Penyakit Marah
Oleh: Deri Adlis
Marah merupakan salah satu dari penyakit hati. Ia merupakan percikan api neraka, adapun pengaruhnya adalah rasa iri dan dengki. Hakikat marah itu sendiri adalah mendidihnya darah dalam jantung, ingin menuntut balas. Ketika manusia marah, maka api kemarahanya akan bergejolak sehingga darah dalam jantung mendidih dan menyebar keseluruh pembuluh darah, sebagaimana air yang mendidih dalam periuk.
Diantara pengaruh dari sifat marah yang paling tampak adalah berubahnya raut waja, gemetarnya anggota badan, serta menyimpangnya tingkah laku dari kebiasaan dan tabiat. Kadang sampai berprilaku seperti orang gila, meskipun jika orang yang marah tersebut melihat keadaan dirinya yang buruk niscahya akan malu sendiri dan ingin menjauhi keadaan seperti itu. Dan sudah menjadi maklum bahwa keburukan batin lebih besar daripada yang tampak.
Terapi Penyembuhan Penyakit Marah
Dalam buku Minhajul Mukmin Pedoman Hidup Seorang Mukmin, karya Dr. Mustafa Murad disebutkan bahwa setiap penyakit itu harus disesuaikan dengan jenisnya dan harus dengan menghilangkan penyebabnya. Adapun sebab timbulyan kemarahan pada umumnya adalah membangakan diri, senda gurau, berdebat, serta rakus terhadap harta dan pangkat. Maka sudah seharusnya setiap diri manusia untuk menyelesaikan itu semua satu persatu dengan unsur kebalikannya, serta bersungguh-sungguh mencegah unsur kemarahan dan penyebanya.
Namun, jika ternyata kemarahan tetap bangkit, hendaknya diatasi dengan hal berikut : pertama dengan mentadaburi hadits-hadits tentang keutamaan menahan amarah, sikap pemaaf, murah hati dan sabar.
Kedua, dengan mengingat azab Allah Ta”ala, seperti: dengan mengucapkan, “kekuasaan Allah atas diriku lebih agung dari pada kekuasaanku atas orang itu. Jika aku lampiaskan kemarahanku padanya, pastilah aku tidak akan nyaman dan aman dari murka Allah pada hari kiamat kelak, padahal aku nanti pasti akan sangat membutuhkan maaf dan ampunan dari Allah.
Ketiga, mengingatkan diri akan akibat permusuhan, balas dendam, keinginan musuh untuk merusak kehormatan, serta kepuasan mereka ketika kita mendapat musibah. Karena manusia itu tidak akan pernah terlepas dari musibah, maka hendakla dia menakut-nakuti dirinya dari musibah dunia maupun akhirat.
Keempat, berfikir tentang buruknya kondisi ketika sedang marah. Kelima, memikirkan sebab-sebab yang mendorongnya balas dendam, misalnya sebab kemarahan itu adalah bisikan seta, “sesungguhnya ini membuatmu lemah dan hina dihadapannya (jika engkau tidak balas dendam),” maka ketika itu hendaknya dia mengatakan kepada dirinya, “ kamu lebih baik sabar dan menahan amarahmu sekarang, dari pada kamu menanggung kehinaan abadi pada hari kiamat kelak.” Kemudian hendaknya dia menahan amarahnya tersebut dengan sekuat tenaga, karena hal itu akan menjadikannya mulia, besar dan Agung disisi Allah.
Keenam, hendaknya dia ketahui bahwa marahnya itu seharusnya ditempatkan sesuai dengan yang dikehendaki Allah, bukan menurut keinginannya. Bagaimana mungkin dia mendahulukan kehendak dirinya dari pada kehendak Allah ?
Ini semua berhubungan dengan hati, adapun hal-hal yang berwujud tindakan, maka hendaknya dia tetap tenang kemudia membaca ta’awwudz, dan mengubah posisi. Jika dia marah dalam keadaan berdiri dia bisa duduk, dan jika dia marah dalam keadaan duduk dia bisa berbaring, kemudian dia berwudhuk.
Deri Adlis, Mubaligh Muhammadiyah di Kabupaten Kepulauan Anambas