Menjaga Gerbong Besar Muhammadiyah
Oleh Prof DR H Haedar Nashir, M.Si.
Alhamdulillah Muhammadiyah berusia lebih satu abad dan terus berkiprah tidak kenal lelah untuk memajukan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta. Beberapa waktu lalu Nasyiatul Aisyiyah bermilad ke-89. Sebelumnya Pemuda Muhammadiyah memperingati usia ke-88 tahun. Tanggal 19 Mei Aisyiyah milad ke-103 tahun disertai gerakan Sapa Guru khususnya untuk guru PAUD dan TK ABA. Begitu juga organisasi otonom lainnya yaitu IPM, IMM, Tapak Suci, dan Hizbul Wathan. Jika ditambah lagi Majelis, Lembaga, Amal Usaha, dan institusi lain di lingkungan Persyarikatan dari Pusat sampai Ranting sungguh besar Muhammadiyah itu.
Jaringan organisasi Muhammadiyah paling meluas di seluruh Indonesia dan mancanegara. Mereka yang bergabung dengan Muhammadiyah datang dari berbagai lapisan masyarakat luas di kota dan di pedesaan. Aset Muhammadiyah baik yang bergerak maupun tidak bergerak sangatlah besar, jika dihitung berapa ribu triliun. Mungkin tidak ada organisasi dakwah dan kemasyarakatan yang besarnya dari berbagai aspek kualitatif dan aset melebihi Muhammadiyah. Muhamamdiyah seperti Holding Company yang besar, begitulah kata Mohammad Jusuf Kalla.
Kekuatan Muhammadiyah
Peran dan kontribusi Muhammadiyah lebih dari satu abad sangatlah besar dalam membangun umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta. Kiprah seperti ini kualitatif, sehingga jika dikuantitatifkan sangatlah besar pula. Belum para tokohnya yang ikut membangun negara Indonesia dan telah diangkat menjadi Pahlawan Nasional seperti KH Ahmad Dahlah, Nyai Walidah Dahlan, Soedorman, dr Soetomo, Djuanda, Mas Manaur, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Kahar Muzakkir, Buya Hamka, dan lainnya. Soekarno dan Fatmawati pun Muhammadiyah.
Jasa Muhammadiyah dan Aisyiyah serta para tokohnya sangatlah tak ternilai bila dibandingkan dengan materi. Amaliah Muhammadiyah dengan seluruh komponennya, termasuk Aisyiyah, sangatkah nyata sampai di akar-rumput. Sedikit bicara, banyak bekerja, itulah etos gerakan Muhammadiyah. “Muhammadiyah itu telah, bukan akan berkiprah untuk bangsa ini”, kata Prof Malik Fadjar.
Muhammadiyah itu “ibarat negara dalam negara”, ujar Prof Musa Asya’ari, mantan Rektor UIN Yogyakarta. Prof Nurcholis Madjid menyebut Muhammadiyah organisasi Islam modern terbesar bukan hanya di Indonesia bahkan di dunia Islam. Hal sama diakui James Peacock, peneliti Muhammadiyah dari Amerika Serikat. Presiden Soekarno menyatakan “Makin Lama, Makin Cinta Muhammadiyah”. Presiden Soeharto menyatakan “Siapa tidak kenal Muhammadiyah?”.
Jadi, betapa besar Muhammadiyah itu. Muhammadiyah itu kata Prof Mukti Ali, ibarat kereta api, gerbongnya banyak atau besar. Sehingga masinis, kru, dan penumpangnya tidak boleh sembarangan. Sekali semaunya sendiri akan berakibat fatal bagi seluruh gerbong dan para penumpannya. Ibarat pesawat terbang, Muhammadiyah itu Airbus komersial, yang pilotnya harus pandai dan piawai, rutenya juga sudah mapan, tidak boleh semau diri. Beda dengan pesawat tempur, pilotnya boleh bermanuver akrobatik, itupun tetap tidak boleh sembarangan karena akan diserang musuh dengan gampang. Itulah gerbong besar bernama Muhammadiyah.
Mungkin bagi sebagian orang di internal Persyarikatan dianggap Muhammadiyah itu masih kurang terus. Sebagai sikap muhasabah itu penting. Namun jangan sampai menghilangkan pandangan objektif tentang kelebihan, keunggulan, dan kebesaran Muhammadiyah sambil terus memperbarui dan memajukan gerakan Islam ini. Jika pihak lain bangga dan percaya dengan Muhammadiyah, kita yang ada di dalam harus menjaga dan membesarkannya terus, tapi tidak dengan sikap negatif.
Seluruh anggota, kader, dan pimpinan Muhammdiyah di berbagai tingkatan, komponen, dan amal usaha harus memiliki kebanggaan akan organisasi ini. Tumbuhkan kebanggaan bermuhammadiyah, karena dengan itu semua akan memiliki komitmen yang kuat, sehingga lahir ghirah dan militansi gerakan. Organisasi tanpa rasa bangga namanya kerumunan sosial. Gerakan ini berfondasikan dan berbingkai Islam sebagaimana dipedomani Muhammadiyah dalam nalar bayani, burhani, dan irfani yang kokoh dan berkemajuan. Itulah ruh berhammadiyah.
