Asyiknya Belajar Perubahan Iklim Lewat Nobar Film Semesta
PEKALONGAN, Suara Muhammadiyah – SMK Muhammadiyah Pekalongan bersama dengan Organisasi Kemitraan melakukan kegiatan nonton bareng film “Semesta”. Murid-murid tampak antusias memenuhi gedung A.R. Fahrudin SMK Muhammadiyah Pekalongan (Kamis, 13 Januari 2022).
Kegiatan ini merupakan upaya penyadartahuan terhadap kaum muda khususnya pelajar terkait isu perubahan iklim yang terjadi di kota Pekalongan. Kota Pekalongan yang berada di titik Pesisir Utara Jawa Tengah termasuk kawasan dengan garis pantai yang paling parah perubahannya, karena akresi (perubahan garis pantai menuju lepas) maupun abrasi (pengikisan pantai yang diakibatkan oleh tenaga gelombang laut). Selain kedua hal tersebut, faktor penurunan tanah dan rob juga menyebabkan perubahan iklim yang damapknya luar biasa terhadap kehidupan warga kota Pekalongan.
Kegiatan nonton film “Semesta” dibuka oleh Hj. Lies Triati Nur, S.H., S.Pd., M.Si kepala SMK Muhammadiyah Pekalongan. Dalam sambutannya beliau menyampaikan pentingnya menjaga ekosistem lingkungan. Hal itu bisa dimulai dari diri sendiri dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, mengurangi sampah plastik dengan tidak membeli minuman dalam kemasan, dan tidak boros menggunakan air agar kelak anak cucuk kita masih bisa merasakannya. Hal senada juga diungkapkan oleh Hatta selaku koordinator kegiatan dari organisasi Kemitraan, “Melalui kegiatan ini akan tumbuh intelektual organik yang mampu adaptif dengan perubahan iklim dan melakukan inovasi agar kita mampu survive untuk menghadapinya.” Beliau juga menuturkan pentingnya keterlibatan generasi muda untuk memperbaiki perubahan iklim serta kelestarian sumber daya alam khususnya di kota Pekalongan.
Film “Semesta” merupakan film dokumenter karya sutradara Chairun Nissa dan diproduseri oleh Nikolas Saputra ini masuk nominasi film dokumenter terbaik FFI 2018. Film yang bercerita tentang tujuh sosok dari tujuh provinsi di Indonesia mampu menarik perhatian murid-murid. Mulai dari tokoh pertama Tjokorda Raka Kerthysa, seorang tokoh budaya di Ubud, Bali, bersama segenap umat Hindu menjadikan momentum Hari Raya Nyepi sebagai hari istirahat alam semesta. Sampai pada tokoh yang terakhir Soraya Cassandra, petani kota pendiri Kebun Kumara, Jakarta. Anak-anak fokus menyimak setiap cerita dari masing-masih tokoh, karena di film ini mereka tidak hanya belajar tentang perjuangan ketujuh tokoh untuk menjaga iklim, tetapi juga belajar tentang keberagaman budaya, agama, dan toleransi.
Setelah selesai menonton film Semesta yang berdurasi 1 jam 28 menit tersebut, kegiatan dilanjutkan dengan Forum Grup Diskusi (FGD). Kegiatan FGD dipandu oleh Lintang Sekar (Ketua IPM), dia cukup piawai dalam memandu diskusi. Ada tiga pertanyaan yang diajukan sebagai pemantik FGD pada setiap kelompok. Pertanyaan pertama, terkait tentang apa pesan dari film yang paling menginspirasi. Pertanyaan kedua, perserta diminta menyebutkan masalah lingkungan sekitar sebagai dampak krisis iklim. Pertanyaan ketiga, perserta diminta untuk membuat rencana aksi nyata terkait permasalahan yang muncul di pertanyaan kedua.
Murid-murid tampak antusias dalam sesi diskusi. Mereka menyampaikan pendapatnya tanpa ragu dan berpikir bagaimana cara menanggulangi permasalahan krisis iklim yang ada di lingkungan sekitar. Seperti jawaban dari kelompok 1, “Kurang sadarnya akan dampak penggunaan plastik yang berlebih terutama pada penggunaan botol air mineral dan plastik dari bungkus makanan ringan.” Kelompok 1 juga menyampaikan aksi nyata yang akan mereka lakukan, yakni mengampanyekan gerakan bawa botol minum dari rumah dan mengurangi penggunan sampah plastik.
Gagasan dari kelompok II juga tidak kalah menarik. Kelompok II menyampaikan kurang maksimalnya pemanfaatan sumber daya alam dan justru semakin masifnya perusakan alam seperti penebangan ilegal yang menyebabkan longsor dan banjir di daerah perbukitan sekitar Kab. Pekalongan. Bahkan di kota Pekalongan sendiri penceraman lingkungan akibat limbah batik sangat memprihatinkan. Aksi nyata akan mulai mempromosikan alat yang dibuat oleh SMK Muhammdiyah Pekalongan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) agar bisa dimanfaatkan dan dimaksimalkan oleh masyarakat Pekalongan untuk menanggulangi pencemaran lingkungan akibat limbah batik.
Dari berbagai hasil diskusi murid setiap pemandu mencoba menarik benang merahnya dibantu oleh Mas Hatta agar hasil diskusi dari kegiatan nonton bareng film “Semesta” ini bisa menjadi aksi nyata yang bisa diimplementasikan sebagai program gerakan di sekolah. Dari hasil simpulan diskusi ada beberapa aksi nyata yang akan diwujudkan oleh murid-murid SMK Muhammadiyah Pekalongan. Antara lain, rencana untuk melakukan gerakan bawa botol minum sendiri dan mengampanyekan pengurangan penggunaan plastik. Kemudian, mempromosikan produk kreatif dari SMK Muhammdiayah terkait bidang teknologi untuk mencegah pencemaran lingkungan, seperti IPAL, Trubin Spilar (pembangkit listrik). (Hendra /RK