YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Perempuan dan pendidikan tinggi, dua kata yang kerap kali dianggap tidak dapat bersatu. Apalagi dengan adanya stigma “untuk apa sih sekolah tinggi-tinggi, nanti juga kembali ke dapur kok” yang masih ramai beredar di tengah masyarakat. Namun, stigma ini berhasil ditepis oleh Prof. Dr. Dyah Mutiarin, S.IP., M.Si., yang baru saja meraih gelar Guru Besar dalam bidang Ilmu Pemerintahan sekaligus menjadi Guru Besar Perempuan pertama yang dimiliki oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Saat ditemui pada Jum’at (5/11), dosen program studi Ilmu Pemerintahan UMY ini mengaku merasa bahagia dapat mewakili rekan-rekan dosen lainnya untuk membuktikan bahwa perempuan juga harus maju, khususnya dalam bidang pendidikan. “Perempuan itu harus bisa. Untungnya, sekarang ini kita mulai sadar bahwa perempuan juga memiliki posisi yang penting di dalam pengambilan keputusan, khususnya dalam membentuk masa depan universitas,” pesannya.
Menurut Dyah, perempuan merupakan subjek yang sangat penting baik itu di dalam keluarga, di lingkungan kerja, maupun di masyarakat. Sehingga perempuan harus dapat menunjukkan kemampuannya untuk maju, mandiri, dan berada di posisi yang setara dengan laki-laki.
Dalam prosesnya untuk meraih gelar akademik tertinggi ini, Dyah melakukan beberapa penelitian tentang Pemerintahan dan Kebijakan Publik. Lebih detail, penelitian yang dilakukan oleh Kepala Lembaga Riset dan Inovasi UMY ini berfokus kepada manajemen pemerintahan dan inovasi kebijakan publik yang ada di dalam pemerintahan. “Menurut saya, pemerintahan yang adaptif, inovatif, responsible (pemerintahan cergas/agile government), sangat diperlukan dalam mengelola kebijakan publik, terlebih di masa pandemi ini. Sebagai contoh, dalam menangani pandemi Covid-19 ini, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah membuat kebijakan, namun kebijakan tersebut sering mengalami perubahan, kemudian juga melakukan inovasi kebijakan dari pengalaman di lapangan, tentunya hal ini memerlukan model birokrasi yang cergas (giat/gesit/cekatan, red) dalam sebuah pemerintahan. Namun demikian birokrasi yang cergas ini juga memerlukan penguatan pelibatan masyarakat untuk mengontrol kebijakan tersebut,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dyah berharap dengan penetapannya sebagai Guru Besar dan statusnya sebagai Guru Besar perempuan pertama di UMY dapat menjadi motivasi bagi dosen-dosen lainnya untuk terus istiqomah dalam proses pendidikannya. Ia pun menaruh harapan bagi universitas agar dapat terus mendukung sumber dayanya untuk terus berkembang. Dengan diraihnya gelar profesor oleh Dyah Mutiarin ini, maka sudah ada 16 dosen tetap UMY yang telah berstatus sebagai Guru Besar. (ays/riz)