Menengok Sejarah Kehadiran Islam di Masjid Tua Amerika Serikat
Oleh: Azhar Rasyid
Terdapat perbedaan pendapat tentang asal usul kehadiran Islam di AS. Pertama, pandangan bahwa Muslim telah berlayar ke Amerika beberapa abad sebelum Christopher Columbus menginjakkan kakinya di sana pada akhir abad ke-15. Kedua, pemikiran bahwa Muslim yang paling mula datang berasal dari Senegambia, Afrika Barat, dan datang ke Amerika pada awal abad ke-14. Ketiga, pendapat bahwa di antara kru kapal Columbus terdapat Muslim yang turut berlayar ke Dunia Baru itu. Walau tidak cukup banyak bukti tersedia untuk memastikan versi yang akurat, yang jelas kedatangan Islam di Amerika Serikat berkaitan erat dengan perkembangan global setidaknya di masa empat abad silam seperti pelayaran antarsamudera, kemunduran kekuasaan Islam di Spanyol, dan perdagangan budak Afrika ke Amerika.
Sekitar sepuluh persen dari budak Afrika yang dijual ke Amerika beragama Islam. Namun, sebagai budak yang tidak merdeka, mereka tidak bisa menjalankan ajaran agamanya dengan bebas. Mereka juga tidak terorganisir, ini yang menjelaskan mengapa tidak ada lembaga Islam yang mereka dirikan ataupun warisan budaya dan artefak yang mereka tinggalkan. Dalam adaptasinya dengan lingkungan di Amerika, ada sebagian di antara mereka yang menanggalkan identitas keislamannya sehingga perlahan-lahan berkuranglah jumlah Muslim di Amerika.
Tapi, ada perubahan besar di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Ini adalah masa ketika AS sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan perkembangan industri yang cepat. Puluhan ribu imigran Muslim datang ke AS. Mereka adalah generasi selanjutnya Muslim di Amerika, dan kali ini bukan lagi dari kalangan budak yang dijual. Mereka datang ke AS dengan berbagai alasan, mulai dari untuk menghindari konflik di negeri asalnya hingga untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik di negara baru ini. Mereka pun tidak lagi berasal dari Afrika, melainkan dari bagian dunia Islam yang lain, di antaranya berasal dari dunia Arab, Asia (khususnya Asia Tengah dan Asia Selatan) serta Eropa Timur.
Berbeda dengan generasi awal Muslim di Amerika yang hampir tidak meninggalkan artefak sebagai tanda eksistensi mereka, Muslim di awal abad ke-20 ini berhasil membangun masjid sebagai pusat aktivitas keagamaan sekaligus aktivitas sosial di komunitas masing-masing. Sejumlah masjid lawas inipun masih bertahan hingga kini, dan menjadi saksi tentang perjuangan kaum Muslim di tanah yang berjarak ribuan kilometer dari tanah kelahiran mereka, dengan budaya dan alam yang jauh berbeda.
Sejarawan yang juga direktur Center for Arab American Studies di Universitas Michigan-Dearborn, Sally Howell, menyebut bahwa masjid pertama yang dibangun di AS berlokasi di Chicago. Dibangun pada tahun 1893, masjid ini sebenarnya merupakan bagian dari pameran World’s Columbian Exhibition di kota itu dalam rangka memperingati 400 tahun pelayaran Columbus ke Amerika. Kota ini dipilih karena lokasinya yang mudah dijangkau lantaran akses jalan rayanya yang sudah bagus. Di dalam pameran di area seluas 280 hektar itu didirikan beragam replika bangunan bersifat temporer yang khas dari puluhan negara di dunia. Salah satu di antaranya ialah masjid yang mewakili Islam dan Mesir karena dibangun dengan arsitektur yang serupa dengan Masjid Qait Bey, masjid bersejarah yang didirikan di Kairo tahun 1472 oleh Dinasti Mamluk. Lewat masjid inilah masyarakat AS bisa melihat secara langsung rupa dan fungsi masjid.
Selama pameran, masjid yang diletakkan di jalan yang diberi nama Jalan Kairo (Cairo Street) ini dikelola oleh para pekerja, penjaga dan imam. Untuk menguatkan nuansa eksotik Timur, mereka mengenakan pakaian seperti di kampung halaman mereka. Azan dikumandangkan lima kali dalam sehari dari masjid itu, lalu imam memimpin shalat yang diikuti baik oleh para pengelola masjid maupun para pengunjung Muslim yang datang ke pameran itu. Pameran itu berlangsung selama enam bulan (1 Mei-30 Oktober 1893), dan pada saat penutupan acara, masjid itupun ditutup sedangkan para pengelolanya kembali ke negeri asalnya.
Masjid dalam pengertian sebuah bangunan permanen yang murni dipakai sebagai tempat ibadah serta pusat aktivitas komunitas Muslim di AS baru hadir beberapa dekade kemudian. Pendirian dan pengelolaannya pun kini tidak lagi dilakukan oleh Muslim yang datang ke AS hanya untuk sementara waktu, melainkan oleh para imigran yang memang berencana untuk tinggal seterusnya di AS. Salah satu masjid yang paling awal di abad baru adalah sebuah masjid yang didirikan para imigran Muslim di Highand Park, Michigan, pada tahun 1921.
