KH Ahmad Azhar Basyir; Pancasila Sebagai Fundamen Bernegara

demokrasi pancasila

Foto Dok Ilustrasi

KH Ahmad Azhar Basyir; Pancasila Sebagai Fundamen Bernegara

Oleh: Imron Nasri

“Dapat kita buktikan bahwa sila-sila dalam Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Yang penting untuk dikemukakan ialah bagaimana dapat terpeliharanya keserasian Pancasila dengan agama. Masing-masing berada pada fungsinya dan dapat berjalan bersama-sama, tanpa berakibat yang satu mendesak yang lain. Penghayatan dan pengamalan ajaran agama (Islam) benar-benar memperoleh jaminan,  perlindungan, dan dukungan dari Pancasila sebagai dasar falsafah negara”.

KH Ahmad Azhar dilahirkan di Yogyakarta tanggal 21 Nopember 1928. Dia dibesarkan di lingkungan masyarakat yang kuat berpegang pada nilai agama yakni di Kauman. Kiyai yang juga intelektual ini menulis lebih dari 40 judul buku yang banyak dijadikan referensi di berbagai perguruan tinggi. Terutama oleh mahasiswa di bidang filsafat Islam, Fiqh dan Hukum Islam.

Salah satu pemikirannya yang cukup fenomenal adalah ketika ia menjelaskan tentang hubungan agama dan Pancasila. Sebagaimana kita ketahui, sampai saat ini seringkali terjadi perbincangan di masyarakat, seolah-olah agama (khususnya Islam) bertentangan dengan Pancasila. Dalam hal ini Azhar Basyir menulis secara mendalam tentang hubungan agama dan Pancasila, dengan mengatakan; dari segi nilai yang terkandung dalam sila Pertama, dapat disebutkan bahwa sila ini merupakan dasar keruhanian, dasar moral bagi bangsa Indonesia dalam melaksanakan hidup bernegara dan bermasyarakat. Dalam kehidupan bernegara, berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa antara lain berarti bahwa di dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara wajib menghargai, memperhatikan, dan menghormati petunjuk-petunjuk Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak dibenarkan menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh-Nya. Peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan penguasa wajib memperhatikan dan menghormati aturan-aturan Tuhan. Sebagai asas hidup bermasyarakat, sila Ketuhanan Yang Maha Esa menuntut agar bangsa Indonesia dalam melaksanakan hidup bermasyarakat memperhatikan dan menghormati petunjuk Tuhan Yang Maha Esa. Memupuk kerjasama kemanusiaan menuju kerukunan, menghormati kebebasan beragama dan beribadat menurut keyakinan agama masing-masing, dan tidak memaksakan agama kepada orang lain. Hal ini sangat bersesuaian dengan landasan dasar Islam, yakni Al-Qur’an dan Sunnah. Al-Qur’an menyebut hal tersebut dalam banyak ayat (diantaranya dalam Qs 5: 2, 60: 8-9, 2: 256, 18: 29, 10: 99) dan yang terakhir tercantum dalam keseluruhan ayat yang ada pada surat Al-Kafirun, yang berisikan larangan mencampuradukkan cara beribadah, dan masing-masing agama dipersilahkan ibadat menurut agamanya masing-masing (lakum dinukum wa liyadin).

Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, pada prinsipnya ingin menempatkan manusia sesuai dengan harkatnya sebagai makhluk Tuhan dan sikap saling harga menghargai antara sesama manusia, juga penghormatan bangsa Indonesia kepada bangsa lain. Menempatkan manusia sesuai dengan harkatnya dan sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk Tuhan berarti bahwa hak-hak asasinya harus memperoleh layanan dan perlindungan dengan semestinya. Hak hidup (keselamatan jiwa), hak atas keselamatan badan, hak atas kebebasan diri, hak milik dan hak atas kehormatan adalah hak-hak asasi manusia yang harus memperoleh perlindungan. Nilai-nilai kemanusiaan seperti persamaan, keadilan, tenggang rasa, mencintai sesama, kesetiakawanan dan kemanusiaan dijunjung tinggi.

