YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Hadir di dalam panel kedua rangkaian Kongres Sejarawan Muhammadiyah (27/11), para tokoh-tokoh yang berjasa dalam merawat arsip dan sumber sejarah Muhammadiyah.
Keempat tokoh tersebut adalah (1) Asep Muchtar Mawardi, M.Hum, Arsiparis Ahli Utama, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), (2) Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, Guru Besar Emeritus Universitas Muhammadiyah Surakarta, (3) Drs. Lasa Hs, M.Si, Kepala Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan (4) Isngadi Marwah Atmadja, M.H., Pimpinan Pusat Data, Penelitian, dan Pengembangan (Pusdalitbang) Suara Muhammadiyah.
Masing-masing pembicara saling menceritakan ketersediaan arisp-arsip Muhammadiyah di lembaganya masing-masing. Asep Muchtar memulainya dengan memaparkan data bahwa arsip Muhammadiyah di ANRI ada sekitar 5.000 bundel. Jumlah tersebut di antaranya memuat arsip laporan resmi organisasi, data tanah wakaf, dan catatan dan arsip pribadi tokoh-tokoh Muhammadiyah.
Lasa Hs dalam kesempatannya menjelaskan koleksi perpustakaan UMY yang sebagiannya didapatkan dari penyerahan koleksi buku dan arsip tokoh-tokoh Muhammadiyah. Perpusatakaan UMY juga masih menyimpan beberapa media terbitan penggerak Persyarikatan, seperti Mercusuar. Tidak lupa, Lasa juga mendorong untuk lebih banyak PTM/A yang mendirikan Muhammadiyah Corner di perguruan tingginya. Tujuannya agar arsip tokoh-tokoh Muhammadiyah lokal bisa terawat dan mendorong penulisan sejarah-sejarah lokal Muhammadiyah.
Beralih ke Isngadi yang juga menjabat Redaksi Pelaksana Suara Muhammadiyah (SM), cerita tentang ketersediaan bundel-bundel SM sejak 1916 disampaikan dengan lebih kontekstual. Pantikan isu tentang konsep “TBC”, misalnya. Isngadi mengajak para peserta Kongres untuk menelusuri, kapan dan oleh siapa sebenarnya terma ini dipakai melalui pembacaan arsip SM. hal ini tentu tidak lepas dari peran SM yang merupakan media resmi Persyarikatan.
Terkhususkan Prof. Munir Mulkhan, sebagai seorang arsiparis “relawan”, beliau menceritakan proses kerja kolektif swadaya yang beliau lakukan sejak 1970-an. Menariknya, ketekunan beliau menjaga arsip Muhammadiyah dimulai sewaktu ramai kontroversi buku Muhammadiyah itu NU!. Dari kekayaan arsip sejarah Muhammadiyah itulah beliau bisa menuliskan puluhan buku tentang Muhammadiyah.
Demikianlah acara berjalan sekitar satu setengah jam. Hingga kemudian ditutup dengan refleksi bersama untuk memulai keaktifan kita membaca arsip Muhammadiyah sebagai sumber menulis sejarah. Selain itu, diharapkan pula semakin banyak lembaga atau individu yang mau membuka koleksi arsip dan bukunya kepada penulis sejarah Muhammadiyah. (ykk)