YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – HAMKA, satu nama yang mempunyai peran besar dalam khasanah perjuangan Islam dan kebangsaan bahkan tidak hanya dikenal, dihormati di Indonesia bahkan di kawasan Asia Tenggara dan serta dunia Islam.
Perjuangan dan peran besarnya tersebut harus terus dikumandangkan untuk menggugah semangat perjuangan.
Hal ini mengemuka dalam serial Webinar Perjuangan Melawan Kolonialisme Kontribusi Cendekiawan Muslim di Asia Tenggara Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) : Pejuang yang Teguh dan Berhati Lembut, rangkaian acara webinar yang digelar pada Seri 6: Sabtu, 11 Desember, 2021 dengan rangkaian acara Sambutan dan Pembukaan yang disampaikan oleh Ustaz M. Habib Chirzin, Perwakilan IIIT Indonesia serta Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H., Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) / Mantan Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), yang kebetulan dimasa mudanya pernah terhubung secara langsung dengan Buya Hamka sewaktu kuliah dan menjadi marbot masjid Al Azhar Kemayoran dan banyak belajar darinya .
Presentasi pertama tentang Prof. DR H. Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), disampaikan secara mendalam oleh Prof. Dr. Nurhayati Djamas, MA, M.Si, Universitas Al Azhar Indonesia.
“Buya HAMKA adalah sosok Ulama kharismatik, ketua pertama Majelis Ulama Indonesia, banyak menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya lain seperti novel dan cerpen. Mendapat anugerah gelar Doktor Kehormatan Causa dari Universiti al-Azhar, Kaherah atas jasa-jasanya dalam penyiaran agama Islam”.
Nama asli adalah Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah pribadinya dikenal sebagai sosok seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Dilahirkan pada 17 Februari 1908 di Sungai Batang
Maninjau Kabupaten Agam Sumatera Barat dan wafat pada 24 Juli tahun 1981 di Jakarta. Ibunya bernama Shafiyah, dan ayahandanya Haji Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul adalahsalah seorang ulama penggerak Kaum Muda di Minangkau dan belajar agama di Minangkabau dan juga .
Dikenal sebagai wartawan, penulis, dan pengajar dan terutama seorang Ulama Kharismatik, meskipun pendidikan formalnya tidak lulus SD namun semangat belajarnya yang luar biasa menjadikannya seorang pujangga, penulis, wartawan dan ulama
Jejak kewartawanannya terekam dalam Khatibul Ummah (1925), Kemauan Zaman (1929), Pedoman Masjarakat(1936-1942), Pandji Masjarakat (1959-1960), Gema Islam (1962), dan Panji Masyarakat di masa Orde Baru. Sementara dari tangannya lahir pula novel antara lain Merantau ke Deli, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk.
Salah satu karya monumental Hamka adalah Tafsir Al-Azhar yang ditulisnya justru pada saat dipenjara oleh rezim otoriter Sukarno tanpa melalui proses hukum. Berbagai karya intelektual telahir lahir darinya dan karenanya gelar Doctor Honoris Causa diberikan kepada beliau pada 1958 dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir .
Pribadi Hamka yang teguh dengan pendirian,tergambar antara lain ketika Hamka terakhir mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia,karena permintaan Menteri Agama pada waktu itu, Jenderal Alamsyah Ratu Prawira Negara untuk membatalkan Fatwa MUI yang mengharamkan menghadiri Perayaan Natal Umat Kristen. Beberapa bulan setelah mundur sebagai pimpinan MUI,Hamka wafat pada bulan Juli 1981.
Bahkan Hamka tetap mau memenuhi permintaan orang yang pernah “memusuhi dan memenjarakannya,seperti Sukarno yang sebelum wafatnya meminta dishalatkan olehHamka. Permintaan itu dipenuhi oleh Hamka.
Presentasi 2 disampaikan tentang perjuangan Tan Sri Prof. Dr. Syed Muhammad Naguib al Attas dengan menghadirkan Dr. Mohd Farid Mohd Shahran, dari Institut Kefahaman Islam Malaysia. Cendekiawan muslim kontemporer ini dikenal dengan penguasaan yang mendalam tentang ilmu teologi, falsafah, metafizik, sejarah, dan kesusasteraan. Beliau juga menulis pelbagai buku dalam bidang pemikiran dan peradaban Islam, khususnya tentang sufisme, kosmologi, falsafah, dan Kesusasteraan Melayu Malaysia.
“Kolonialisme paling bahaya ialah dalam bentuk penjajahan pemikiran dan pandangan alam yang mengakibatkan kekeliruan dan kesilapan dan ilmu, berlaku kehilangan adab dan kemunculan pemimpin palsu dan pelbagai bidang karena itu penting untuk menghuraikan kembali kerangka pandangan Islam yang sebenarnya melalui pendidikan(ta’dib), ” ungkap Mohd Farid Mohd Shahran.
Acara ini juga bisa disimak melalui Youtube https://youtu.be/Z7Mc14GdlG0