MALANG, Suara Muhammadiyah -Narapidana yang keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) umumnya tidak meninggalkan kenang-kenangan yang unik. Tetapi para penghuni Lapas Perempuan II A, Malang punya semangat untuk meninggalkan jejak cerita dalam wujud buku. Antusiasme mereka terlihat saat mengikuti pelatihan dan pendampingan menulis. Mereka ingin menggelorakan semangat literasi meskipun menjadi penghuni penjara.
Acara yang bertajuk “Pelatihan dan Pendampingan Kepenulisan Sebagai Bagian dari Melek Media Pada Warga Binaan Lapas” ini diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Lapas Perempuan II A Malang (6/12/21).
Warga binaan ini tidak sembarangan. Mereka dipilih dengan ketat untuk mengikuti acara itu. “Kita seleksi dengan ketat. Sebenarnya kita ingin bebaskan semua mengikuti. Yang antusias banyak. Tetapi karena melihat efektifitas pelaksanaan maka kita pilih 40 warga binaan. Pelatihan ini penting dilakukan agar tak ada kesan mereka disini hanya dipenjara, tetap benar-benar dibina, “ tegas Hamlana Rizka AE Kepala Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan (Kasubsi Bimkemaswat) Lapas Perempuan Kelas II A Malang yang berdiri 1969 tersebut.
Saat memberikan sambutannya, M. Himawan Sutanto mengungkapkan bahwa itu tanggung jawab kita sebagai kampus untuk memberikan kemanfaatan bagi masyarakat. Kebetulan saja yang dipilh saat ini di Lapas Perempuan Kelas II A Malang.
“Saya berharap nanti endingnya para peserta membuat tulisan. Lalu dikumpulkan menjadi satu jadi sebuah buku. Kita akan carikan sponsor. Minimal mereka saat keluar punya kenang-kenangan punya buku, “ tegas Wakil Dekan III Fisip UMM itu.
Acara yang diikuti oleh 36 warga binaan ini dilakukan dalam dua cara. Pertama pelatihan dan penjelasan terkait dengan masalah teknis menulis. Kemudian mereka didampingi untuk menulis. Kemudian peserta diberikan kesempatan menulis bebas tentang pengalaman dan pengamatan mereka selama ini. Lalu dilakukan pemantauan ke Lapas lagi, kemudian setelah tulisan terkumpul bisa diterbitkan menjadi buku.
Saat diminta penjelasannya kenapa acara pelatihan dengan menulis. Widiya Yutanti, pembicara dan pendamping mengatakan, “Menulis ini bisa mengasah kreativitas. Saya menganggap bahwa semua penghuni Lapas itu punya potensi menulis. Mereka hanya tidak tahu apa yang akan ditulis. Bagaimana cara menulis. Lalu bagaimana mempublikasikannya. Nah, kita mencoba memfasilitasinya”.
Pelatihan menulis ini berkesan bagi Anisa (27) narapidana asal Malang. “Bagi saya ini bisa meluapkan rasa jenuh dan membunuh waktu. Apalagi buku yang akan kita tulis berdasarkan pengalaman kita sehari-hari. Berarti kita kan punya bahan menulis, “ tegasnya.
Pelatihan dan pendampingan menulis dilakukan oleh Widiya Yutanti, Nurudin, M. Himawan Sutanto, dan Rahadi sebagai salah satu bentuk pengabdian masyarakat. Pemilihan Lapas yang dihuni oleh 500 Narapidana, 24 tahanan dan 2 bayi karena tempat tersebut menjadi rujukan nasional binaan bagi warga. (Rpd)