Pada hari Sabtu, 16 Oktober 2021, dilaksaanakan Training For General Mujahid II. Agenda ini diselenggarakan oleh Lembaga Dakwah Kampus Al-Kahfi Universitas Muhammadiyah Purwokerto (LDK Al-Kahfi UMP). LDK mengundang beberapa narasumber yang muktabar di setiap bidangnya, salah satunya adalah al-Ustadz Inamullah Fathuri, Direktur Pondok Pesantren Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kab. Tegal. Dalam kesempatan ini Ustadz Iin (sapaan akrabnya) menyampaikan pembekalan berkenaan dengan Tarbiyah Adz-Dzatiyah perpektif dari Abdulloh Bin Abdul Aziz Al-Aidan yang dikemas dalam judul “Tarbiyah Adz-Dzatiyah: Jalan Sunyi Menuju Taqwa.”
Definisi Tarbiyah Adz-Dzatiyah
Sebagai mukaddimah, Ustadz Iin memulai dengan ta’rif secara lughatan dari Tarbiyah, menurutnya kata tarbiyah berasal dari kata robba–yurobbi– tarbiyatan artinya mendidik, pendidikan. Tarbiyah juga dapat dimaknai dengan tiga kalimat, sebagai berikut: Pertama, robaa-yarbuu yang bermakna namaa-yanmuu–tanmiyatan artinya berkembang. Kedua, robiya-yarbaa yang bermakna nasya-a yansya-u-tansyiatan artinya tumbuh dan ketiga dapat juga dimaknai dengan robba-yarubbu yang bermakna ashlaha-yushlihu ishlahan artinya memperbaiki. Demikan Ustadz Iin mensyarah dalam slidenya.
Menyederhanakan apa yang disyarah Ustadz Iin, memakanai tarbiyah paling tidak terdapat 3 aspek yang menjadikan prinsip dalam pendidikan yaitu perkembangan, pertumbunhan dan perbaikan.
Selanjutnya, makna dari Dzatiyah bermakna “dzat” atau yang dimaksud di sini adalah “diri”. Kemudian dikaitkan dengan kata tarbiyah menjadi “Tarbiyah adz-Dzatiyah”, menurut Ustadz Iin dalam pemaparan slidenya, Tarbiyah adz-Dzatiyah adalah sejumlah sarana tarbiyah yang diberikan seorang muslim atau muslimah kepada dirinya untuk membentuk kepribadian Islami yang sempurna diseluruh sisinya baik ilmiah, iman, akhlak, sosial dan sebagainya dan menaikkan tingkat dirinya ke tingkatan kesempurnaan sebagai muslim (Insan Kamil) singkatnya, tarbiyah (pendidikan) seseorang terhadap dirinya sendiri dengan dirinya sendiri untuk mencapai kesempurnaan seorang muslim. Pernyataan ini berdasarkan dalil naqli yang dipaparkan Ustadz Iin, beliau memaparkan bahwa seorang muslim diutamakan menjaga diri sendiri dari pada orang lain (Q.S. at-Tahriim: 6). Tambahnya, bahwa manusia akan menemui hisabnya dengan sendiri tidak dibebankan kepada orang lain (Q.S. Maryam: 95 dan Q.S. Al Isro: 13-14) dan dipertegas bahwa dengan kalimat “motivator terbaik adalah diri sendiri”, tegas Ustadz Iin.
Mengilhami yang disampaikan Ustadz Iin dengan mencermati pemaparan di atas, dapat disarikan bahwa tarbiyah adz dzatiyah adalah upaya mendidik diri sendiri dengan kebaikan untuk mencapai kesempurnaan seorang muslim. Kenapa harus diri sendiri, karena yang akan mempertanggung jawabkan segala amalan dunia nanti di akhirat adalah diri sendiri bukan orang lain.
Aspek-Aspek Tarbiyah adz- Dzatiyah
Aspek-aspek Tarbiyah adz- Dzatiyah, setelah memaparkan apa, bagaimana dan mengapa perlunya pendidikan diri, Ustadz Iin kemudian menerangkan aspek-aspek pendidikann diri (Tarbiyah adz- Dzatiyah). Berikut pemaparannya: pertama, aspek Ruhiyah (spiritualitas) yaitu dengan menguatkan ruh/jiwa dengan program yang dimiliki dan dijalankan sendiri, seperti sholat berjamaah di masjid, puasa sunnah, qiyamullail dan lain-lain. Kedua aspek fikriyah (pemikiran) mencari berbagai sumber untuk memenuhi kebutuhan fikriyah, seperti penelaahan kitab, menghadiri kajian ilmiah dan lain-lain. Aspek ketiga adalah maliyah (material) dakwah membutuhkan materi sehingga setiap dai harus memiliki kemampuan enterpreneurship agar tidak menjadi beban orang lain. Aspek keempat adalah maydaniyah (penguasaan lapangan), seorang dai harus memahami medan dakwah yang dihadapinya. Peta dakwah akan membantu merumuskan strategi dakwah yang tepat. Dan terakhir aspek kelima ialah Harakiyah (gerakan dakwah) penguasaan dan pemahaman tentang metode, cara dan gerakan dakwah akan menumbuhkan sikap diri yang mengerti benar tentang apa yang harus dilakukan untuk kepentingan dakwah.
