TRENGGALEK, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Daerah Nasyiatul ‘Aisyiyah (PDNA) Trenggalek menyelenggarakan “Sosialisasi Pencegahan Usia Anak dalam Upaya Mewujudkan Zero Stunting di Kabupaten Trenggalek” pada 3 November 2021 di Pendopo Nanggala Praja Nugraha Kab. Trenggalek dengan dihadiri kurang lebih 100 peserta, mulai dari guru, siswa, sekaligus wali siswa tingkat SD-SMK se-Muhammadiyah Trenggalek.
“Bocah-bocah cilik, Ojo rabi disek, Yok podo sekolah ben masa depan cerah”
Itulah yel-yel berbahasa Jawa yang diusung oleh PDNA Trenggalek sebagai bentuk edukasi agar lebih mudah tertanam pada diri orang tua, guru, serta masyarakat luas agar memahami, bahwa pernikahan anak usia dini harus mulai dicegah.
Kegiatan menarik tersebut menghadirkan empat narasumber yakni Novita Hardini selaku Ketua Tim Penggerak PKK Trenggalek, Nur Maliah Sa’anin Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Trenggalek, Aini Sukriah Ketua Umum PWNA Jawa Timur, dan Christina Ambarwati dari Dinas Sosial P3A Trenggalek.
Novita menyampaikan bahwa sudah menjadi lahiriah seorang anak memiliki rasa saling suka, merias diri, dan menyukai pujian. Sehingga jika anak-anak mendengar kata “Jangan” akan membuat anak semakin penasaran. ‘’Biarkan anak untuk merasakan segala yang ia suka, dan biarkan anak untuk bertanya akan apa yang ia sukai, orang tua harus selalu ada dan berusaha untuk dapat mendampingi dari segala apa yang dilakukan oleh seorang anak tersebut,’’ jelasnya pada Rabu, (3/11/21).
Dan tugas orang tua tentang bagaimana memberikan pemahaman kepada anak khususnya tentang masalah seksual, seperti bentuk-bentuk organ tubuh seorang anak perempuan dan laki-laki, selain memberikan pemahaman bahwa kodrat antara laki-laki dan perempuan juga berbeda, hal yang harus ditekankan pada anak adalah memberikan edukasi yang baik pada diri anak, bahwa anak dilarang untuk menyentuh bagian mana saja dari diri orang lain, karena jika bagian itu disentuh maka akibatnya akan memunculkan rasa penasaran yang tinggi yang mengakibatkan ke hal negatif.
“Jangan merampas hak anak. Kuncinya terletak pada orang tua yang harus selalu memberikan penguatan dan perlindungan pada diri anak-anaknya. Dan jangan mencegah anak untuk menggunakan teknologi, karena perkembangan teknologi saat ini dapat membantu anak dalam merangsang pola pikirnya yang modern, solusinya tetap mendampingi dan mengawasi anak, agar tidak salah kaprah,’’ ujar Novita.
Ia juga menyampaikan tentang pernikahan, dimana tidak ada pernikahan yang ideal tetapi adanya adalah pernikahan yang mampu diupayakan untuk menuju ideal. Dengan cara tidak terburu-buru menikahkan anak, tetapi biarkan anak lebih dulu untuk meraih mimpinya. Karena ketika sudah siap nantinya pernikahan akan berjalan dengan saling menguatkan. Sebab pernikahan bukan hanya persoalan romantis saja, tetapi tentang bagaimana mampu mencetak anak yang cemerlang dan berakhlak baik
“Jika kamu dapat menahan nafsu mu, maka kamu akan mendapatkan kebaikan-kebaikan didunia maupun di akhirat kelak, jadi semua kembali kepada kekuatan nafsu dirimu sendiri, dengan bantuan penguatan dan edukasi dari orang tua,’’ tutur Novita.
Ia menyebutkan beberapa faktor penyebab anak lahir stunting bukan hanya kurangnya gizi, namun juga karena maraknya kasus pernikahan usia anak. Karena, ketika perempuan mengandung masih dalam usia anak, rahim mereka cenderung belum siap dan secara psikologis mereka belum mampu mengatasi beberapa permasalahan mental yang kerap terjadi pada ibu hamil.
Novita juga menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat, terutamanya organisasi keperempuanan, untuk turut serta berpartisipasi dalam pencegahan pernikahan usia anak demi mewujudkan zero stunting khususnya di wilayah Kabupaten Trenggalek. Mengingat bahwa permasalahan pernikahan anak ini adalah sebuah fenomena sosial yang menjadi tanggung jawab bersama.
Lebih lanjut, Novita berpesan kepada seluruh organisasi keperempuanan untuk terus mengupayakan yang terbaik dalam keterlibatannya mencegah pernikahan usia anak melalui program kerjanya. Setelah kegiatan sosialisasi tersebut dilaksanakan, Novita juga berharap Nasyi’atul ‘Aisyiyah dapat menggerakkan lebih banyak lagi masyarakat untuk dapat melakukan aksi-aksi nyata dalam pencegahan pernikahan usia anak.
Mengenai permasalahan stunting yang sering terjadi di Indonesia. Nur Maliah Sa’anin menyampaikan keprihatinan. Menurutnya susahnya permasalahan stunting ini dihilangkan adalah pengaruh lingkungan. Dan perkawinan anak usia dini yang mempengaruhi pada kehamilan dan pada bayi yang dilahirkan tidak mendapatkan imunisasi secara intensif. ‘’Kekuatan iman dan ketahanan keluarga adalah pengaruh baik untuk mengatasi penyebab permasalahan dan pengaruh buruk ini,’’ ujarnya.
Senada dengan narasumber sebelumnya, Aini Sukriah menyampaikan bahwa agar menghindari pemakaian istilah kurang gizi, sebab pengaruhnya pada mental anak, tetapi dengan memakai ucapan yang baik. Menurutnya pencegahan stunting ini sangat perlu untuk menuju anak muda emas cemerlang. Penguatan diri agar terhindar dari perkawinan dini dan mengurangi penyebaran stunting pada anak, dengan mengadakan kajian-kajian pranikah untuk memberikan penguatan mental dalam diri anak muda sebelum menikah.
“Adapun hal penting lainnya dengan kegiatan yang berbau edukasi dalam pencegahan stunting untuk memperkecil perkawinan anak usia dini, usia yang dikatakan belum matang, dengan media yang dapat di publish dalam pencegahan stunting, menuju masa depan anak yang cemerlang ini. Tujuannya, agar dapat menurunkan penyebab penyakit Stunting ini khususnya di wilayah Kab. Trenggalek,’’ jelas Aini. (Rizka/guf)