Muhammadiyah dan Masa Depan Indonesia

Muhammadiyah dan Masa Depan Indonesia

Muhammadiyah dan Masa Depan Indonesia

Oleh: Muhammad Izzul Muslimin

Rasanya ada yang kurang kalau di Milad Muhammadiyah yang ke 109 ini saya tidak membuat catatan, meskipun mungkin bisa jadi tidak terlalu penting. Sebab ini menjadi cara mengasah rasa ke-Muhammadiyahan saya agar tetap selalu terjaga.

Usia 109 bagi ukuran manusia mungkin dianggap sangat tua. Tetapi bagi sebuah peradaban, 109 belumlah tua, bahkan masih tergolong muda. Coba tengok lamanya kerajaan Inggris bertahta yang hampir 10 abad. Atau negara Amerika Serikat yang sudah berdiri sejak tahun 1776. Jadi, meskipun kita bersyukur bahwa Muhammadiyah sudah melampaui 1 abad usianya, tetapi itu bukan alasan untuk kita sebagai warga Muhammadiyah merasa berbangga hati atau malah jumawa. Lebih baik kita melakukan muhasabah, introspeksi, dan mengevaluasi diri. Barangkali ada banyak masalah yang selama ini terluput dari perhatian kita atau sengaja kita tidak pedulikan, namun sebenarnya cukup menjadi batu sandungan bagi perjalanan Muhammadiyah ke depan.

Tanpa bermaksud mengagung-agungkan Muhammadiyah saya ingin mengatakan bahwa masa depan Indonesia sangat bertalian erat dengan Muhammadiyah. Jika Muhammadiyah semakin berkembang dan maju, maka saya berani mengatakan bahwa masa depan Indonesia juga akan mengalami hal serupa. Sebaliknya jika Muhammadiyah semakin redup bahkan padam, maka saya memprediksi hal yang sama pun akan terjadi terhadap nasib Indonesia. Tentu pernyataan saya ini bukan tanpa alasan apalagi (meminjam istilah orang Medan) hanya sekedar mengombak. Berikut beberapa argumen yang bisa saya sampaikan :

Pertama, Secara kesejarahan Muhammadiyah lahir terlebih dahulu dan telah meng-‘Indonesia’ sebelum negara Indonesia sendiri ada. Tanpa bermaksud mengurangi peran yang lain, Muhammadiyah telah membangun jaringannya hampir di seluruh wilayah yang kemudian menjadi Indonesia. Sejak tahun 1926, Muhammadiyah telah hadir di seluruh kepulauan besar di Nusantara. Keadaan ini tentu menjadi salah satu alat perekat bagi tumbuhnya rasa ke-Indonesiaan bagi mereka yang berasal dari suku dan etnis yang berbeda-beda. Muhammadiyahlah yang secara nyata telah mempraktekkan semangat Binneka Tunggal Ika bahkan sebelum Indonesia merdeka.

Kedua, Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah memegang prinsip mandiri, tidak bergantung kepada pihak lain. Muhammadiyah menjalankan kegiatan dan amal usahanya melalui gerakan amal dari warga dan masyarakat yang bersedia mendukungnya. Meskipun Muhammadiyah juga tidak menolak jika dibantu oleh pemerintah atau donatur besar, tetapi gerakan Muhammadiyah tidak menggantungkan diri kepadanya. Maka, apapun keadaannya kegiatan dan amal usaha Muhammadiyah akan tetap berjalan baik dibantu atau tidak oleh pihak lain. Kemandirian inilah yang menyebabkan Muhammadiyah senantiasa tumbuh dan berkembang, bahkan ketika negara tengah mengalami krisis sekalipun.

Ketiga, Muhammadiyah mendasarkan semangat keagamaannya dalam bentuk amal perbuatan. Keimanan dan keislaman bagi orang Muhammadiyah adalah ketika bisa mewujudkan sebuah amal nyata bagi umat dalam berbagai wujudnya. Maka lahirlah lembaga pendidikan, lembaga sosial, institusi kesehatan, lembaga keuangan, dan berbagai macam bentuk amal kegiatan yang dianggap membawa kemaslahatan umat. Dan yang menarik, semua itu dibangun bukan berdasar perhitungan untung rugi. Maka tidak ada kamus berhenti suatu amal usaha Muhammadiyah meskipun secara hitungan matematisnya jelas minus. Amal usaha Muhammadiyah baru berhenti ketika keberadaannya dirasa tidak lagi relevan dan tidak membawa kemaslahatan umat. Maka wajar jika Muhammadiyah selalu hadir di tempat yang mungkin tidak masuk dalam perhitungan fisiebelity study menurut orang lain.

Keempat, Sikap bersedia berkorban, tidak mau menang sendiri, tasamuh (toleran), dan sederhana, adalah beberapa sifat yang dikembangkan dalam Muhammadiyah. Maka sikap ini menyebabkan Muhammadiyah kurang beruntung dalam pertarungan politik, tetapi selalu menjadi teman yang bisa dipercaya bagi siapa saja. Jika ada orang Muhammadiyah mendapat amanah baik dalam kapasitas keummatan, kemasyarakatan, maupun pemerintahan, umumnya bukan karena menempuh jalan melalui pergumulan dan perebutan ego, tetapi lebih karena semangat kebaikan dan kejujuran. Orang Muhammadiyah juga tabu jika bersikap aji mumpung ketika sedang mendapatkan amanah kekuasaan. Maka banyak orang Muhammadiyah yang tidak terlalu royal dan berlimpah saat menjadi pejabat publik. Bahkan kadang untuk kepentingan Muhammadiyah pun seringkali masih sangat berhati-hati. Bisa kita sebut beberapa nama tokoh Muhammadiyah seperti Soedirman, Juanda, Faried Ma’ruf, Kasman Singadimeja, dll yang bisa menjadi teladan dalam memegang amanah yang diembannya.

Mungkin masih ada beberapa hal yang bisa disebutkan tetapi tidak bisa saya ungkapkan. Tetapi dengan menyebut 4 hal di atas saja, saya menganggap itu telah menjadi modal besar bagi Muhammadiyah untuk menjadi tulang punggung bagi berdiri kokohnya republik ini. Jika sifat-sifat baik itu selalu dipupuk dan dipertahankan oleh generasi Muhammadiyah belakangan ini, maka tidak mustahil jika harapan hidup Muhammadiyah ke depan tetap akan terjaga dan sekaligus berdampak bagi masa depan Indonesia yang semakin baik. Namun jika generasi baru Muhammadiyah kehilangan sifat-sifat itu, maka tunggulah masa redup dan ajalnya Muhammadiyah, yang juga bisa berdampak bagi kematian bangsa besar ini. Wallahu a’lam.

 

Exit mobile version