Menjaga Bumi melalui Otoritas Moral Agama

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah mengadakan agenda Webinar linkungan Dialog Iklim dan Agama, yang merupakan bagian serangkaian kegiatan milad MLH ke-16 bertajuk “COP26: Kontribusi Kelompok Agama dalam Perubahan Iklim” diselenggarakan pada Kamis, 4 November 2021 secara virtual.

Kegiatan menarik ini menghadirkan beberapa narasumber yakni  Prof. Dr. Syafiq A. Mughni Ketua PP Muhammadiyah, M. Ali Yusuf, M.Si Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama, Dr. H. Amirsyah Tambunan selaku Majelis Ulama Indonesia, dan Dr. Hanafi Guciano, Ph.D. selaku Praktisi Mitigasi Iklim dan Bencana

Perubahan iklim berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat. Kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada naiknya temperatur bumi tetapi juga mengubah sistem iklim yang mempengaruhi berbagai aspek pada perubahan alam dan kehidupan manusia, seperti kualitas dan kuantitas air, habitat, hutan, kesehatan, lahan pertanian dan ekosistem wilayah pesisir.

Dr. Ir. Mohammad Nurcholis, M.Agr selaku Wakil Ketua MLH PP Muhammadiyah berkaca dengan permasalahan  saat ini yaitu climate change semestinya sudah tidak ada hanya tahapan pemikiran ataupun kegiatan wacana saja, melainkan tentang bagaimana melakukan gerakan nyata untuk melindungi bumi.

“Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan yang tidak asal melakukan gerakan saja, tetapi harus didasarkan pada gerakan pemikiran yang kemudian di implementsikan dalam gerakan aksi dalam menghadapi climate change,”

“Indonesia Sebagai negara tropis memiliki kondisi yang luar biasa, tertutama dalam menurunkan energi karbon, sebab emisi energi karbon yang dikeluargan dapat diserap kembali dengan banuan keaneragaman hayati, “tambahnya.

Amirsyah menyebutkan bahwa kondisi iklim saat ini masuk dalam kategori darurat.  Dalah surah Ar-Rum ayat 41 dikatakan bahwa Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Ayat tersebut secara jelas bahwa kerusakan yang terjadi adalah ulah kontribusi manusia yang berseifat negatif.

Untuk itu untuk mewujudkan kontribusi positif yang mengarah pada perbaikan Amirsyah menyebutkan perlu adanya keseimbangan yang dijelaskan pada surah Al-Baqarah ayat 143 yang artinya  “Dan demikian (pula) Kami menjadikan kamu (umat Islam) ummatan wasathan (umat yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan manusia) dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu,’’

“Semua ekosistem kehidupan lingkungan ini harus secara seimbang, adil, dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain.Kehidupan yang saling membutuhkan inilah point pertama yang harus kita tegakkan,’’ jelasnya.

Senada dengan Amirsyah, Syafiq A. Mughni menyampaikan tentang bagaimana  kita memahami agama secara baik dan koprehensif. Terjadinya pemanasan global ini harus menjadi isu publik, perhatian semua kalangan ataupun golongan. “Kalau kita tidak lakukan secara sungguh-sungguh, maka kita bisa membayangkan 10-30 tahun kedepan bumi ini semakin tidak layak untuk dihuni yang disebabkan oleh pemanasan global dan ini dampaknya sangat mengerikan bagi seluruh aspek kehidupa di muka bumi,’’ terang Syafiq.

Adanya eksploitasi sumber daya lingkungan oleh para investor yang lebih mementingkan mencari keuntungan tetapi merugikan masyarakat, kemudian budaya masyarakat dimana masih banyak melakukan hal yang merusak lingkungan, seperti pencemaran, membuangan sampah sembaranga.

Kemudian permasalahan kebijakan-kebijakan pemerintan yang tidak berpihak pada kondisi lingkungan juga menjadi permasalahan besar. “Semua kalangan harus saling bahu membahu atau melakukan advokasi sehingga lahir kebijakan yang  berpihak kepada lingkungan dan sensitif terhadap perubahan iklim,’’ ujar Syafiq.

Tokoh agama dalam hal ini memang memiliki peran penting dalam mengawal gerakan perduli lingkungan, ia menuturkan bahwa tokoh-toko agama termasuk para ulama sebagai sumber ilmu, sehingga bisa menjadi referensi dalam menghadapai permasalahan.

Selanjutnya Ali Yusuf tentang perspektif islam tentang lingkungan hidup dimana dalam agama Islam terdapat panduan yang lenkap terkait lingkungan hidup, termasuk bagaimana melakukan pengendalian dan juga mengatasi permasalahan.

Ia memaparkan beberapa ayat dan juga hadist, meliputi Q.S Hud ayat 61, Q.S Al-Baqarah ayat 164, Q.S Al-A’raf ayat 56, Q.S Ar-Ruum ayat 41, dan beberapa hadist Nabi terkait perintah untuk menjaga kebersihan, menanam pohon, dan larangan melakukan pencemaran lingkungan.

Pelestarian lingkungan hidup sendiri hasil dari implementasi lima prinsip dasar dalam ajaran Islam maqashid asy-Syari’ah, ia memaparkan yaitu hifdh an Nafs (melindungi jiwa dan raga), hifdh ad-Din (melindungi agama), hifdh al-Mal (menjaga harta benda). hifdh al-Aql (menjaga akal) dan hifdh an-Nas (menjaga keturunan).

“Perubahan iklim dan bencana sangat erat kaitanya karena memang  menurut data dari BNPB bahwa perubahan iklim merupakn pemicu kejadian-kejadian bencana alam yang ada di Indonesia,’’ ujar Ali.

Kemudian Amirsyah menuturkan dengan adanya kehadiran perubahan iklim inilah yang menjadi kata kunci bagi tokoh agama yang memiliki otoritas moral  untuk menyuarakan kepada masyarakat terkait keadilan iklim untuk semua negara.

“Sainstis yang telah menghitung segala macam dampak dan bencana, tanpa umat beragama hal ini tidak akan bisa dilakukan, sehingga para sainstis mulai mendekai kelompok-kelompk beragama, sehingga sudah ada kemitraan antara sainstis dengan tokoh agama,’’ pungkas Amirsyah. (guf)

Exit mobile version