Persatuan Indonesia, menjadi syarat hidup bagi Indonesia. Pada hakikatnya sila Persatuan Indonesis mengandung prinsip nasionalisme, cinta bangsa dan tanah air; dan menggalang terus persatuan dan kesatuan bangsa. Persatuan Indonesia mengandung di dalamnya cita-cita persahabatan dan peresaudaraan segala bangsa, diliputi oleh suasana kebenaran, keadilan dan kebaikan, kejujuran, kesucian dan keindahan yang senantiasa dipupuk oleh alamnya. Sila Persatuan Indonesia mengandung unsur-unsur persatuan dan kesatuan, keindonesiaan, dan juga cita-cita persahabatan dan persaudaraan segala bangsa. Sungguh dalam Islam banyak sekali ajaran persatuan dan kesatuan yang dituangkan dalam banyak firman Allah SwT (diantaranya dalam Qs 2: 213, 4: 1, 49: 13, 3: 103, 8: 46, 49: 13)  yang semuanya mengajak manusia untuk tidak saling berprasangka buruk, tidak bertengkar. Tetapi sebaliknya diminta untuk bersatu karena pada hakekatnya manusia berasal dari keturunan yang satu dan Tuhan yang satu pula.

Demikian pula dengan sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Sila keempat ini adalah demokrasi. Demokrasi di sini bukanlah demokrasi liberal. Tetapi demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam hubungannya dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kerakyatan berarti demokrasi yang memperhatikan dan menghormati nilai ketuhanan dan nilai agama. Kerakyatan berarti bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara harus dilakukan dengan cara musyawarah yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan YME. Musyawarah dilakukan dalam lembaga perwakilan rakyat yang benar-benar mencerminkan keinginan-keinginan rakyat, bukan hanya mencerminkan dominasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Demokrasi yang berlandaskan musyawarah ini sangat sejalan dengan ajaran Islam.Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia dalam menjalani kehidupannya harus berlandaskan pada musyawarah, tentu saja musyawarah di sini harus didasarkan pada aturan-aturan yang telah diisyaratkan oleh Al-Qur’an (lihat Qs 3: 159, 42: 38, 4:59). Dan perlu ditambahkan di sini bahwa musyawarah yang melahirkan kemufakatan dalam istilah Islam disebut ijma’ di sini bukan dalam pengertian ushul fiqh tetapi dalam pengertian logat (bahasa). Namun demikian,esensinya tidak jauh berbeda, yakni untuk mencapai sebuah kesepakatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sekaligus nilai-nilai agama.

Sedangkan sila Kelima yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menurut Azhar Basyir, keadilan sosial bukan saja menjadi dasar negara RI, tetapi sekaligus menjadi tujuan yang harus dilaksanakan. Pada prinsipnya, sila Keadilan Sosial menghendaki adanya kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia; bukan merata yang statis, melainkan yang dinamis dan meningkat. Keadilan sosial mempunyai pengertian yang amat luas, yang bertumpu pada pokok pikiran setiap warga negara dalam menikmati hidup secara terhormat, tercukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan memperoleh kesempatan untuk memanfaatkan bakatnya bagi kepentingan pribadi dan masyarakat. Jika keadilan diartikan memberikan kepada seseorang yang menjadi haknya, maka keadilan sosial berarti memberikan kepada anggota masyarakat apa yang menjadi hak anggota masyarakat atas dasar kelayakan dan keseimbangan. Hak anggota masyarakat dalam hidup bermasyarakat mencakup banyak hal; yaitu meliputi pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, politik, pekerjaan, hidup berkeluarga, rekreasi, dan sebagainya. Al-Qur’an megajarkan agar orang berbuat adil, berbuat ihsan dan memberikan hak sanak kerabat, jangan berbuat yang keji, yang mungkar dan permusuhan (Qs 16: 90).

Dari uraian di atas, menurut Azhar Basyir, dapat kita buktikan bahwa sila-sila dalam Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Yang penting untuk dikemukakan ialah bagaimana dapat terpeliharanya keserasian Pancasila dengan agama. Masing-masing berada pada fungsinya dan dapat berjalan bersama-sama, tanpa berakibat yang satu mendesak yang lain. Penghayatan dan pengamalan ajaran agama (Islam) benar-benar memperoleh jaminan,  perlindungan, dan dukungan dari Pancasila sebagai dasar falsafah negara.

Konten ini hasil kerja sama Suara Muhammadiyah dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI

 

Exit mobile version