109 Tahun Muhammadiyah Melintasi Zaman
Dari Tahlil bil Qalbi Hingga Antipsipasi Faham Sesat yang Menghanyutkan
Oleh: Dr Masud HMN
Tanggal 18 November 2021 lalu Muhammadiyah berusia 109 tahun. Hitungan tahun itu diikuti acara di banyak daerah, dan khusus untuk Pimpinan Pusat melaksanakan acara resmi di Yogyakarta. Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir memberi sambutan dan Alhamdulillah semua berjalan lancar.
Momentum peringatan Milad kali ini meski di tengah pandemi Covid-19, namun Muhammadiyah mengibarkan panji perjuangan di bawah bendera Muhammadiyah simbol syahadat dua melingkar untuk dakwah amar makruf nahi mumgkar dan gerakan memajukan umat masih tetap terus berjalan.
Pokok masalah yang kita kemukakan diatas dari Tahlil bil qalbi hingga antisipasi faham sesat menhanyutkan mengandung hakikat bagaimana umat Islam tegak dan tegar. Antisipasi faham sesat menghanyutkan mengandung maksud hambatan perjalanan melintasi zaman yang berubah.
Tahlil berarti mengucapkan lalu tahlilan ucapan. Secara konteks tahlil dimaksudkan adalah bismillah atau Allah. Terurai dari tiga bagian, tahil bil lisan, bil qalbi dan bil arkan.
Meminjam istilah Amien Rais mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah agar warga Muhammadiyah mempopulerkan tahlil bil qalbi, bil lisan dan bil arkan. Mengucapkan kalimat tahlil mentauhidkan Allah dalam hati dan dalam ucapan lisan serta mentauhidkan Allah dalam pengejawantahan praktik.
Tujuannya supaya unsur Tauhid wujud dalam diri, dalam komunitas Muhammadiyah. Agar terhindar dari men-Tuhankan selain Allah. Mengingat banyak kalangan umat sangat takut pada kekuatan lain.
Tanpa banyak alasan bagimana pun adalah benar umat Islam banyak dihinakan, dikerdilkan serta dikriminalkan. Tema umumnya dengan Islami phobi. Yaitu memberikan label Umat islam itu adalah radikal, intoleransi dan teroris. Ini semua merisaukan dan membuat umat Islam itu ketakutan.
Melawan semua itulah bagi Amin Rais ia pandang perlu menegaskan kembali prinsip tauhid, mentahlilkan nama Allah Sehingga wujud kekuatan batin dan jiwa yang kuat. Tidak takut pada kekuatan anti dan pembenci umat Islam. Mereka yang anti umat Islam adalah jelas dan akan ada sepanjang zaman. Memastikan bagi umat Islam itu telah dialami oleh umat terdahulu.
Kemudian dalam al-Qur’an juga ditegaskan dalam firman Allah yang berbunyi,
Hasbunallah wanikmal nashiir. Cukuplah Allah menjadi pelindung (Al Quran Surah Ali Imran 173)
Apa yang ditemukan pada pembentangan di atas ternyata unsur tauhid belum wujud secara nyata di satu pihak berhadapan dengan gerakan anti Islam di pihak lain. Penegakkan wujud tauhid tidak berbanding lurus melainkan terbalik dengan tantangan pembenci Islam. Kaum anti Islam bertambah kuat sementara umat Islam bertambah lemah.
Ditambah lagi, dengan konsep pembenci Islam irtu kian sistemik, konspiratif sesat di bawah era global menjadi kekuatan yang menghanyutkan.
Seperti disebut kan Ibnu Thaimiyah (1263-1328) sebagai firqah kesesatan yaitu bainal haqq wal bathil (pencampuran antara Firqah kebenaran dan kesesatan kebatilan). (Ibnu Thaimiyah Mencatat Dua Bentuk Bid’ah, Republika 10 Agusut 2020) Tiada batas antara al haqq dan kesesatan, Sawah seperti tak ada pematang. Dalam peradaban disebut hilangnya bingkai moral.
Akhirnya bagi warga Muhammadiyah momentum harus menyadari tantangan kini, bukan takhyul, bid’ah dan khurafat lagi. Lebih canggih dari itu yaitu firqah penyesatan, semu, yang menghancurkan. Melenyapkan bingkai moral, meniadakan batas haqq dengan yang bathil.
Marilah kita istiqamah dengan simbol bendera Muhammadiyah dua kalimah syahadat yang melingkar, Rela hati dalam mengharap ridha Allah semata. Hasbunallah wanikmal nashir. Insya Allah.
Dr Masud HMN, Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta