Muhammadiyah di Lampung dalam Dokumen Intelijen Hindia Belanda Tahun 1939

Lampung

Muhammadiyah di Lampung dalam Dokumen Intelijen Hindia Belanda Tahun 1939

Oleh: Kuswono

Setelah mengikuti Kongres sejarawan Muhammadiyah rasa penasaran tentang Muhammadiyah Lampung kembali muncul. Memang tak dipungkiri bahwa Sejarah selalu memiliki sisi menarik. Sejarah merupakan pondasi, identitas, salah satu sumber edukasi bagi generasi saat ini dan yang akan datang. Sejarah menjadi landasan munculnya inspirasi, inovasi untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan objek sejarah menjadi bagian dari rekreasi yang sampai saat ini masih digandrungi masyarakat Indonesia. Ini pula yang dikatakan Prof. Kuntowijoyo dalam bukunya Pengantar Ilmu sejarah yang legendaris itu.

Pada penelusuran kali ini masih mengumpulkan mengenai pergerakan Muhammadiyah di Lampung sebelum kemerdekaan. Dokumen Mailrapport Politieke Verslager Lamongsche Districten menjadi dokumen yang akan dibahas kali ini. Dokumen laporan yang didapatkan yakni laporan 3 bukan terakhir tahun 1939 (Oktober, November, Desember) dan dua bulan awal tahun 1940 (Januari, Februari).

Dokumen ini didapatkan dari Arsip Nasional Indonesia (ANRI) dalam usaha penelusuran arsip tahun 2019, sudah lama didapat namun maru kemuka kembali pada saat ini. Cukup disayangkan yang didapat baru 5 bulan sebagaimana disebutkan di atas. “Mailrapport Politieke Verslager” dibuat setiap bulan sebagai laporan resmi berbahasa Belanda. Laporan kegiatan politik ini penting bagi pemerintah Hindia Belanda setidaknya dijadikan sebagai alat control, spionase terhadap aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan politik dan sosial kemasyarakatan.

Pemerintah Hindia Belanda sebagaimana wataknya selalu menaruh curiga pada kegiatan-kegiatan perkumpulan kaum intelektual pribumi. Saat itu karersidenan lampung dipimpin oleh G.W. Meindersma dengan kepala Dinas Intelejen Politik (Politieke Inlichtingen Dienst) di Residen Lampung bernama H.E.J. Oosterwijk.

Mailrapport Politieke Verslager melaporkan mengenai eksistensi partai politik dan organisasi-organisasi sosial. Isinya beragam laporan mengenai kegiatan organisiasi dan partai politik. Dokumen Mailrapport (Oktober 1939-Februari 1940) membahas mengenai kegiatan yang dilakukan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Muhammadiyah, Al Hidayah, Nahdlatul Ulama, Ahli Sunnah wal Jamaah, Islam Wathan, Darul Ulum, Taman Siswa, Hok Kian Hwe Koan, Nederlandsch Indische Planterbond, Al Irsyad, Comite Toonel Muda Sepakat, Pergabungan Pemuda Menggala, Persatuan Minangkabau, Minangkabau Sepakat, Mekemapi, Parindra, Comite Aksi Ramai, Taman Persatuan Islam, Comite Atsanawiyah Menggala, Perkumpulan Memperbaiki Hasil Tanah, (Permhata) Hoo Hap, Hwa Kiauw Ken Chin Sah. Selain itu terdapat juga laporan mengenai kegiatan tokoh-tokoh politik lokal Lampung.

Mengenai Muhammadiyah di Lampung pada mailrapport tercatat beberapa kegiatan. Pada laporan bulan Oktober 1939 tercatat kegiatan pertemuan antar anggota muhmamadiyah. kegiatan digagas oleh Cabang Muhammadiyah di Telokbetong, dan Gedong Tataan. Pertemuan terbuka (musyawarah) pada malam tanggal 30-1 Oktober 1939 diketuai oleh Roegimin Sekretaris Muhammadiyah Cabang Telukbetung. Pertemuan tersebut dihadiri oleh kurang lebih seribuan peserta laki-laki dan 400-an perempuan serta anak-anak.

Kemeriahan tergambar pada kegiatan pertemuan itu. Kegiatan diawali dengan arak-arakan oleh anak-anak, sebagai penggembira acara. Acara pertemuan tersebut mengahdirkan beberapa pembicara. Pembicara pertama adalah seorang tokoh Muhammadiyah bernama Hasan Adnan. Pembicara kedua yakni Atmawidjaja. Rupanya tema pembahasan cukup sensitif dan dianggap menyinggung pemerintah. Hasan ceramah mengenai Kewadjiban Ummat Islam terhadap Anak Jatim dan “Persatoean” (persatuan).

Isi materi yang dianggap memprovokasi masyarakat terkait dengan Kewajiban menunaikan heerendienst (kerja wajib) atau membayar dengan uang sebanyak f 9 bagi masyarakat pribumi. Ini yang menimbulkan pihak keamanan Hindia Belanda memaksa memberhentikan pidato Hasan Adnan. Mairapport mencatat polisi setelah memperingkatkan peringatkan dua kali atas isi pidato Hasan Adnan, namun rupanya hasan tetap pada ceramahnya yang menyinggung pemerintah. Sampai ahirnya hasan dipaksa berhenti berpidato karena pembicaraan dianggap mempropokasi masyarakat yang menyangkut politik dan menyinggung kebijakan pemerintah. Demikian yang terjadi di Teluk Betung.

