Peran Moderasi Muhammadiyah untuk Indonesia dan Dunia

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Tantangan utama Indonesia saat ini adalah globalisasi dan hadirnya revolusi industri. Teknologi digital telah menerobos masuk ke ranah pribadi. Menghadirkan banjir informasi yang tak bisa dibendung lagi. Sehingga dapat mengancam nilai-nilai budaya dan sosial sebuah bangsa. Persoalan lainnya adalah mentalitas bangsa yang belum sepenuhnya terbangun sesuai dengan nilai-nilai Pancasila di tengah ancaman perubahan situasi geopolitik global, meluasnya peran kekuatan pertahanan serta pengaruh politik negara asing. Dari aspek internal juga terdapat potensi ancaman yang disebabkan oleh sistem pengawasan yang tidak berjalan.

Untuk merespon tantangan tersebut Muhadjir Effendy, Menko PMK meminta pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia bersatu menguatkan tagline nasional dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dengan semangat yang sama pemerintah juga telah mencanangkan revolusi mental sebagai upaya akselerasi pembangunan karakter bangsa Indonesia. Agar tercipta bangsa yang berintegritas, beretos kerja dan memiliki jiwa gotong royong. Harapannya, perubahan tersebut dapat terwujud dalam perilaku birokrasi yang lebih melayani, penerapan hidup bersih dan sehat, tertib dalam perilaku sosial, mandiri dalam ekonomi serta bersatu dalam keanekaragaman.

“Kemenko PMK berkomitmen menjalankan mandat untuk melaksanakan program revolusi mental,” ujar Muhadjir dalam webinar yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan tema “Peran Strategis Muhammadiyah dan Aisyiyah dalam Mendukung Kepemimpinan Indonesia di Tingkat Global” pada Senin, 15 November 2021.

Mantan Rektor UMM tersebut menambahkan bahwa manusia Indonesia yang unggul tidak hanya profesional dan berdaya saing, namun juga harus memiliki keperibadian yang kuat. Senantiasa menjalankan nilai karakter bangsa berlandaskan budaya, kearifan lokal dan nilai luhur bangsa. Sebagaimana telah diimajinasikan sebagai bangsa yang ramah, santun, toleran dan religius di mata dunia.

Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama RI mengatakan bahwa moderasi beragama sejatinya menjadi modal besar bagi bangsa Indonesia yang ditakdirkan majemuk. Kompleksitas keragaman ini cenderung dapat dikelola dengan baik. Salah satu faktor pentingnya adalah peran dari kelompok-kelompok sipil berhalauan moderat seperti Muhammadiyah dan NU.

“Banyak negara yang iri karena tidak mampu mengelola keragamannya sebagaimana kita di Indonesia. Dua hari yang lalu saya menerima tamu dari kongres Amerika Serikat yang secara eksplisit menyatakan bahwa mereka benar-benar ingin meniru terkait bagaimana Indonesia mampu mengelola keragaman di tengah terpaan masalah yang tak pernah berhenti,” terang Yaqut.

Mantan Ketua Banser itu mengingatkan masyarakat untuk tidak lengah. Era disrupsi multi dimensi ini mengakibatkan banyak terjadi perubahan radikal di semua aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam kehidupan keagamaan. Kemajuan teknologi informasi 4.0 telah banyak mengubah referensi umat dalam mencari pengetahuan agama. Hal ini bukan semata karena adanya pergeseran otoritas keagamaan, namun di saat yang sama dikhawatirkan adanya upaya pendangkalan dalam hal beragama.

“Karena dengan dangkalnya pemahaman beragama itu akan muncul pembacaan tekstual. Terutama dalam memahami ayat-ayat suci yang disertai dengan fanatisme berlebihan. Sehingga seringkali mengarah pada eksklusifisme, ekstremisme dan bahkan tindakan-tindakan terorisme,” tegas mantan Ketua Umum Banser tersebut.

Pada posisi ini moderasi beragama menemukan urgensinya untuk terus disampaikan dan diinternalisasikan. Moderasi beragama sejatinya adalah penguatan cara pandang, sikap dan praktek beragama dalam kehidupan bersama. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengaktualisasikan ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum. Berdasar kepada prinsip yang adil, berimbang dan mentaati konstitusi sebagai kesepakatan bersama.

Senada dengan itu Abdul Mu’ti menegaskan bahwa Muhammadiyah sebagai salah satu kekuatan dari kelompok sipil memiliki peran yang sangat strategis dan menjadi harapan banyak pihak dalam hal moderasi. Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan tingkat toleransi yang tinggi menjadi sesuatu yang sangat membanggakan. Tapi di sisi lain masih ada masalah yang tidak semata-mata menjadi urusan domestik dan perlu disadari secara seksama.

“Jika kita ingin secara sungguh-sungguh menampilkan Indonesia dengan wajah Islam yang moderat di mata Internasional, tentu kita harus berusaha semaksimal mungkin bagaimana agar situasi di dalam negeri ini juga mencerminkan apa yang selama ini diapresiasikan dunia internasional kepada kita,” pesan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah yang disampaikan secara virtual di akun Youtube UMY.

Oleh karena itu sesungguhnya berbagai pengalaman moderasi di dalam negeri bisa menjadi khazanah yang tidak banyak dimiliki negara lain. Seperti siswa-siswi beragama Kristen yang sekolah di lembaga pendidikan milik Muhammadiyah. Mereka tetap diajari agama Kristen oleh guru yang juga beragama Kristen. Hal ini sudah cukup untuk menjadi contoh bahwa Muhammadiyah memerankan peran bermoderasi dengan cara yang elegan dan mengagumkan. (diko)

Exit mobile version