TEGAL, Suara Muhammadiyah – Pimpinan daerah Muhammadiyah Kabupaten Tegal menghadirkan Salah satu tokoh negeri ini ini Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Agama di tahun 2014-2019 beliau adalah H. Lukman Hakim Saifuddin. Kehadiran beliau adalah sengaja diundang untuk menjadi pembicara utama dalam resepsi milad Muhammadiyah ke-109 di Kabupaten Tegal.
Acara ini ini dilaksanakan pada Ahad pagi pukul 8 sampai pukul jam 10 agenda ini dihadiri oleh warga Muhammadiyah, namun untuk menjaga protokol kesehatan peserta yang hadir dibatasi sampai 100 orang dengan protokol kesehatan yang ketat, agenda ini dilaksanakan di gedung dakwah Muhammadiyah Kecamatan Slawi.
Acara ini diawali dengan pembacaan Tilawatil Quran dan disambung dengan penampilan Musikalisasi Puisi oleh PD. pemuda Muhammadiyah. Setelah dua acara pembukaan ini H. Arif Azman, S.E selaku ketua umum pimpinan daerah Muhammadiyah Kabupaten Tegal memberikan kalam sambutan kepada seluruh jamaah yang hadir di di aula GDM.
Dalam sambutannya, Arif Azman memberikan penceraha mengenai perjuangan dalam Muhammadiyah, haruslah berpedoman dengan ilmiah rasional dan juga yang paling utama adalah dengan spiritual Rohaniah agar dalam perjuangan ini ini tetap eksis menuju ridho Allah subhanahu wa ta’ala.
Setelah pimpinan daerah Muhammadiyah Kabupaten Tegal memberikan Kalam Pembuka, Bapak H. Lukman Hakim Saifuddin dipersilakan untuk memberikan wejangan dalam acara resepsi milad ini. Adapun poin yang terpenting yang disampaikan oleh Lukman Hakim Saifudin adalah hal-hal yang berkaitan dengan dinamika keberagaman di Indonesia, salah satunya adalah sedang hangat dalam pembicaraan tempo ini adalah moderasi agama. Lukman Hakim menyebutkan bahwasanya Muhammadiyah adalah Garda terdepan dalam memberikan faham Islam wasathiyah dan juga memberikan kefahaman mengenai Islam yang berkemajuan. Muhammadiyah telah sukses memberikan kontribusi besar untuk Indonesia dari segala amal usaha yang telah diberikan kepada masyarakat secara umum.
Dalam dinamika keislaman di Indonesia, Lukman Hakim memberikan analisa, terdapat tiga tantangan besar dalam dinamika keislaman di Indonesia. Tantangan yang pertama adalah Disorientasi terhadap pemahaman Islam sendiri, atau umat Islam salah kaprah dalam memahami ajaran Islam itu sendiri. Misalnya, telah terlihat karena kesalahpahaman ini: umat Islam yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan padahal tujuan Islam itu diturunkan adalah untuk memanusiakan manusia, namun mengapa sekarang abai dengan nilai-nilai kemanusiaan itu, tegas Lukman. Ini dapat diidentifikasi terkait dengan riwayat sejarah terdahulu, terjadi aksi teror yang menyasar orang-orang yang tidak bersalah. Kesalahfaman inilah yang menyebabkan segelintir orang sampai pada menanggalkan rasa kemanusiaan.
Tantangan yang kedua terdapat segelintir kelompok internal Islam yang menafsirkan tafsir-tafsir ajaran Islam (Al-Qur;an) terlalu kontekstual yang menyebabkan liberal, dan juga ada yang terlalu tekstual, sehingga menyebabkan terlalu ekstrim. Dalam kata lain, hilangnya otoritas dalam menyampaikan agama dan tidak ada keseimbangan di antara keduanya, ketimpangan inilah yang menyebabkan salah pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Karena untuk memahami Al quran dibutuhkan orang yang mumpuni dengan otoritas ilmu yang kuat serta komprehensif. Tantangan ketiga adalah kesalahpahaman dalam memahami konteks kehidupan di Indonesia, misalnya tersebar paham hormat kepada bendera adalah syirik, apapun peraturan yang ada di pemerintah itu tidak tidak harus diikuti atau dalam taraf yang paling ekstrem mengatakan seluruh apa yang ada di pemerintahan adalah Thogut.
Mensarikan dari penjelasan di atas, salah satu sebab muncul tiga tantangan di atas adalah karena kurangnya dalam mendalami ilmu, khususnya ilmu tentang kewahyuan. Fenomena sekarang, seharusnya seorang muslim menebar nilai-nilai keselamatan dalam kemanusiaan, namun abai dengan keduanya. Sesama muslim namun menaruh rasa curiga bahkan kebencian sesama muslim sendiri, hanya berbeda dalam hal-hal yang furu’iyah. Hal-hal ini lah, yang perlu ditangani dengan memperdalam ilmu, membuka wawasan dan legowo dalam perbedaan. Wallahu ‘Alam Bi Sawab. (Reporter PPAD , Alvin Qodri Lazuardy)