Delapan tahun kemudian, di Kota Ross, North Dakota, berdiri pula sebuah masjid lain. Pendirinya adalah komunitas migran Muslim asal Suriah dan Lebanon yang sejak awal abad ke-20 datang ke sana dan membuka lahan. Masjid ini sempat tidak terpakai dan mengalami kerusakan karena jumlah penduduk Muslim Ross yang berkurang dari waktu ke watu. Barulah pada tahun 2005 masjid ini diperbaiki kembali.
Selain dua masjid di atas, ada beberapa masjid lain yang juga menjadi saksi kehadiran Islam di AS, khususnya sejak seabad silam. Di antaranya ialah Masjid Al-Sadiq di Chicago (yang didirikan oleh komunitas Ahmadiyah tahun 1920), Masjid Dearborn di Michigan (dibangun oleh kelompok Muslim Amerika di Dearborn tahun 1938), masjid dan pusat Islam di California Selatan (dibangun oleh komunitas Muslim setempat tahun 1952) dan masjid serta pusat Islam di Washington yang mulai dipakai untuk publik tahun 1952 (didirikan atas inisiatif beberapa tokoh penting seperti Duta Besar Mesir untuk AS saat itu, Mahmood Hassan Pasha, dan para diplomat Muslim lainnya).
Masjid yang disebut terakhir ini, masjid dan pusat Islam Washington, menempati posisi yang spesial karena upacara peresmiannya, lima tahun setelah pembukaannya, dihadiri oleh Presiden AS, Dwight D. Eisenhower. Di dalam pidato sambutannya, sang presiden menyebut bahwa ia mendapat kehormatan untuk datang ke acara peresmian bangunan yang ia sebut sebagai ‘salah satu bangunan terbaru dan terindah di Washington’ itu. Menariknya, Eisenhower tak hanya menekankan bahwa umat Islam mempunyai hak untuk mendirikan tempat ibadahnya di AS tapi juga bahwa ia mengapresiasi sumbangan para cendekiawan Islam di masa lalu pada peradaban dunia. Ia menyebut tentang pencapaian ilmuwan Muslim di bidang kedokteran dan astronomi, yang menurutnya memberi banyak manfaat pada berbagai bidang kehidupan manusia.
Yang tak kalah menariknya adalah masjid yang dikenal sebagai Mother Mosque atau Masjid Induk. Masjid yang didirikan tahun 1938 ini berlokasi di Cedar Rapids, Iowa, dan awalnya disebut sebagai The Moslem Temple (Kuil Muslim). Banyak pihak menyebut bahwa ini adalah masjid pertama yang memang secara khusus didesain sebagai sebuah masjid. Masjid ini diberi nama Mother Mosque oleh Thomas Irving, pemikir terkemuka Kanada-Amerika (yang menganut Islam sejak tahun 1950an) sekaligus penulis yang pertama kali membuat terjemahan Al Qur’an dalam bahasa Inggris Amerika, atau dikenal juga sebagai Al Qur’an pertama versi Amerika (yang terbit tahun 1985). Sebagian pihak menyebutnya sebagai suatu tafsir, karena penerjemahannya yang didesain untuk sesuai dengan konteks sosiologis Muslim di Amerika Utara.
Bentuk bangunan Mother Mosque khas, dengan bangunan yang memanjang, serupa bangunan sekolah, dan dinding yang terbuat dari kayu. Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini menyimpan benda-benda bersejarah, termasuk Al-Qur’an dan permadani lawas yang berasal dari Kekaisaran Turki Usmani. Hanya saja, 74 tahun setelah pendiriannya, tepatnya tahun 2008, masjid ini dilanda banjir besar, dan kedua warisan historis itu beserta sejumlah buku dan dokumen lainnya turut rusak. Namun, bangunan masjid tetap utuh, dan masih tetap dapat digunakan hingga kini. Bangunan masjid ini juga dianggap sebagai salah satu bangunan bersejarah di Kota Cedar Rapids.
Untuk ukuran usia, memang masjid-masjid di AS tergolong muda dibandingkan dengan masjid lain di luar dunia Arab, bahkan bila dibandingkan dengan masjid-masjid di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Namun, masjid-masjid ini menjadi simbol dari kehadiran komunitas Muslim di suatu negeri yang jauh dari wilayah inti Islam, perjuangan mereka untuk menjalankan ibadahnya, berbagai masalah yang harus mereka hadapi, seni arsitektur Islam khas Amerika Utara, dan sebagai suatu pertanda bahwa kaum Muslim di AS kini telah menjadi bagian integral dari sejarah dan memori publik AS.
Azhar Rasyid, Penilik sejarah Islam
Sumber: Majalah SM Edisi 15 Tahun 2020