Mengatasi Ketimpangan Sekolah Muhammadiyah
Oleh: Dr.Ir.Armen Mara, M.Si.
Pendahuluan
Tingkat perkembangan sekolah-sekolah di bawah naungan Muhammadiyah sangatlah beragam, ada yang telah mencapai tingkat perkembangan tertinggi dan bahkan menjadi sekolah favorite dan elit. Sebaliknya masih ada yang tertinggal di bagian terbawah dengan kondisi yang ngos-ngosan.
Ketimpangan pun telah terjadi dan tak dapat dipungkiri. Bisa jadi terkait dengan misi Muhammadiyah, bahwa pendidikan adalah untuk semua golongan masyarakat, termasuk golongan masyarakat terbawah yang miskin.
Ibaratkan perekonomian suatu negara, bahwa suatu sekolah akan mengalami kesulitan untuk melewati tahap tinggal landas. Rostow (1988) mengatakan bahwa tahap tinggal landas merupakan tahap yang sulit karena harus memenuhi suatu persyaratan, yaitu landasan yang kuat dimana suatu negara mampu memenuhi kebutuhan primer dan sekunder nya secara mandiri.
Dalam bidang pendidikan tahap tinggal landas tersebut terjadi setelah suatu sekolah memiliki siswa yang jumlahnya memadai sehingga memiliki sumber keuangan yang kuat. Dengan sumberdaya keuangan yang melebihi kebutuhan sehari-hari tersebut, suatu sekolah baru lah mampu mengembangkan sekolahnya ke tingkat yang lebih baik. Sebaliknya bagaimana dengan sekolah-sekolah yang belum berkembang dan tertinggal. Sekolah tersebut ibaratkan sebuah mobil yang terpuruk di dalam lumpur. Tak mungkin bangkit tanpa bantuan dari luar.
Pengklasifikasian Sekolah dengan Indikator Jumlah Siswa Per Rombel
Banyak indikator yang bisa digunakan untuk menentukan perkembangan suatu sekolah. Salah satu diantaranya adalah Jumlah Siswa per Rombel (Rombongan Belajar). Indikator ini disamping mudah diterapkan juga memiliki dasar hokum, yaitu Permendikbud Nomor 23 Tahun 2013, Pasal 2 poin 2 yang mengatakan “Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang dan untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang”.
Pada umumnya sekolah-sekolah Muhammadiyah di luar Jawa, memiliki jumlah siswa jauh dibawah batas atas yang ditetapkan tersebut. Maka angka-angka jumlah siswa per Rombel tersebut cukup relevan digunakan sebagai indicator berkembang atau belum nya suatu sekolah.
Riset tentang sekolah-sekolah Muhammadiyah (SD/MI. SMP/M.Ts, SMA/MA/SMK, di Provinsi Jambi (tahun 2021) menginformasikan bahwa angka terendah adalah sebesar 5,35 siswa per Rombel dan angka tertinggi sebesar 34,80 siswa per Rombel. Mengingat perbedaan antara angka terendah dan tertinggi itu cukup besar maka sekolah-sekolah Muhammadiyah di Provinsi Jambi dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu sebagai berikut:
- Sekolah Telah Berkembang (Developed School) memiliki angka jumlah siswa per Rombel besar dan sama dengan 26,00 orang.
Sekolah dengan kategori ini memiliki jumlah siswa sangat memadai, memiliki sumber keuangan yang juga sangat memadai sehingga sekolah tersebut tidak banyak kesulitan mengembangkan sekolah nya ke tingkat yang lebih maju. Di Provinsi Jambi terdapat sebanyak 10 sekolah (38,46 %) dari 26 sekolah.
- Sekolah Sedang Berkembang (Developing School) memiliki angka jumlah siswa per Rombel antara 15,00 – 25,99 orang.
