Ini Masih Pandemi Bro !!!
Kang Soni (Ketua MCCC Sewon Utara) pada tanggal 31 Desember 2021 di akun medsosnya memasang foto aksi pasukan kubur cepat-nya yang hari itu sedang bertugas memakamkan jenazah pasien covid-19. Foto pemakaman di penghujung tahun itu oleh Kang Soni tak lupa disisipi pesan untuk tetap waspada dengan wabah yang sejatinya belum berakhir.
Sebagai bagian dari pelaku pertempuran melawan wabah selama 2 tahun terakhir, sangat wajar Kang Soni menyampaikan pesan kewaspadaan. Selama pandemi pihaknya telah memakamkan ratusan jenazah covid-19, juga telah menolong mengevakuasi pasien menuju ke rumah sakit rujukan covid-19. Banyak pasien yang telah diantarkan ke rumah sakit, akhirnya beberapa hari kemudian juga dikuburkan oleh tim MCCC Sewon Utara.
Omicron
Pada tingkat pusat, Muhammadiyah sejauh ini telah merespon perkembangan varian baru omicron yang memiliki daya penularan lebih besar. Jauh sebelum Kemenkes mengumumkan case pertama omicron, MCCC PP Muhammadiyah dengan narasumber dokter Corona Rintawan telah mengadakan sosialisasi cara perlindungan keluarga dari bahaya omicron.
Sosialisasi sejak awal yang dilakukan Muhammadiyah tentang omicron, seolah menjadi sesuatu yang kurang populer. Realita di semua lapisan masyarakat termasuk warga Muhammadiyah sendiri, sudah mengalami kejenuhan dengan sekian banyak dinamika informasi pandemi. Namun demikian, persyarikatan ini tetap bertahan untuk mengedukasi masyarakat demi mencegah memburuknya situasi pandemi dengan hadirnya varian omicron.
Sejarah mencatat betapa sekitar Januari hingga April 2021, Muhammadiyah sempat menjadi mahluk aneh dan lucu ketika terus lantang mengajak menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan pola hidup bersih. Sementara banyak pihak saat itu memandang pandemi covid sekedar sandiwara politik yang penuh konspirasi semata.
Sikap Muhammadiyah yang berbasis ilmiah itu akhirnya terbukti kebenarannya ketika di Bulan Mei 2021 angka penderita covid-19 melonjak tak terkendali. Walhasil Bulan Juni dan Juli 2021 terjadi krisis layanan kesehatan yang memilukan ditandai dengan parade kematian di seantero negeri.
Saat itulah pihak-pihak yang selalu menggiring opini publik bahwa pandemi covid-19 sekedar konspirasi politik internasional sama sekali tidak bisa mempertanggungjawabkan kesesatan yang disebarkannya. Mereka semua terbukti pengecut dan culas, sehingga memilih tiarap dalam persembunyian agar tidak tertular virus covid-19.
Sementara di pihak lain, Muhammadiyah yang sebelumnya dianggap mahluk aneh tampil dengan segenap potensinya dengan semangat ta’awun untuk negeri, buah teologi Al Ma’un yang ditanamkan oleh Kyai Ahmad Dahlan sejak lebih dari seabad silam. Tidak hanya mengubur jenazah dan merawat pasien covid semata, Muhammadiyah bahkan menanggung logistik dan menyantuni keluarga yang menjalani isolasi. Muhammadiyah Bantul bahkan membantu menjualkan hasil panen petani yang ambyar di pasaran gara-gara pandemi, sehingga tetap terjual dengan harga yang layak.
Penyebar HOAX kembali beraksi
Penghujung tahun 2021, Kemenkes telah merilis data penderita covid varian omicron. Para pasien mayoritas memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri, namun telah terdeteksi pula pasien transmisi lokal tanpa riwayat perjalanan internasional. Menurut Kemenkes para pasien ini sebelumnya telah mendapatkan vaksin covid-19 lengkap 2 dosis. Status para pasien sejauh ini tanpa gejala, kendati demikian pemerintah Indonesia segera bertindak mencegah penularan selanjutnya.
Rupanya keterangan dari Kemenkes itu langsung direspon dan digoreng dengan keji oleh pihak-pihak yang gemar bikin gaduh tanpa menghiraukan keselamatan sesama. Gorengan lezat difokuskan pada pernyataan Kemenkes bahwa sejauh ini semua pasien omicron yang terdeteksi sebelumnya telah mendapatkan 2 dosis lengkap vaksin covid-19.
Dikatakan oleh si penggoreng bahwa “vaksin tidak ada gunanya karena semua yang terkena omicron sudah divaksin”. Si penggoreng dengan meyakinkan juga mengambil simpulan bahwa “pernyataan Kemenkes itu cukup menjadi alasan untuk menghentikan program vaksin”. Lebih konyol lagi si penggoreng minta “pemerintah menghapus bayaran nakes untuk memvaksin agar tidak menjadi ajang mencari duit”. Bahkan dengan logika sesatnya si penggoreng berteriak agar “orang yang divaksin dilarang datang ke tempat umum karena lebih berpotensi menularkan virus ke orang lain”.