Pada bulan berikutnya masih dalam dokumen mailrapport melaporkan mengenai pembentukan grup (sekarang ranting) Muhammadiyah Metro. Pada dokumen tersebut mengatakan bahwa Ranting Muhammadiyah Metro dibentuk atas prakarsa Ali Suhudi. Ranting Muhammadiyah Muhammadiyah Metro berkedudukan di Metro Kecamatan (Onderdistrict) Sukadana. Susunan pengurus Ranting Muhammadiyah Metro ialah Sosrosudarmo seorang mantri Kesehatan terpilih sebagai Ketua Ranting. Wakil ketuanya yakni Muhammad Chajat seorang Pengulu di Metro.

Sekretaris Ranting ialah Dasim seorang guru sekaligus kepala sekolah. Komisaris ialah Muhammad Ali, Pramuwarto, dan Partowijogo. Jumlah anggota Muhammadiyah di Metro pada awal pembentukan sudah cukup banyak, sekitar 50 orang menjadi anggota Muhammadiyah di bawah ranting Muhammadiyah Metro. Wilayah Ranting Muhammadiyah Metro cukup luas yakni pada wilayah kolonisasi Trimurjo, Metro dan Gedong Dalam. Tentu ini karena jumlah penduduk yang masih belum padat dan memang hampir semuanya adalah kaum kolonis.

Ditempat yang berbeda pada kurun waktu yang berdekatan yakni tanggal 7, 8, 9, dan 11 Oktober 1939, pertemuan umum juga diadakan oleh Anggota Muhammadiyah di Menggala, Pagardewa dan Bandar Dewa. Kegiatan di tiga desa ini berbarengan dengan akhir persekolahan menjelang hari libur Puasa. Pada tanggal 18 November 1939 diadakan rapat umum oleh aisyiyah serentak di Menggala, Penumangan, Bandardewa, Negera Batin (Kota Agung), Kota Bumi, Tanjungraja, dan Talang Paris.

Tema pembicaraan tentang merawat orang miskin dan anak yatim seperti yang ditentukan oleh hukum Islam. tidak ada rincian tentang pertemuan dapat disebutkan. pada hari lebaran (november 1939) Muhammadiyah melaksanakan shalat Idul Fitri di Lapangan diberbagai desa yakni di Telukbetung, Gadingrejo, Metro, Kotabumi, dan Menggala.

Selain kegiatan yang dilaksanakan oleh para kader Muhammadiyah, rapat umum Pemuda Muhammadiyah juga diadakan di Telokbetung dan Menggala pada tanggal 1 Januari 1940. Pemuda Abdul Aziz dan Haji Mukaffi memimpin pertemuan pemuda Muhammadiyah yang dihadiri oleh 140 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Pertemuan berjalan lancar karena memang yang dibicarakan bukanlah hal yang menyinggung terhadap pemerintah.

Dalam pertemuan di Teluk betung beberapa pembicara berbicara, tetapi terutama berbicara tentang masalah agama dan pendidikan. pada tanggal 21 Januari pemuda Muhammadiyah di negara batin juga mengadakan rapat umum yang diketuai oleh Ahmad. 150 orang hadir, termasuk perempuan. semua pembicara membincangkan tema tentang masalah agama dan organisasi.

Konferensi Muhammdiyah juga dilaksanakan wilayah Muhammadiyah kotabumi di Bukit Kemuning. Konferensi diadakan pada tanggal 26-27 Januari 1940. Pada malam hari tanggal 26-27 Januari diadakan musyawarah anggota yang dihadiri oleh 300 pria dan wanita. Konferensi dipimpin oleh Haji Mughni Rais, saat itu sebagai ketua Muhammadiyah Kotabumi. Selain pembahasan mengenai Gerakan dakwah Muhammadiyah juga terdapat pertunjukan panggung yang juga ditampilkan selama konferensi.

Keterampilan para anggota Muhammadiyah menjadi bagian dari kemeriahan konferensi, selain itu juga pertunjukan dijadikan sebagai ajang untuk mengumpulkan infak dari anggota-anggota Muhammadiyah. Hasil infak terkumpul NLG 40 yang digunakan untuk kepentingan konferensi. Konferensi yang diadakan di Bukit Kemuning memperoleh putusan yakni meminta badan hukum dari pemerintah sesuai dengan keputusan yang diambil dalam kongres di Medan. keputusan-keputusan selanjutnya menyangkut urusan-urusan internal dan terkait dakwah Muhammadiyah di wilayah Lampung.

Laporan yang dihasilkan oleh Politieke Inlichtingen Dienst (PID) ini menmang cukup singkat dan selalu mengawasi terkait gerak-gerik kaum intelektual pribumi. Namun demikian keberadaanya memberikan informasi yang penting untuk menggali Gerakan-gerakan organisasi masa pemerintahan Hindia Belanda termasuk perkembangan Persyarikatan Muhammadiyah di Lampung. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan mengenai Muhammadiyah di Lampung.

Kuswono, Dosen Pendidikan Sejarah, Universitas Muhammadiyah Metro

Exit mobile version