YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sejak pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia, penanganan sektor publik dalam atasi pandemi tergolong kurang berhasil serta adanya indikasi kegagalan negara dalam mengendalikan penyebaran Covid-19. Dalam hal ini pada kacamata disipilin Akuntansi Publik perlunya reorientasi pengelolaan sektor publik dalam atasi krisis pandemi.
Selain itu juga, pentingnya pembangunan ekonomi untuk atasi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pembahasan tersebut dibahas oleh Dua Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof.Rizal Yaya,S.E., M.Sc., Ph.D., Ak., CA., CRP., dan Prof. Dr. Imamudin Yuliadi, SE., M.Si.
Prof.Rizal Yaya,S.E., M.Sc., Ph.D., Ak., CA., CRP., membahas tentang Akutansi Sektor Publik dan Maqasid Syariah (Refleksi Respon Organisasi Publik terhadap Pandemi Covid-19) di acara ‘Orasi Guru Besar’ yang dilaksanakan pada hari Sabtu (18/12) di Gedung AR Fakhruddin UMY.
”Pandemi Covid-19 telah merenggut banyak korban jiwa dan melalui kejadian tersebut memberi pelajaran bagi Ilmu Akuntansi dalam merespon krisis bencana melalui perlunya reorientasi pengelolaan sektor publik yang awalnya didominasi neo-liberlisme menjadi berbasis maqasid syariah,” jelas Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMY.
Prof. Rizal juga menjelaskan urgensi penggunaan pendekatan maqasid syariah dalam Akuntansi sektor publik ialah untuk mencapai kemaslahatan dan menolak mafsadah. Cara pandang neoliberal yang selama ini berkembang terbukti gagal dalam menyelamatkan manusia maupun ekonomi. Melalui mekanisme maqasid syariah ini dapat melakukan pengelolaan organisasi publik yang lebih baik.
“Seperti adanya kejelasan prioritas secara umum, kelenturan prioritas dalam kondisi-kondisi khusus serta relevan dengan solusi untuk masalah krusial publik yang tidak bisa diselesaikan oleh paradigma neoliberal, dan yang terakhir pada maqasid syariah memiliki sifat universal yang bisa diadopsi oleh semua negara yang mengedepankan kemanusiaan dan keadilan,” tambahnya.
Menurutnya, studi tentang desain akuntansi sektor publik berbasis maqasid syariah masih terbatas di Indonsia maupun Internasional.”Akan tetapi, beberapa penerapan sudah dilakukan seperti di rumah sakit, sehingga saya mengajak para pegiat akunansi sektor publik untuk mengkaji dan mendalami perspektif maqasid syariah dalam mengembangkan akuntansi sektor publik kedepan,”paparnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Imamudin Yuliadi, SE., M.Si., menjelaskan pembangunan ekonomi membutuhkan persyarat yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat.
”Pembangunan ekonomi nasional seharusnya secara bertahap untuk melepaskan ketergantungan hutang luar negeri dan mencari alternatif solusi pembiayaan pembangunan negeri untuk meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan,”tutur Doses Prodi Ilmu Ekonomi UMY.
Menurutnya di Indonesia memiliki potensi dan peluang ekonomi syariah melalui pusat industri halal yang cukup besar sehingga perlu dimanfaatkan untuk motor penggerak pembangunan nasional dan multiplier bagi sektor ekonomi.
”Selain memanfaatkan peluang, perlunya reorientasi kebijakan pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah yang juga harus diimbangi dengan kebijakan penantaan sistem sosial dan politik untuk menghindari politik oligarki dan perilaku rent seeking yang menimbulkan inefisiensi ekonomi,” pungkasnya.(Sofia)