YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Islam yang kaffah ini telah melarang segala bentuk perusakan terhadap alam sekitar, baik pengrusakan secara langsung maupun tidak langsung. Disampaikan Ketua PP ‘Aisyiyah Koordinator bidang LLLHPB Atikah M.Zaki pada pelatihan mubalighah lingkungan yang diselenggarakan LLHPB PP ‘Aisyiyah bekerja sama dengan Lazismu PP Muhammadiyah. Ahad (26/12/2021).
Kaum Muslimin, harus menjadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar. Oleh karena itu, menurut dia, seyogyanya setiap Muslim memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan hidup. “Karena pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua umat manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allâh Azza wa Jalla ini,” menurutnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup. Kata Atikah, hal itu membahayakan kehidupan manusia dan makhluk lain di muka bumi. “Karena bumi yang kita tempati ini adalah milik Allâh Azza wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai pada batas waktu yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan,” kata dia
“Oleh karena itu, manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul,” imbuhnya.
Menurut dia, terjadinya banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan penyakit Malaria akibat lubang tambang yg dibiarkan tidak ditimbun sehingga membuat genangan air dimana air tersebut akan menjadi tempat bekembang biaknya nyamuk malaria. Semua bencana itu karena ulah manusia.
Atikah menjelaskan, Allah Azza wa Jalla menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokok mereka yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat beribadah hanya kepada Allâh semata.
Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam jihâd fi sabîlillah. Oleh karena itu, dia menjelaskan, kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas.
“Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat dari perbuatan umat manusia. Allah Azza wa Jalla menyebutkan “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebahagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali,” jelasnya
Untuk menguatkan pemahaman ayat tersebut, Atikah mengutip pendapat beberapa pendapat ‘Ulama tafsir. “Ibnu Katsîr rahimahullah telah menjelaskan dalam tafsirnya makna firman Allah telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” yaitu kekurangan buah-buahan dan tanam tanaman disebabkan kemaksiatan,” ungkapnya.
“Abul ‘Aliyah berkata, barangsiapa berbuat maksiat kepada Allâh di muka bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan,” imbuhnya.
Menurut dia, setiap kali keadilan ditegakkan, akan semakin banyaklah berkah dan kebaikan. Hal itu dikuatkan dengan hadits shahih, yang artinya, “Sesungguhnya apabila seorang yang jahat mati, niscaya para hamba, kota-kota, pepohonan dan binatang-binatang melata merasakan ketenangan,”.
Atikah memaparkan bukti bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan alam sekitar adalah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang beliau jadikan sebagai salah satu cabang keimanan, perintah beliau untuk menanam pohon walaupun esok hari kiamat.
“Untuk memotivasi kita agar gemar menanam pohon, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah,”paparnya.
Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membakar areal pesawahan dan lain-lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak alam yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa kerusakan alam bukan hanya karena faktor-faktor riil seperti itu saja, tetapi kekufuran, syirik dan kemaksiatan juga punya andil dalam memperparah kerusakan alam. ”Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nabi Nuh Alaihissallam? Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan?” tanya Atikah.
Sebaliknya menurut dia, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan bumi. Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. “Dosa dan maksiat akan mendorong manusia untuk merusak dan mengotori alam ini dengan noda-noda maksiat. Maka marilah kita jaga lingkungan ini dengan berbuat baik kepada alam sekitar dan menjauh dari kemaksiyatan,syirik dan tahayul,” tutupnya.
Keluarga Sakinah
Mengusung tema “Membangun Kelestarian Lingkungan Melalui Keluarga Sakinah”. Siti ‘Aisyah, Ketua PP ‘Aisyiyah Koordinator Bidang Majelis Tabligh menjadi nara sumber pada pelatihan mubalighah linkungan hari ketiga secara daring yang diselenggarakan oleh LLHPB PP ‘Aisyiyah bekerja sama dengan Lazismu PP Muhammadiyah. Ahad (26/12/2021).
Memulai dengan mengutip surat Ar Rum ayat 21 yang artinya “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir,”.
Ayat tersebut menurut pemahaman dia, terdapat nilai-nilai dasar dan asas bangunan keluarga sakinah yaitu, tauhid (keyakinan akan keesaan Allah), Zawaj (pasangan), Sakinah, Mawaddah wa rahmah.
Tauhid yaitu keyakinan dan kesadaran bahwa semua proses dan keadaan kehidupan kekeluargaan harus berpusat pada Allah. Zawaj yaitu, suami isteri sebagai pasangan yang saling melengkapi, saling menutup kekurangan pasangannya. Sakinah yang dimaknai sebagai tujuan pembentukan keluarga yang harus terus menerus diwujudkan. Mawaddah wa rahmah yaitu cinta kasih sebagai pengikat keluarga dalam mewujudkan keluarga sakinah,”jelasnya.
Lanjutnya, keluarga Sakinah adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat sehingga masing-masing anggota keluarga dapat menjalankan peran sesuai fungsinya, dalam suasana kasih sayang untuk mewujudkan rasa aman, tentram, damai, bahagia, sejahtera dunia dan akherat yang diridai Allah.
Terkait pembinaan aspek lingkungan hidup, ‘Aisyah menyebutkan ada lima. Masing-masing aspek menurut dia tidak berdiri sendiri.
Lima aspek pembinaan keluarga sakinah merupakan satu sistim, saling melengkapi, ada inter relasi dan interdependensi. Lima aspek yang dimaksud adalah:
1. Aspek pendidikan, diarahkan pada edukasi dan pembudayaan anggota keluarga untuk melestarikan lingkungan hidup.
2. Aspek ekonomi, pelestarian LH dikembangkan ke arah income generating, untuk menambah ekonomi keluarga.
3. Aspek sosial, hukum, dan politik. Secara social, gerakan lingkungan hidup menjadi gerakan bersama dalam masyarakat dalam upaya mewujudkan qaryah thayyibah.
4. Aspek hukum, perlu ada kesadaran hukum anggota keluargan tentang regulasi yang mendorong terwujudnya pelestarian lingkungan hidup dan sangsi bagi perusak lingkungan.
5. Aspek politik, adanya political will pemerintah terhadap upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup, baik dalam wujud regulasi, kebijakan, alokasi dana, program dan kegiatan pelestarian lingkungan hidup.
Pada kesempatan itu, ‘Aisyah juga menjelaskan tentang pentingnya lingkungan hidup bagi keluarga. Lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap kesehatan, kelangsungan hidup seorang bayi dan anak-anak dan eko system serta keselamatan kehidupan manusia.
Dia menyebutkan tiga macam lingkungan hidup manusia, yaitu lingkungan biologis, lingkungan fisik dan lingkungan sosial-ekonomi.
“Masing-masing lingkungan dapat berupa lingkungan yang menguntungkan bagi kesehatan manusia dan lingkungan yang merugikan bagi kesehatan manusia,”tuturnya.
Oleh karena itu, menurut dia perlu adanya pembinaan aspek lingkungan hidup. Gerakan Penghijauan di lingkungan keluarga “Hijau Bumiku Lestari Alamku” , dan Lumbung Hidup.
“Memiliki akses dan menggunakan air bersih. Memiliki akses dan penggunaan jamban. Memberantas jentik nyamuk (3M). Mengubur barang-barang yang tidak berguna. Pengelolaan sampah berbasis keluarga,” pungkasnya.