Ucapan Takbir Hari Raya 2 Kali atau 3 Kali?

Masalah Lafadz Takbir Hari Raya

Pertanyaan:

Masalah Takbir Hari Raya:

  1. Ucapan Allahu Akbar ada yang 2x dan ada yang 3x, mana yang lebih baik, beserta dalilnya?
  2. Ucapan Allahu Akbar Kabira wal-hamdu lillahi katsira … dst sampai wa lau karihal-kafirun, musyrikun, dll., kemudian diteruskan dengan La ilaha illallahu wahdah … dst sampai wa hazamal-ahzaba wahdah. Apakah ada dasarnya?

Mohon penjelasan beserta dalil-dalilnya.

Dakwah Muhammadiyah Cabang Kp. Baru, Labuhan Haji Aceh Selatan, NAD (disidangkan pada Jum’at, 6 Jumadal Ula 1430 H / 1 Mei 2009 M)

Jawaban:

Sebenarnya yang saudara tanyakan tentang permasalahan lafadz takbir hari raya (’Ied) tersebut telah sering ditanyakan dan telah dijawab serta telah dibukukan pada buku Tanya Jawab Agama terbitan Suara Muhammadiyah jilid 1 halaman 95, jilid 3 halaman 141 dan jilid 5 halaman 71 serta di Majalah Suara Muhammadiyah No. 22 Tahun 2004. Namun agar lebih jelasnya lagi, maka kami akan menjawab pertanyaan saudara sekaligus melengkapi jawaban-jawaban yang sebelumnya.

  1. Menurut Muhammadiyah, lafadz takbir ’Ied yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw adalah:
    1. Lafadz takbir ‘Ied seperti disandarkan kepada Ibn Mas’ud, ‘Umar ibn al-Khattab dan ‘Ali ibn Abi Thalib, di antaranya adalah sebagai berikut:

اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ.

Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan bagi Allah-lah segala puji.” (berdasarkan hadits riwayat Ibn Abi Syaibah, Mushannaf, tahqiq: Kamal al-Hut, juz 1 hlm 490 no. 5650, 5651, 5653. Ibn al-Mundzir, Al-Awshat, juz 7, hlm 22 no: 223, hlm 23, 24, 25 no:224, 225, 226)

Ucapan Allahu Akbar dalam takbir ‘Ied pada redaksi hadits di atas jelas hanya diucapkan dua kali, tidak tiga kali.

  1. Lafadz takbir ‘Ied sesuai hadits riwayat Abdur Razaq dari Salman dengan sanad yang shahih, yang mengatakan:

كَبِّرُوْا، اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا

Artinya: “Bertakbirlah: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Sungguh Maha Besar. (lihat ash-Shan’aniy, Subul as-Salam,  Juz II: 76)

كَبِّرُوْا، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا

Artinya: “Bertakbirlah: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Sungguh Maha Besar. (lihat al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, Juz III: 316)

Pada hadits kedua ini, terdapat perbedaan lafadz. Pada lafadz pertama disebutkan takbir diucapkan tiga kali, sementara pada lafadz kedua, takbir diucapkan dua kali. Majelis Tarjih Muhammadiyah, melalui Muktamar Tarjih XX yang berlangsung tanggal 18 s.d 23 Rabi’ul Akhir 1939 Hijriyah di Kota Garut Jawa Barat memilih menggunakan lafadz takbir dengan mengucapkan Allahu Akbar dua kali.

  1. Adapun ucapan takbir yang kedua, yaitu Allahu Akbar Kabira wal-hamdu lil-Lahi katsira… dan seterusnya sampai wa lau karihal-kafirun, musyrikun dan lain-lain, kemudian diteruskan dengan La ilaha illa-Llahu wahdah … dan seterusnya sampai wa hazamal-ahzaba wahdah. Sementara ini kami belum menemukan dasar atau dalil yang secara jelas menuntunkan bertakbir hari raya dengan lafadz seperti itu. Namun pada kasus lain, kami menemukan beberapa hadis yang barangkali sama dengan lafadz yang saudara maksudkan, di antaranya adalah:
    1. Pertama, hadis yang menunjukkan bacaan dzikir pada akhir pelaksanaan shalat:

عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ الزُّبَيْرِ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ الصَّلاَةِ يَقُولُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ أَهْلُ النِّعْمَةِ وَالْفَضْلِ وَالثَّنَاءِ الْحَسَنِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ. [رواه أبو داود]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abi Zubair, ia berkata: Aku mendengar Abdullah ibn Zubair di atas mimbar berkata: Apabila Rasulullah saw selesai melaksanakan shalat, beliau membaca: La ilaaha illa-lLahu wahdah, mukhlishina lahud-din, wa lau karihal-kafirun, ….” [HR. Abu Dawud]

  1. Kedua, ketika Nabi saw pulang dari perang, haji atau umrah ada riwayat dari Ibn ‘Umar yang menyatakan bahwa setelah Nabi saw mengucapkan takbir lalu lanjutan matannya menyebutkan doa kembali dari perjalanan:

آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ سَاجِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ صَدَقَ اللَّهُ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ. [رواه البخاري ومسلم]

Artinya: “Kita telah kembali, kita bertaubat, kita tetap menyembah pada Tuhan kita (Allah) dan tetap memuji-Nya: Allah tepati janji-Nya, Dia tolong hamba-Nya, dan Dia kalahkan musuh-musuh-Nya seorang diri.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]

Lafadz-lafadz yang terkandung dalam kedua hadis tersebut bukan dikhususkan untuk dibaca sebagai lafadz takbir pada hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Majelis Tarjih dan Tajdid memandang bahwa lafadz takbir hari raya adalah bagian dari ibadah mahdlah, sehingga ketentuannya harus dikembalikan kepada dalil-dalil dari as-sunnah al-maqbulah. Oleh sebab itu, dalam mengumandangkan takbir pada dua hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dimaksimalkan dapat menggunakan lafadz takbir yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad saw.

Wallahu a’lam bish-shawab

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 12 Tahun 2009

Exit mobile version