BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah Jawa Barat mengadakan Ngobrol Bareng MPI dengan mengangkat tema “AUM Create AUM” yang diselenggarakan pada Jum’at (29/10) melalui virtual. Acara tersebut menghadirkan Deni Asy’ari, MA, selaku Direktur Utama PT Syarikat Cahaya Media/Suara Muhammadiyah.
Deni Asy’ari mulai memimpin Suara Muhammadiyah yang pada waktu itu SM dalam keadaan minus dan menanggung hutang. Namun beliau hadir dengan tangan dingin merevolusi mindset bisnis SM. Hal yang pertama ia lakukan adalah menutup hutang-piutang, mengelola toko secara profesonal, hingga akhirnya mampu membangun gudang dan berdiri 12 unit bisnis di bawah Suara Muhammadiyah dengan 235 cabang Toko Daerah, SM Corner, 217 mitra SM logistic, 457 mitra BulogMu, 52 Logmart dan Gedung Grha Suara Muhammadiyah yang dibangun keseluruhan tanpa hutang.
Menurut Deni Asy’ari ngobrol bareng MPI Majelis Pustaka dan Informasi ini adalah salah satu trend di era digital yang memang harus kita coba isi ruang-ruang yang seperti ini. MPI Jawa barat ini bisa menjadi pilot project untuk Muhammadiyah secara keseluruhan dan menjadi inspirasi, karena siapa lagi yang akan menjadi gerakan penyeimbang terkait dengan konten-konten yang mungkin terlalu dominan ini tetapi tidak memberikan aspek yang positif.
“Kemudian yang menarik adalah berbicara tentang Suara Muhammadiyah ini, karena memang ini media sudah sangat tua. Dulu saya di amanahi oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang pada waktu itu usianya satu abad, dan tentunya ada semacam asumsi bahwa sesuatu yang tua itu geraknya lambat, tidak produktif dan tidak memberikan energi yang positif, termasuk hal ini menjadi suatu kultur di awal-awal Suara Muhammadiyah,” ungkap Deni.
“Dan saya juga tidak tahu persis bagaimana kemudian perusahaan ini tidak bisa merangkak lebih jauh. Ternyata ketika saya mengawali amanah ini tantangan yang saya hadapi itu adalah berhadapan dengan satu kultur lama yang sudah relatif nyaman, kemudian yang kedua berhadapan dengan semacam hutang-piutang dan ini menjadi pekerjaan-pekerjaan saya di awal,” tambahnya.
“Di awal-awal itu saya sempat menolak masuk SM karena faham kondisnya dan yang paling sulit ialah bagaimana mengubah satu kultur management lama namun pada waktu itu sudah menjadi kultur yang sangat kuat. Tetapi karena ini permintaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah saya niatkan, namun saya tidak ingin menjadi bagian dari kultur lama namun menjadi bagian dari kultur baru yang menghadirkan narasi-narasi baru, konsep-konsep baru yang berbeda tentu dengan tujuan tidak sekadar bekerja namun adanya value added,” tutur Deni..
Dirinya pun mengatakan bahwa ingin hadir di dalam sebuah AUM yang memberikan aspek nilai tambah kedepannya yang tidak hanya sekedar pekerja dan juga tidak hanya sekedar menjalankan rutinitas-rutinitas.
“Ada juga tantangan di awal-awal yaitu saya berhadapan dengan sesuatu struktur, kehidupan atau kebudayaan. Saya sangat merasakan hampir satu tahun saya bekerja keras sekali hampir 24 jam karena satu generasi yang sebelumnya banyak yang senior sementara saya orang baru dan usia saya juga lebih muda,” ungkap Deni.
“Dari sanalah kemudian saya ingin mengubah suatu kebiasaan kultur tersebut dengan cara yang lebih halus yaitu membangun kultur baru namun dengan melakukan rekruitment generasi baru. Dan anak-anak muda ini saya keep di dalam lingkaran saya untuk menciptakan satu kultur yang baru dengan menggantikan kultur yang lama. Kemudian secara bertahap kultur lama ini semakin tersingkir, tidak punya ruang yang lebih maksimal seperti di awal-awal sebelumnya dan saya tekankan terus sampai akhirnya terjadi totalitas pergantian kultur, sehingga kultur lama ini mengikuti dan disinilah kita mampu melakukan eksplorasi lebih jauh apa yang harus kita lakukan lebih jauh dengan kultur baru ini,” jelasnya.
SM ini pun merambah ke bisnis yang lain dan tidak hanya fokus pada bisnis media saja karena yang pertama saya melihat ada pergeseran teknologi kita yang masih kita rasakan sekarang ini dari budaya-budaya yang bersifat printing ke arah yang digital.
Kedua karena ada kecenderungan budaya literasi masyarakat kita yang sudah mulai menurun, kita pun membaca berbagai hasil survei dan menunjukan bahwa tingkat minat baca masyarakat di Indonesia semakin menurun, kemudian yang ketiga media persyarikatan ini bagi kami tidak hanya sekadar bacaan majalah sebagaimana bacaan majalah pada umumnya tetapi media ini bagian dari simbol sekaligus nama besar dari persyarikatan Muhammadiyah karena ini langsung lahir dari tangan K.H Ahmad Dahlan, maka dari itu kita tidak mau jika suatu yang sangat luar biasa ini terkubur di dalam sejarah.
“Maka jika SM ini ingin terus bertahan dan berkembang tentu mau tidak mau kita harus mengubah cara berfikir kita dalam pengelolaan media ini yang tidak hanya sekedar berbisnis media tetapi kita harus mencoba mengeksplorasi untuk menghadirkan mini bisnis baru yang memungkinkan menopang keberlangsungan dan perkembangan media persyarikatan ini. Kemudian dari itu munculah ide pertama untuk mengembangan unit bisnis toko Suara Muhammadiyah yang kita sebut SM Corner,” tuturnya.
Beliau pun menyampaikan bahwa dari bisnis SM Corner dan majalah tersebut mampu mendirikan Grha Suara Muhammadiyah tanpa berhutang, tanpa pinjaman dan murni dalam waktu tiga tahun dari 2014-2017 yang diresmikan pada tahun 2018.
“Dan untuk apa yang kami kerjakan selama ini dan usaha yang kami kembangkan tersebut sudah kembali total ke Muhammadiyah, serta bangunan-bangunan yang telah kami dirikan tentu akan memberi manfaat untuk dakwah Muhammadiyah. Selain itu kami juga mendirikan gudang untuk kebutuhan BulogMu dan Logmart dan pada november besok gudang tersebut akan diresmikan,” tandasnya. (iza/riz)