Sekolah yang masuk dalam kategori ini, memiliki jumlah siswa cukup memadai, juga memiliki sumber keuangan cukup memadai sehingga diperkirakan juga masih mampu menjalankan roda kegiatan sekolah dan mengembangkannya secara mandiri. Di Provinsi Jambi terdapat sebanyak 8 sekolah (32,77%) dari 26 sekolah.
- Sekolah Belum Berkembang (Underdeveloped School) memiliki angka jumlah siswa per Rombel kecil dan sama dengan 14,99 orang.
Sekolah yang masuk kategori ini memiliki jumlah siswa sangat kurang sehingga sumber keuangannya juga sangat kurang, hidup pas-pasan bahkan bisa minus. Sekolah dengan kategori ini dapat dikatakan “Bagai kerakap diatas batu, hidup hendak mati tak mau”. Sekolah ini tentu mengalami banyak kesulitan untuk bangkit dan mengembangkan dirinya. Di Provinsi Jambi terdapat sebanyak 8 sekolah (32,77%) sekolah dari 26 sekolah.
Hasil riset menunjukan bahwa antara sekolah dengan sekolah lainnya kurang terdapat komunikasi, baik antara sesama sekolah yang tingkatannya di atas, antar sesama sekolah yang tingkatannya di bawah, atau pun antara sekolah tingkatan bawah dengan sekolah tingkat atas. Hal ini dapat dipahami bahwa sekolah-sekolah yang sudah berkembang atau pun sekolah sedang berkembang sebenarnya masih sibuk mengejar ketertinggalan mereka dari sekolah-sekolah lain yang tingkatannya lebih tinggi secara nasional dan Internasional. Sebaliknya sekolah-sekolah dengan kategori yang belum berkembang tidak hanya mengalami kesulitan ekonomi melainkan juga tertekan dari aspek social budaya. Merasa rendah diri dan malu sehingga bersifat tertutup terhadap masalah nya.
Dapat dipahami, kenapa sekolah-sekolah dengan kategori sudah, sedang, ataupun belum berkembang cenderung bersifat individualism, egoism, dan tertutup. Bahwa atmosfir dalam pengembangan sekolah di Indonesia adalah liberalisme system, bahkan cenderung perfect competition. Masing-masing sekolah seakan-akan saingan buat yang lainnya.
Pengelola sekolah diibaratkan pebisnis, masing-masing menganggap sekolahnya adalah perusahaan sedangkan sekolah lainnya adalah saingannya. Perkembangan cenderung tidak saling menumbuhkan melainkan saling menjatuhkan. Guru-guru berkualitas pun tergiur pindah ke sekolah maju. Hitungan-hitungan ekonomi pun mulai dijalankan, sekolah-sekolah tertinggal dinilai tidak layak, tidak efisien, dan tidak memberikan hasil. Perguran Tinggi yang saat ini sedang banyak peminatnya pun ambil bagian, tega menutup sekolah menengah yang ada di pekarangannya. Pada hal sama-sama beranung dibawah payung Perserikatan Muhammadiyah.
Penutup
Sekolah-sekolah Muhammadiyah dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu Sekolah Telah Berkembang, Sekolah Sedang Berkembang, dan Sekolah Belum Berkembang. Sekolah dengan kategori terakhir, yaitu underdeveloped school termasuk sekolah yang belum bisa mandiri dari segi keuangan, memiliki sumberdaya manusia rendah, dan sarana prasarana yang juga terbatas. Namun, sekolah ini perlu dibantu, dipertahankan keberlanjutkannya, bukan karena kasihan kepada guru-guru dan siswa-siswa nya melainkan karena sekolah ini menampung anak-anak yatim dan anak-anak fakir miskin, anak-anak tidak mampu lainnya. Hal ini bukan pendapat penulis saja, melainkan diperingatkan dalam Alquran Surat Almaun (107) ayat 1 sampai dengan ayat 7.
Dr.Ir.Armen Mara, M.Si, Ketua Bidang Litbang Majelis Dikdasmen PWM Jambi