Al-Kariim, Yang Maha Memuliakan

Al-Kariim

Al-Kariim, Yang Maha Memuliakan

Menurut Raghib al-Isfahani kata al-Karim mempunyai makna yang beragam. Jika untuk menyifati Allah, maka kata al-Karim berarti ke-Maha Baik-an Allah dengan memuliakan makhluk-Nya dan memberikan kesenangan dan kelapangan. Kata al-Karim salah satunya disebutkan oleh Allah dalam surah al-Naml (27): 40 yakni,

قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَۚ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُ قَالَ هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.

Al-Karim merupakan salah satu sifat Allah yang memberikan gambaran bahwa Dia adalah Zat Yang Maha Memuliakan makhluk-Nya karena hanya Allah-lah yang menyandang sifat itu. Artinya, selain Allah sejatinya tidak berharga sama sekali. Namun karena Allah memuliakan makhluk-Nya maka makhluk-makhluk tersebut menjadi mulia juga. Salah satu makhluk yang sangat dimuliakan oleh Allah di antara sebagian besar makhluk-makhluk lain adalah manusia (QS. Al-Isra’ [17]: 70).

Karena Allah telah memuliakan manusia, maka konsekuesninya manusia dituntut oleh Allah untuk berlaku mulia kepada manusia dan makhluk lain agar manusia tetap menjadi makhluk yang mulia. Salah satunya adalah memuliakan anak yatim (QS. Al-Fajr [89]: 17). Artinya, manusia mempunyai kewajiban untuk memuliakan Allah dan memulikan makhluk-makhluk lain karena Allah telah memuliakan semua makhluk-Nya, dan ini salah satu aspek ketakwaan. Sikap dan perbuatan yang mulia ini juga yang membedakan derajat kemuliaan manusia satu dengan manusia lainnya, yakni ketakwaannya (QS. Al-Hujurat [49]: 13).

Balasan dari sikap dan perbuatan kita ini adalah surga yang disebut dengan mudkhalan kariman (QS. Al-Nisa [4]: 31. Sebaliknya jika manusia merendahkan Allah dan makhluk-makhluk lain dengan cara melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah (perbuatan dosa) maka sejatinya manusia telah menghinakan Allah, dirinya sendiri, dan makhluk-makhluk Allah yang lain. Dengan demikian tugas manusia harus selalu memuliakan Allah karena Allah telah memuliakannya, serta memuliakan dan tidak menghinakan makhluk-makhluknya yang lain sebagai bentuk ketakwaan kita kepada Allah. Wallahu a’lam bishawab.

Ustadi Hamsah, Department of Religious Studies Faculty of  Ushuluddin (Islamic Theology & Thought) State Islamic University Sunan KalijagaYogyakarta

Sumber: Majalah SM Edisi 3 Tahun 2019

Exit mobile version