Menjaga Muhammadiyah
Karenanya jagalah Muhammadiyah agar tidak disalahgunakan, dimanfaatkan, dan dijadikan tunggangan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Boleh jadi ada yang niatnya baik tetapi belum tentu caranya baik bagi Muhammadiyah. Apalagi sekadar menjadi alat bagi kepentingan orang perorang dengan pola pikir dan tujuannya sendiri-sendiri yang kelihatan benar dan baik tetapi sejatinya tidak sejalan dengan prinsip, kepribadian, khittah, dan kepentingan Muhammadiyah.
Kalaupun ada yang mau beramar-ma’ruf nahyu-munkar, perhatikan dengan seksama apakah benar-benar berdasarkan musyawarah dan keputusan organisasi atau hanya langkah sendiri yang belum tentu sejalan dengan Muhammadiyah sebagai persyarikatan. Anggota m kader, dan pimpinan Muhammadiyah jangan mudah terprovokasi dan terbawa arus isu-isu yang membuat setiap orang berpersepsi dan bertindak sendiri-sendiri. Jika itu terjadi gerbong besar Muhammadiyah akan terkorbankan, yang akibatnya luas dan berat bagi nasib gerakan. Kalau orang perorang atau organisasi kecil mungkin resikonya terbatas, tetapi tidak bagi Muhammadiyah. Di situlah tanggungjawab luhur anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah.
Muhammadiyah menghargai sikap demokratis dan hak anggotanya untuk berpikir dan bertindak yang positif, termasuk dalam bernahyu-munjar terhadap kondisi bangsa. Tetapi tidak dapat mengatasnamakan organisasi dan membawa kemauan sendiri dengan memakai institusi Muhammadiyah. Pakailah saluran sendiri tanpa membawa-bawa nama serta atribut Muhammadiyah, begitulah kata Pak Anwas Abbas selaku Ketua PP Muhammadiyah. Bukanlah Muhammadiyah bertindak otoriter, tetapi berorganisasi itu ada saluran dan mekanismenya sendiri yang diletakkan dalam sistem Persyarikatan. Perorangan tidak boleh melampaui organisasi.
Jangan menafsirkan sendiri keadaan dan pikiran tentang keadaan dengan menggunakan dalih amar-ma’ruf nahyu-munkar secara personal. Muhammadiyah itu organisasi yang memiliki sistem. Muhammadiyah dan para pimpinannya dari pusat sampai bawah juga selama ini menunaikan amar-ma’ruf nahyu-munkar dengan menggunakan koridor organisasi. Jika menganggap Pimpinan Muhammadiyah tidak beramar-ma’ruf nahyu-munkar maka pendek sekali cara pandangnya. Lihatlah keseluruham langkah dan kebijakan Muhammadiyah sebagai sistem. Ini bukan apologi, tetapi kenyataan yang sebenarnya.
Memang tidak semua keadaan kebangsaan itu serbapositif dan selalu ada masalah, tetapi Muhammadiyah tidak dapat mengambil-over seluruhnya. Masing-masing pihak di negeri ini memiliki posisi dan perannya sendiri. Muhammadiyah tidak dapat menanggung semuanya atasnama amar-ma’ruf nahyu munkar. Jika tidak puas dengan langkah Muhammadiyah silakan pakai saluran lain tanpa membawa Muhammadiyah. Insya Allah Pimpinan Muhammadiyah dari Pusat sampai Ranting masih memiliki komitmen untuk beramar-ma’ruf nahi-munkar secara organisasi sesuai prinsip, kepribadian, khittah, dan musyawarah yang berlaku dalam Persyarikatan.
Kalau orang perorang dalam organisasi berjalan atau bergerak sekehdaknya berdasarkan persepsi dan pikirannya sendiri-sendiri lantas untuk apa ada organisasi? Organisasi hadir karena dirinya memiliki sistem di mana anggotanya harus menyesuaikan diri dengan sistem itu, bukan siatem yang harus menyesuaikan dengan orang. Di sinilah hakikat dan keberadaan berorganisasi yang bersandar pada sistem, bukan pada personal. Justru karena sistem inilah yang membuat Muhammadiyah besar dan mampu bertahan serta bergerak lebih dari satu abad.
Sekali lagi Muhammadiyah itu gerbong besar yang harus mempertimbangkan banyak hal dalam bertindak dan melangkah secara bertanggjawab. Tanggungjawab kolektif dan sistem, bukan sikap perorangan dan personal. Jadi, jagalah gerbong Muhammadiyah yang besar dan telah menapaki perjuangan abad kedua dengan barisan yang kokoh sebagaimana perintah Allah:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS Ash-Shaff: 4).
Sumber: Majalah SM Edisi 8 Tahun 2020