95 Tahun Suara ‘Aisyiyah, Jihad Literasi Perempuan Berkemajuan

Suara ‘Aisyiyah

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Puncak Milad Suara ‘Aisyiyah dilangsungkan pada Sabtu (30/10/2021) secara daring melalui Zoom Meeting Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah. Pada awal acara terdapat beberapa testimoni dan harapan yang disampaikan oleh berbagai kalangan sebagai bentuk ekspresi syukur atas keberhasilan Suara ‘Aisyiyah dalam membarengi isu perempuan di Persyarikatan secara khusus dan di Indonesia maupun dunia Internasional secara umum. Hal ini juga menegaskan posisi Suara ‘Aisyiyah sebagai pers perempuan tertua di Indonesia yang masih eksis dan resistan terhadap perkembangan zaman.

“Sejak Kongres Perempuan pertama di Indonesia, ‘Aisyiyah hadir membersamai perjuangan perempuan-perempuan di Persyarikatan dan Indonesia. Kita menegaskan bahwa perempuan harus memiliki hak yang sama, dalam konteks zaman tersebut ialah hak dalam memperoleh akses terhadap pendidikan, pemberantasan buta aksara, kekerasan berbasis gender, dll. Suara ‘Aisyiyah menilai bahwa suara perempuan harus di terima lebih luas lagi, hal tersebut yang kemudian menjadi ilham hadirnya Suara ‘Aisyiyah hingga saat ini. Pada era digital, Suara ‘Aisyiyah harus tetap mengedepankan kualitas berita, memiliki pesan-pesan literasi, dan suluh bagi segenap perempuan,” tutur Haedar Nashir selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah.

Dra. Siti Syamsiyatun, M.A., Ph. D. menyinggung surah Al-Alaq yang dilantunkan oleh qoriah pada pembukaan acara Puncak Milad Suara ‘Aisyiyah. Semangat Iqra’ kita yakini sebagai ayat pertama yang menjadi perintah bagi Rasulullah dan umat manusia harus kita implementasikan secara nyata. Suara ‘Aisyiyah adalah tawaran penting dari perempuan-perempuan Persyarikatan untuk merealisasikan semangat iqra’ tersebut, khususnya di kalangan perempuan.

Satu zaman dengan Suara ‘Aisyiyah, muncul puluhan surat kabar perempuan namun dapat dikatakan timbul tenggelam. Tapi Suara ‘Aisyiyah menjadi pembeda dengan tetap konsisten dalam upaya-upaya menyuarakan kepentingan perempuan melalui aspek literasi perempuan berkemajuan. “Pada masa penjajahan, perempuan berkemajuan diartikan dalam hal pemerolehan akses yang sama terhadap pendidikan. Jika perempuan-perempuan bersekolah, maka secara langsung kita berupaya menghindari pernikahan dini yang pada konteks zaman tersebut sering mendera perempuan pribumi, dan sejatinya pendidikan maka secara tak langsung ketika perempuan bersinggungan dengan ilmu maka proses persiapan mental sebelum menikah akan menjadi lebih matang,” tutur Siti Syamsiyatun.

“Islam itu harus sholeh, bagus, cocok, dan pas dengan zaman. Kesaksian kita akan hal tersebut harus diterjemahkan dengan tindakan, kita mesti maju, berubah, dan mengusung gerakan Islam Berkemajuan. Landasan etiknya ialah Al-Quran dan As-Sunnah sebagaimana hal tersebut senantiasa menjadi landasan bagi setiap gerakan dakwah Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah,” tambah Siti Syamsiatun.

Dr. Hj. Noordjannah Djohantini, M.M., M. Si. selaku Ketua Umum PP ‘Aisyiyah dalam arahannya menjelaskan pandangan dan usaha Muhammadiyah dalam mewujudkan perempuan berkemajuan. Salah satunya dengan memberi akses bagi pendidikan perempuan, literasi perempuan, dan kehadiran Suara ‘Aisyiyah adalah wadah untuk mengembangkan potensi perempuan. “Di zaman kolonial Suara ‘Aisyiyah merupakan ladang jihad, media adalah bedil yang dipilih untuk melawan penjajah guna membangkitkan kesadaran, melawan dengan menawarkan keluasan wawasan, dan mewujudkan pemahaman bahwa dalam agama penjajahan sama sekali bukan hal yang dibenarkan,” tutur Noordjannah Djohantini.

“Keluasan wawasan tidak hanya diartikan sebagai kemampuan membaca teks, tapi juga membaca segenap persoalan yang timbul di tengah masyarakat. Jika kita berbicara mengenai perempuan berkemajuan maka keniscayaan bagi kita untuk senantiasa membangun sinergi atas tujuan yang sama. Jangan kemudian umat Islam saling sengkarut, mesti kokoh pada satu agenda perjuangan yang sama, yakni kesamaan hak bagi perempuan di berbagai aspek kehidupan. Akhir dari Refleksi Milad Suara ‘Aisyiyah, kegiatan hari ini tidak dimaksudkan untuk membesar-besarkan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah karena hal demikian bukan watak Persyarikatan. Kita mesti menghadirkan bukti nyata, tidak perlu membesar-besarkan, dan tetap lakukan dengan cara yang damai,” tambah Ketua Umum PP ‘Aisyiyah tersebut.

“Selama 95 tahun peran strategis Suara ‘Aisyiyah dapat kita rasakan. Pada zaman mula-mula ketika Suara ‘Aisyiyah menyapa pembaca untuk pertama kalinya kita semua tahu pada konteks zaman tersebut perempuan kesulitan mendapat akses bacaan dan kehadiran Suara ‘Aisyiyah menantang kenyataan tersebut. Harapannya semoga senantiasa dapat menjadi suluh bagi dakwah perempuan berkemajuan, menjadi media yang segenap usahanya didasarkan untuk kesejahteraan perempuan, dan dapat menjadi alternatif di tengah maraknya berita bohong yang beredar,” tutur Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P. selaku Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia pada akhir acara. (syauqi)

Exit mobile version