini sesuai dengan dasar Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang dikenal dengan istilah UUPA disebutkan bahwa hubungan antara warga Indonesia dengan tanah tidak bisa dipisahkan sehingga hubungannya menjadi abadi.

Ia memaparkan bahwa tanah sebagai sumber penghidupan, tempat bercocok tanam, sebagai identitas individu atau kelompok serta sumber kekuasaan dan tanah (baca: Bumi) dikiaskan sebagai ibu, pada relevansinya dalam perspektif Islam, bahwa manusia diciptakan dari tanah sesuai dengan Al-Quran surah al Mukminun ayat 12

Selanjutnya, Yana menyampaikan perihal urgensi kepengurusan agraria dalam kontekstualisasi Islam, Tuntunan umat dari penyelenggara Negara. Dan kontribusi Muhammadiyah untuk Indonesia dalam mendorong pengurusan reforma agraria sesuai konstitusi dan nilai-nilai Islam.

“Secara Obyektif perhatian kita terhadap kepengurusan agraria berkaitan dengan pertanian dan swasembada pangan, mengenai pelestarian lingkungan, dan konflik agraria. Konflik agraria berbeda dengan sengketa agraria,” jelas Yana.

Selain itu, mengenai problematika agraria Yana mengambil contoh pada lintasan sejarah Islam di masa Nabi yang dirunut pada peristiwa hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah sebagai pendatang dalam menentukan masjid sebagai tempat dan institusi yang membagi lahan secara adil termasuk untuk non muslim, pemukiman, cocok tanam, dan aktivitas perekonomian.

Berkaca dari sejarah tersebut ia menyimpulkan secara umum bahwa “Perolehan tanah itu bisa dilakukan dengan tiga cara yaitu tanah pemberian penguasa, menghidupkan tanah mati, maupun pemeliharaan tanah,”. Kemudian mengenai prinsip umum pengurusan agraria Muhammadiyah telah merumuskan sekaligus menjadi pegangan dalam kelola agraria.

Yana memaparkan prinsip tersebut meliputi Kepemilikan (Hak milik dan fungsi sosial tanah). Produktivitas dalam hal ini kepedulian untuk menghidupkan tanah-tanah mati, menghindari pemborosan. İslah yaitu membangun harmoni terutama dalam penyelesaian konflik berdasarkan norma hukum, mufakat-kekeluargaan-gotong royong, adat. Regulasi yang berkeadilan yakni mengatasi monopoli, oligarki dan kapitalisme agraria untuk kepentingan pribadi dan golongan tertentu saja.

Lalu Konservasi untuk melindungi & menjaga sumber agraria, sekaligus memanfaatkan dengan batasan tertentu. Selanjutnya Pertanggungjawaban dalam mengelola tanah. Dan terakhir Partisipasi dari setiap individu mengemban tanggung jawab atas pemeliharaan sumber agraria dan pemanfaatannya, dan juga mencegah penyelewengan dalam pemanfaatan sumber agraria. (guf)

Exit mobile version