Ta’awun dengan Pendekatan Budaya

budaya

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Lembaga Kebudayaan PP ‘Aisyiyah mengadakan Podcast Dakwah Budaya dengan mengangkat tema Ta’awun dengan Pendekatan Budaya, pada Senin (08/11). Acara tersebut disiarkan langsung dari Gedung Tabligh Institut Muhammadiyah dengan menghadirkan Mahsunah Syakir, S.E.,M.E.K.

Ketua Lembaga Kebudayaan PP ‘Aisyiyah Mahsunah Syakir mengatakan bahwa pada zaman ke zaman sebenarnya ta’awun itu sendiri sudah ada ia sudah mengakar dan membudaya namun hanya istilahnya saja, yaitu saling tolong-menolong seperti menggambarkan bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri karena akan saling membutuhkan.

Menurutnya perkembangan zaman inilah juga membuat adanya pergeseran nilai budaya dan dipenuhi adanya pengaruh globalisasi serta modernisasi yang mempengaruhi periaku manusia sehingga berpengaruh juga pada budaya ta’awun. Namun hanya sebagian yang memang mengalami perubahan karena adanya modernisasi yang membuat orang menjadi individualis kemudian melihat segala sesuatu menjadi apatis dan hal itu berjalan sekian lama.

“Namun saat pandemi ini sangat kita rasakan bahwa ta’awun yang sudah membudaya itu betul-betul nyata adanya karena ta’awun ini bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang kaya tetapi juga orang-orang yang pendapatannya pas-pasan. Kemudian juga para kaum milenial yang menurut penelitian sangat tinggi angka mereka berinfaq, bershodaqoh dan berta’awun itu,”

Ta’awun ini atau tolong-menolong sudah membudaya sejak lama seperti gotong royong, saling berkunjung, saling membantu dan saling memberi. Hal ini memang diturunkan untuk generasi yang akan datang sehingga tidak akan luntur dan lentur budaya untuk ta’awun.

Mahsunah pun menuturkan bahwa meskipun ada beberapa hal yang mempengaruhi luturnya budaya ta’awun dalam masyrakat, tetapi karena di Islam itu sendiri sangat dianjurkan untuk berbudaya ta’awun, meskipun dengan tolong-menolong yang berbeda-beda karena sebagaian besar individualisnya mempunyai keterbatasan tidak adanya waktu. Dengan itu yang harus dilakukan ialah bagaimana para penggerak-penggerak di masyarakat itu melakukan gerakan nyata yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat dalam berta’awun.

“Jadi jika ada gerakan nyata tentunya orang-orang yang tidak  punya waktu kemudian akan terpanggil untuk membantu kegiatan nyata yang baantara lain dalam berta’awun ini seperti dengan dananya, menyisihkan dananya, atau lewat shodaqoh, infaq, iuran dll,” tutur Mahsunah.

“Adapun di dalam Islam bahwa konsep ta’awun itu harus diikuti dengan kesholehan sosial, karena seseorang akan menjadi sempurna imannya jika mampu memanifestikan keimananya dalam amalan nyata, yaitu antara tadi berinfaq, shodaqoh, dan membantu sesamanya,” tuturnya. (izza/riz)

Exit mobile version