Islam dan Kesejahteraan Sosial
Syafiq A Mughni
Kesejahteraan sosial adalah muara dari keseluruhan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di dalamnya terkandung kesejahteraan individual yang berakumulasi menjadi kesejahteraan sosial. Karena itu usaha menuju kesejahteraan sosial harus dilakukan baik secara individual maupun kolektif, yakni organisasi sosial dan negara. Apa yang terkandung dalam doa “rabbana atina fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah” menyiratkan bahwa di dalamnya ada kebahagiaan (sa’adah) yang terletak di dalam kesejahteraan (rafahiyah) baik lahir maupun batin. Kesejahteraan itu berada di lingkaran kebaikaan (hasanah). Jadi, kesejahteraan adalah bagian dari kebajikan itu sendiri.
Allah menyatakan dalam al-Qur’an bahwa kaum Muslimin dituntut beriman dan bertaqwa agar mampu melahirkan negeri yang diberkahi. “Walau anna ahl al-qura amanu wattaqaw lafatahna ‘alaihim barakatin min al-sama’I wa al-ardl. Wal akin kadz-dzabu fa akhadznahum bima kanu yaksibun.” Iman dan taqwa harus diwujudkan dalam bentuk perilaku pendudukannya yang baik dan pengelolaan negara yang baik pula. Ayat “Wa man yattaqillah yaj’al lahu makhraja wa yarzuqhu min haitsu la yahtasib” menunjukkan pentingnya sikap dan perilaku yang berhasil menghadapi tantangan. Ayat ini tidak hanya bisa dimaknai sebagai sikap dan perilaku individual melainkan juga kolektif, terorganisasi.
Kesejahteraan sosial tidak bisa diwujudkan hanya dalam bentuk aksi charity (kedermawanan) tetapi harus dilakukan juga dalam bentuk pemberdayaan (tamkin) dan advokasi (munasharah). Ajaran tentang wajibnya saling menolong dan mencintai saudara dan tetangga atau siapa saja sangat penting, seperti yang disebutkan dalam hadits “la yu’minu ahadukum,” dan lain-lain. Tetapi negara atau kekuasaan sangat vital dalam menjamin terwujudnya amal-amal kebajikan itu. Dalam khazanah Islam, banyak fakta sejarah tentang kebijakan negara yang berkeadilan dan berpemerataan untuk mewujudkan kesejahteraan. Itu semua menunjukkan bahwa sejak awal, Islam telah mengajarkan pentingnya kesejahteraan dan ajaran itu dan telah lama dipraktekkan di kalangan umat Islam baik pada tataran individual maupun kolektif. Sekarang, persoalan umat Islam pada khususnya dan dunia pada umumnya jauh lebih kompleks maka diperlukan eksplorasi ajaran, penguatan perhatian, dan reorientasi aksi terhadap problem-problem kesejahteraan.
Kesejahteraan sosial adalah suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut berbentuk pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya seperti lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman. Di samping itu, kesejahteraan juga berkaitan dengan hak asasi dan partisipasi, untuk terwujudnya masyarakat beriman dan bertakwa; Dalam masyarakat sejahtera, orang dimungkinkan bisa melaksanakan fungsi sosialnya dengan normal di tengah masyarakat. Dalam Undang Undang No. 11 Tahun 2009, Kesejahteraan Sosial, disebutkan bahwa Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosial.
Kesejahteraan sosial memilki aspek obyektif juga subyektif; aspek obyektif bisa diukur secara kuantitatif, seperti pendapatan, tingkat pendidikan dan usia harapan hidup. Aspek subyektif bisa dilihat dari persepsi tentang kepuasan atau kebahagiaan. Dalam perspektif Islam, di sinilah dimensi sabar dan syukur berperan penting dalam menentukan kebahagiaan sesorang. Dimensi spiritual seperti sabar dan syukur itu bisa menjadi sumbangan Islam yang berharga dalam memahami kesejahteraan agar pendekatannya tidak bersifat sekularistik.(IM)
Sumber: Majalah SM Edisi 1 Tahun 2021