Sarana Tarbiyah adz- Dzatiyah
Aspek-aspek di atas adalah kumpulan relung-relung dimana tarbiyah adz-dzatiyah perlu dihidupkan dan dilaksanakan sebagai panduan diri untuk menempa diri menuju Insan Kamil. Membahas lebih dalam mengenai pendidikan diri, selanjutnya Ustadz Iin memberikan pemaparan sarana atau cara pendidikan ini dapat dijalankan yaitu dengan muhasabah bersandar kepada Kalamullah, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-hasyr: 18)
Dipertegas dengan sabda Rasulullah Shallahu Alayhi Wasallam “Rasulullah bersabda: “Pada hari kiamat, kedua kaki seseorang hamba tidak dapat bergerak hingga ia ditanya tentang 4 hal. Tentang umurnya untuk apa ia gunakan. Tentang masa mudanya untuk apa ia habiskan. Tentang hartanya dari mana ia peroleh dan ia belanjakan dan tentang ilmunya apa yang telah diamalkan.” (H.R. at-Tirmidzi).
Kemudian yang kedua, taubat dari segala dosa. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S at-Tahrim: 8). Kedua sarana inilah menjadi dasar dalam pendidikan diri, pendidikan menuju kesempurnaan seorang muslim menjadi Insan Kamil. Muhasabah dan taubat adalah langkah awal dalam pendidikan diri karena keduanya sebagai Tazkiyah an-Nafs atau pensucian jiwa.
Tidak hanya muhasabah dan taubat saja, namun Ustadz Iin juga menyampaikan bahwa sarana Tarbiyah adz-Dzatiyah tidak berhenti di keduanya, ia harus terus dinamis dan aktif diantaranya adalah dengan mencari ilmu dan memperluas wawasan, mengerjakan amalan-amalan yang meningkatkan ke-imanan, memperhatikan aspek akhlak (moral, terlibat dalam aktifitas dakwah, mujahadah dan terkahir dikuatkan dengan doa kepada Allah secara jujur dan ikhlas.
Memetik Buah Dari Tarbiyah Adz-Dzatiyah
Jika menelaah paparan sebelumnya, maka untuk menjadi seorang muslim –muttaqin guna menuju insan kamil, menjalani tarbiyah adz-dzatiyah (pendidikan diri) adalah sebuah keharusan. Karena sesungguhnya kebaikan dalam suatu kelompok (jama’ah) adalah terdiri dari pribadi-pribadi yang mumpuni dalam mengolah diri, membina dirinya sendiri dalam kebaikan, dengan berbagai sarana yang dianjurkan Allah, seperti halnya; muhasabah, taubah, mutho’alah al-kitab, mengerjakan amalan-amalan yang meng-upgrade iman, dan tentunya harus mampu terjun di pergulatan dakwah islamiyah serta diiringi dengan doa agar senantiasa dikuatkan Allah disetiap langkahnya.
Perjalanan dalam menjajaki sarana yang dianjurkan Allah, itu semua tidaklah sia-sia, pasti akan muncul tsamrah yang akan dipetik di setiap harakah tarbiyah dzatiyah. Dalam pemaparan slidenya, Ustadz. Iin menyampaikan buah yang dapat dipetik dari pendidikan diri diantaranya adalah mempunyai daya tahan terhadap berbagai ujian dan cobaan dakwah, tidak malas-malasan dalam dakwah, tidak kendur semangat juang, tidak jumud dalam pemikiran, mampu menyelesaikan berbagai persoalan dakwah yang datang dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang agama dengan benar.
Penutup
Sebagai ikhtitam, mari sejenak berkontemplasi dengan diri. Dimana diri ini berada, apakah masih dalam jalan tarbiyah adz-dzatiyah, atau sedang di jalan lain. Hanya diri kita masing-masing yang mampu menakar itu semua. Karena sesunggunya jalan itu adalah jalan sunyi hanya jiwa-jiwa pribadi yang mengetahui, jalan itu sunyi bersemayam dalam hati muslim sejati yang sedang berproses menuju taqwa haqiqi, tidak salah jika disebut jalan sunyi menuju taqwa itulah tarbiyah adz-dzatiyah. Sekian Wallahu ‘Alam Bi Showab. (Alvin Qodri Lazuardy)