Gorengan itupun viral di media sosial, tentu kita berharap publik tidak percaya dengan bualan itu. Apabila publik terpengaruh maka berbahaya karena dapat memancing pembangkangan massal dengan tidak mentaati protokol kesehatan serta pola hidup bersih dan sehat. Pihak-pihak yang rajin menggiring opini bahwa pandemi merupakan konspirasi politik global juga kembali mendapatkan panggungnya. Selanjutnya yang terjadi adalah gelombang kegaduhan yang kontraproduktif dengan upaya penanggulangan covid-19.
Kemenkes pastinya kesulitan menangkal serangan HOAX itu, karena sebagian elemen bangsa ini memang sudah antipati dengan pendapat versi pemerintah. Semua disangkutpautkan dengan hiruk pikuk konstelasi politik nasional di tahun 2014 dan 2019 yang berbuntut sengketa di Mahkamah Konstitusi. Maka peran persyarikatan Muhammadiyah untuk mencerahkan bangsa benar-benar dibutuhkan. Selain memiliki kompetensi karena pemain lawas di dunia pendidikan, kesehatan, dan sosial keagamaan, persyarikatan ini tidak memiliki beban politik sebagai bagian dari kekuasaan.
Kendati masyarakat kita banyak melek teknologi informasi, namun banyak yang fakir kompetensi dalam menelaah berita. Maka dengan semangat Al-Ma’un MCCC dan semua jajaran persyarikatan perlu memberi santunan pemahaman guna menangkal sesat pikir yang dapat memperburuk keadaan. Masyarakat perlu dipahamkan bahwa cakupan vaksin Indonesia per 31 Desember 2021 mencapai 77,74% dosis pertama dan 54,76% dosis kedua. Maka jika di antara 100an pasien omicron adalah orang yang telah divaksin 2 dosis lengkap, bukan berarti bisa ditarik simpulan bahwa yang bisa terkena omicron adalah orang yang telah mendapatkan vaksin lengkap. Angka 100an pasien omicron belum bisa mewakili populasi jutaan orang Indonesia yang telah mendapatkan vaksin.
Sejauh ini dari 100an pasien omicron juga tanpa gejala ataupun bergejala ringan, dengan riwayat telah mendapatkan vaksin lengkap. Maka masyarakat perlu dicerahkan bahwa gejala ringan itu kemungkinan karena karena sudah memiliki kekebalan tubuh pasca divaksin. Jika belum divaksin kemungkinan bisa terdampak dengan gejala yang lebih berat. Kita perlu ingat ketika berjangkit varian Delta masyarakat belum banyak yang divaksin sehingga saat itu selain penyebaran covid-19 di Indonesia massif juga banyak yang bergejala serius bahkan mengalami perburukan dan kematian.
Minim teladan
Gelombang HOAX memang sulit ditangkal, apalagi tindakan para pejabat tinggi di Indonesia sering kali tidak layak menjadi teladan. Mereka gemar berfoto bersama tanpa mengenakan masker. Ini makanan empuk untuk dikritik, bahkan bisa digoreng menjadi isyu penguat paham bahwa pandemi hanyalah konspirasi elit politik global.
Foto-foto aktivitas para petinggi negeri tanpa mengenakan masker akhirnya banyak digoreng dengan narasi menarik bahwa protokol kesehatan hanya untuk rakyat kecil, dan covid tidak berbahaya buktinya para pejabat tidak melaksanakan protokol kesehatan. Hal ini sangat mengganggu upaya kampanye penanggulangan pandemi covid-19, karena sebagian elemen bangsa menggunakannya sebagai alasan pembenar mengendorkan protokol kesehatan.
Pencerahan perlu terus diberikan oleh Muhammadiyah kepada umat yang sebagian masih fakir dalam kompetensi menganilis berita. Tentu kita sangat berharap peran para pejabat tinggi untuk memberi teladan perilaku kepada rakyat. Karena harapan itu tidak terpenuhi, paling tidak perlu kita berikan pengertian kepada masyarakat bahwa para pejabat tinggi itu dilindungi oleh layanan kesehatan nomor wahid. Rapor medis mereka selalu terpantau hingga bisa diyakini kondisinya sangat fit untuk beraktifitas bersama dengan melepas masker.
Sementara masyarakat biasa itu hanya dikawal oleh Puskesmas dan pastinya sebagian besar jarang melakukan periksa kesehatan. Jarang sekali masyarakat Indonesia yang mengetahui kondisi rapor medisnya. Maka sebaiknya dalam berperilaku tidak perlu mengikuti para pejabat tinggi. Biarlah mereka foto-foto tanpa masker berkerumun, mungkin dengan cek kesehatan rutin mereka sudah yakin dirinya dan juga para koleganya semua sehat wal afiat.
Sementara kita masyarakat biasa yang tak pernah tahu rapor kesehatannya, sebaiknya tetap memilih perilaku untuk mengamankan diri dengan penerapan protokol kesehatan serta perilaku hidup bersih dan sehat. Jangan sampai perilaku para pemimpin yang keliru malah ditiru. Islam itu sudah komplit, bahkan jika imam sholat-pun melakukan kesalahan sudah ada mekanisme untuk mengingatkannya. Semoga mekanisme pengelolaan negara kita berjalan dengan semestinya, sehingga yang memiliki fungsi mengawasi selalu melakukan tugasnya dengan benar. Aamiin.
Yudha Kurniawan, Sekretaris MCCC PCM Sewon Selatan, Kader Tapak Suci Bantul