Traveling dalam Al-Qur’an Kajian Surat Al Imron Ayat 137 Menurut Pandangan Tafsir Al-Azhar
Oleh: Labib Shalahuddin Alhadad
Akhir-akhir ini banyak kita jumpai tempat wisata yang bermunculan. Baik itu wisata alam ataupun wisata buatan. Wisata alam seperti kebun binatang, pantai, danau, pegunungan dan sebagainya. Sementara wisata buatan seperti game, trans studio, bahkan caffe dan mall yang lagi ngetren nan banyak di gandrungi oleh anak muda. Seiring dengan bermunculannya obyek-obyek wisata maka banyak sekali istilah-istilah yang bermunculan di kalangan anak muda seperti healing, dan juga Traveling yang mana keduanya mempunyai makna yang sama yaitu bepergian guna mencari suasana baru. namun kali ini penulis ingin membahas sedikit mengenai Traveling dalam Al-Qur’an
Sering kali kita mendengar kata Traveling. Kata yang sering dikaitkan dengan jalan-jalan, berekreasi, berlibur dan sebagainya. Pengertian kata Traveling dalam KBBI secara eksplisit sendiri tidak ada. Akan tetapi substansi dalam Traveling dapat diartikan sebagai jalan-jalan maupun berwisata. Travel sendiri mempunyai makna lain yaitu sebagai proses mencari sesuatu maupun tujuan tertentu Seperti bisnis, dan liburan. Namun aktivitas Traveling sering dijadikan masyarakat sebagai hobi dari pada pekerjaan.
Berbeda dengan pengertian dalam kamus Oxford Advance Learner’s Dictionaries. Kamus Oxford lebih rinci dalam memaknai kata Traveling yaitu dengan menambahkan keterangan. Yakni Traveling bisa digunakan bila ada keterangan waktu, Mempunyai arti bergerak dengan kecepatan tertentu, kearah tertentu, atau jarak tertentu. Secara ilmiyah Traveling adalah perjalanan dengan persinggahan yang dilakukan oleh manusia di luar tempat tinggalnya dengan berbagai motivasi, dengan maksud dan tujuan, tetapi tidak bertujuan untuk menetap selamanya.
Orang yang berpetualang disebut traveler. yang mempunyai tujuan tertentu. Seperti berbisnis, berwisata, berpetualang, ataupun mencari ilmu. Kegiatan Traveling ini bersifat konsumtif yaitu bersifat pribadi. Maka tak heran jika pelaku Traveling wajib mempunyai pendanaan yang cukup.
Sebagai seorang muslim kita harus mengetahui bahwa Al-Qur’an telah berbicara mengenai Traveling. Dengan menggunakan kata siiru. Al-Qur’an yang biasanya di wakili lafal fasiiru. Lafal fasiiru pada kamus lisaanul arab memiliki makna dzihaabun. Kata dasarnya yaitu saroo-yasiiru. Dalam bahasa arab dzihaabun adalah kata kerja yang berarti pergi. Kata dasar saroo juga inilah yang bisa dikembangkan menjadi kata sayyarotun yang berarti alat untuk berjalan serta mempermudah proses perjalanan. Bila kata saaro bisa di kembangkan sehingga memiliki arti alat untuk berjalan. Bila kata saaro bisa di artikan seperti itu. Maka bisa jadi lafal fasiiru menjadi motivasi alat transportasi modern.
Lafal saroo banyak terdapat dalam Al-Qur’an diantaranya Qs. Al-Imron 137, Qs. Al-An’am 11, Qs. An-Nahl 36, Qs. An-Naml 69, Qs. Al-Ankabut 20, Ar-Rum 30, Saba’ 18 dan masih banyak lagi yang disebutkan dalam bentuk lain.
Pada kitab Tafsir Al-Azhar, kitab Tafsir yang ditulis oleh buya HAMKA (Haji Abdul Karim Amrullah) ketua MUI pertama Indoneisa. Di jelaskan dalam surat al imron ayat 137. Saroo ini tidak hanya di artikan sebagai berjalan. Namun buya menafsirkannya dengan mengembara dengan melibatkan indra. Beliau juga menyanggah dan juga memperjelas Tafsiran dari Tafsir Fii Dzilalil Qur’an karangan Sayd Qutb. Yang mengatakan bahwa lafal saroo ditafsirkan sebagai membaca, maksudnya berjalan tidak hanya manusia mengadakan perjalanan dari tempat satu ke tempat lain tapi cukup dengan membaca.
Meskipun jasadnya berada di tempat namun pemikirannya dapat menjelajah dunia. Beda halnya dengan Buya Hamka. beliau berpendapat bahwa membaca saja tidak cukup maka harus di lengkapi dengan mengembara, menuju kota-kota, negeri, bekas, bekas bangsa yang menang maupun yang kalah dan dihancurkan oleh Allah SWT. Dengan melihat secara langsung bekas peninggalan terdahulu maka dengan sendirinya akan memperoleh petunjuk, nilai dan juga pengajaran.
Para Nabi terdahulu juga mengadakan Traveling/perjalanan. Seperti halnya Nabi Musa yang mengadakan perjalanan untuk mengikuti Nabi Khidr dalam pencaharian ilmu, Nabi Musa lari dari kejaran Fir’aun menyeberang lautan, Nabi Sulaiman dengan Ratu Bilqis, Nabi Yusuf mengembara sampai mesir. Nabi Ibrahim dengan istrinya Sarah dan Hajar dari Palestina ke Mesir hingga Makkah.
Tidak hanya itu bapak filsafat Thales dapat menempatkan cara berfikir yang koheren berkat perjalanannya yang di dukung profesinya sebagai Pelaut, sehingga ia dapat menguasai berbagai macam ilmu. Seperti ilmu matematika yang ia dapatkan dari Mesir, Ilmu filsafat yang dapat dari perjalanannya ke Yunani.
Traveling merupakan suatu kegiatan yang sangat penting jika dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Yaitu dengan melibatkan indra, ilmu, serta kesadaran. Seperti halnya kisah perjalanan para Nabi dan Rasul terdahulu, dan juga orang-orang hebat pada masanya. Namun banyak dikalangan pemuda ataupun generasi muslim yang bertraveling hanya untuk berlibur dan menyalurkan hobi.
Sehingga lebel Traveling adalah suatu hal yang tidak bermanfaat dan membuang-buang waktu dan uang terus melekat pada diri masyarakat. Bila mana Traveling dengan melibatkan ilmu, indra dan kesadaran ini di terapkan pada kehidupan masyarakat luas, khususnya generasi Muslim. akan berdampak besar pada pengetahuan dan juga pola piker.
Disamping itu ayat ini juga menyisyaratkan akan pentingnya sejarah dengan lafal fandzuruu kaifa kaana akibatul mukadzibiin. Sejarah sangatlah penting karena sejarah dapat menjadi patokan dalam bertindak di kemudian hari. Bila mana kita mengetahui bangsa terdahulu di azab oleh Allah maka wajib kita tahu sebab musabab dari azab tersebut sehingga di generasi selanjutnya tidak mengulangi kesalahan yang ada di masa lalu. Dan dengan pentingnya mengetahui sejarah pula maka generasi akan mempunyai dasar dalam berpijak, serta kritis dan selektif dalam mengambil keputusan.
Labib Shalahuddin Alhadad, Mahasiswa Semester 7 Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an dan Sains Al-Ishlah Lamongan. Bidang KDI PR IPM Kendalkemlagi Karanggeneng Lamongan