Perlu Peran Orang Tua Cegah Kekerasan Seksual pada Anak
BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Publik Indonesia beberapa waktu lalu dihebohkan oleh terbongkarnya aski cabul oknum pendidik di Kota Bandung. Bahkan dari aksi bejatnya itu, korban sampai melahirkan anak.
Terkait hal tersebut, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung (UMBandung) Esty Faatinisa, S.Psi., S.Pd., M.Pd., mengungkapkan bahwa dari data kasus pelecehan atau kejahatan seksual kepada anak, ternyata pelakunya cenderung orang dekatdengan korban.
”Ini menjadi miris dan memprihatinkan tentunya. Harus ada upaya-upaya agar pelecehan dan apalagi kekerasan seksual terhadap anak tidak terjadi,” ujar Esty di kampus UMBandung, Jumat (24/12/2021).
Esty menjelaskan, satu di antara upaya agar pelecehan seksual tidak terjadi terhadap anak, yakni dengan cara orang tua memberikan edukasi seputar seks kepada anak-anaknya sejak dini.
Anak harus diberi pengetahuan misalkan mengenal tempat privatdan tempat umum. Kemudian anak juga diajari cara ganti pakaian atau membuka area privasi dilakukan di kamar sendiri (kalau di rumah).
”Jadi, anak diberi pengetahuan dan diajari mengenai apa yang harus dilakukan terkait dengan dirinya sendiri. Kalau misalkan buka baju atau buka area privasi tubuhnya, maka harus di tempat privasi. Di mana saja tempat privasi itu? Nah, itu harus dijelaskanoleh orang tua kepada anak dari mulai usia dini sehingga mereka mengerti teknisnya, enggak hanya teori,” tutur Esty.
Lebih lanjut Esty mengatakan, hal kedua yang harus dilakukan yakni anak harus diberi tahu bagian mana saja dari tubuhnya yang termasuk privasi.
”Mana saja bagian tubuh yang bisa dan tidak boleh disentuh orang lain. Sampai kalau di tingkat anak usia dini, edukasi hal ini sampai ada nyanyiannya, jadi nyanyian tubuh yang tidak boleh dan yang bisa disentuh, semua itu harus diketahui oleh anak, tentu dengan bimbingan orang tua,” ujar Esty.
Tuntunan Islam
Kaprodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini UMBandung ini mengungkapkan bahwa sebetulnya dalam Islam, pendidikan seputar seks untuk anak di usia dini itu sudah tersirat dan diberlakukan sejak kecil.
Contohnya, anak sudah pisah dari ayah-ibunya dari umur duatahun dan idealnya sudah harus punya kamar sendiri. Kemudian, jangan disatukan antara kakak laki-laki dan adik perempuan atau sebaliknya.
”Kelihatannya hal tersebut sederhana, tetapi sejatinya memang harus seperti itu, mereka harus punya ranah privasi masing-masing walaupun di rumah sendiri sehingga mereka akan terbiasadan bisa memahami,” ungkap Esty.
Islam sudah mengatur mengenai keharusan menutup aurat. Oleh karena itu, harus diperkenalkan kepada anak apa itu aurat dan batasannya. Tidak boleh aurat itu dipertontonkan kepada orang lain.
Misalkan anak laki-laki tidak boleh mempertontonkan auratnya kepada anak perempuan ataupun sebaliknya. Semua itu adalah teknis, ujar Esty, tetapi itu kadang-kadang tidak diketahui dan dipahami.
”Kita juga sebagai orang tua, kan kalau anak kita, misalnya saat renang, terus ganti bajunya di tempat umum, padahal di situ ada toilet khusus atau ruang ganti pakaian, sebetulnya itu tidak boleh, orang tua harus disiplin, ganti baju anak ya harus di sana (kamar ganti khusus) dan orang tua harus mendampinginya,” kata Esty.
“Apabila orang tua tidak disiplin, anak-anak akan merasa bahwa buka pakaian di tempat terbuka juga ternyata tidak apa-apa. Seakan-akan menjadi pembenaran bahwa kalau buka pakaian dimana saja itu boleh-boleh saja,” ujar Esty.
Di samping memberi anak pengetahuan mengenai pendidikan seks, hal yang tidak kalah penting menurut Esty yakni menstimulasi anak agar memiliki sikap asertif (tegas menolak).
Hal ini yang memang agak kurang (diajarkan) karena ada kebiasaan budaya timur yang enggak enakan, manut, susah untuk bilang ‘enggak, aku enggak suka,’ misalkan, padahal itu harus diajarkan tentu dengan adab-adab tersendiri.
Soal kurikulum
Bicara lebih jauh mengenai tindakan pencegahan agar pelecehan seksual bisa dicegah, Esty menilai seharusnya ada langkah konkret bahwa pendidikan seks sejak dini itu sudah masuk dan terintegrasi dengan kurikulum.
”Integrasi kurikulum itu apa? Sebetulnya sudah ada sih kalau kitasebagai guru bisa jeli. Ada tema ‘diriku’ kalau di TK, SD, di situ bisa dibilang tadi bahwa ‘tubuh saya ini miliki saya yang mana saja sih’, kan itu bentuk pengenalan juga,” ungkap Esty.
Berkaca kepada kasus pelecehan seksual terhadap anak yang akhir-akhir ini mengemuka, khususnya yang sangat menghebohkan yang terjadi di boarding shcool di Kota Bandung, Esty mengajak semua pihak menyadari kasus semacam itu bisa terjadi di lingkungan terdekat dan melibatkan orang dekat.
”Bahkan kasus pelecehan seksual terjadi di lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak-anak selain rumah mereka. Satu di antara upaya mencegah hal itu terjadi yakni dengan keterlibatan orang tua dalam mengedukasi anak-anaknya sedini mungkin mengenai pendidikan seks dan juga mengenali tubuhnya sendiri. Tentu tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus ada keterlibatan dan kerja sama semua pihak,” pungkas Esty.