Resiliensi Akademisi dan Politik Pendidikan

Akademisi

Resiliensi Akademisi dan Politik Pendidikan

LAMONGAN, Suara Muhammadiyah – Pengalaman yang perlu saya bagi kepada pembaca. Pengalaman yang menandakan kemenangan perhelatan kebutuhan refreshing saya dalam liburan tahun baru, Ahad (2/1/2022)

Tepat pada hari kedua pagi hari pukul 10.00 WIB tahun 2022, di mana sebagian besar orang-orang memilih menghabiskan minggu pertama dengan berlibur bersenang-senang sebagai penanda kemapanan ekonominya.

Namun, tidak dengan Muhammadiyah dan kami. Justru kami bersama team Promosi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Lamongan (FEB Umla) memilih menyibukkan diri dengan berkumpul, berbagi informasi dan mendengarkan para tokoh Muhammadiyah dalam sebuah kegiatan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) kecamatan Solokuro.

Sebuah kecamatan yang memiliki 10 desa dan 20 dusun. Dengan basic culture pertanian yang kuat dan masyarakat yang guyub di kabupaten Lamongan.

Sebagai orang Lamongan asli, menyadari bahwa potensi pertanian daerah ini berbanding lurus dengan hebatnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkannya.

Beberapa tokoh besar Muhammadiyah yang sekaligus akademisi Nasional juga lahir dari desa-desa di kecamatan Solokuro ini seperti Prof.DR. Muslan Abdurahman, SH., MH., DR. Moeslim Abdurrahman dan banyak tokoh akademisi dan cendekiawan muslim Nasional lainnya.

Acara sillaturrahmi yang diselenggarakan oleh Dikdasmen Muhammadiyah kecamatan Solokuro tersebut menampilakan beberapa tokoh terbaik Muhammadiyah yaitu Drs. H. Husnul Aqib, MM., Ir. Sudarusman, Ali Mahfudl (ketua DPP PAN Kabupaten Lamongan), juga hadir Akademisi sekaligus politikus santun Muhammadiyah yang duduk di Komisi X DPR RI yaitu Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si.

Pada pembicara pertama dan kedua menuturkan kepada Guru-guru Muhammadiyah agar tetap menjalin dan membuka jejaring demi Islam yang berkemajuan dan rahmatan lil alamiien untuk mempersiapkan tantangan pendidikan masa depan.

Ketiganya juga berpesan agar guru-guru melek literasi digital untuk kemajuan pendidikan.

Sedangkan Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si. selain berpesan agar para guru selain pintar teory mendidik hendaknya tidak melupakan mendidik dengan passion, agar kualitas anak didik dilingkungan sekolah Muhammadiyah lebih baik.

Lebih menarik lagi, ketika sang professor kelahiran Tulungagung Jawa Timur yang mewakili daerah pemilihan X (Gresik dan Lamongan) ini menuturkan daya juangnya sebagai seorang akademisi sekaligus politikus.

Reseliensi politik dan kemapanan sebagai akademisi tersirat dalam tutur katanya “orang Muhammadiyah, guru-guru Muhammadiyah saya harapkan tidak lagi anti politik.

Dengan ikut berpolitik kita tahu kedepan arah pendidikan kita akan kemana. Jika kita faham politik maka AFF kita mungkin tidak akan kalah.

PROF Zainudin mengatakan sudah banyak komentator dan penonton, ada baiknya kita cari pemain yang faham lapangan dan mau berjuang demi Islam dan Muhammadiyah.”

Beliau juga mengkritisi janji-janji pemerintah dan beberapa perjuangan yang sudah beliau lakukan sebagai anggota DPR RI terkait nasib guru honorer dan janji pemerintah akan megangkat satu juta guru honorer menjadi PNS di tahun 2020. Faktanya sampai sekarang tak kunjung tuntas.

Kekurangan guru di Indonesia yang dalam janji kampanye presiden Jokowi tahun 2019 akan diangkat satu juta guru honorer. Sampai November 2020 baru terangkat 500 guru ASN dan nanti PPPK/P3K.

Lalu, apa bedanya PNS, ASN dan PPPK/P3K ? Tentu pembedanya cuman ada diperjanjian kontrak kerja yang jika berkinerja baik akan dikontrak lagi tahun berikutnya.

Berbeda yang langsung menjadi PNS. Sayangnya ada yang lupa disampaikan oleh bliau, Prof Zainuddin Maliki, ia tidak menyampaikan strategi bagaimana para guru Muhammadiyah berstrategi menghadapi gelombang rewarding proffesi sebagai ASN/P3K.

Sampai tulisan ini baru sempat ditulis, Ahad, 23 Januari 2022 Muhammadiyah kehilangan 3000-an guru yang pindah ke sekolah sekolah negeri karena kebijakan pengangkatan guru honorer menjadi ASN, dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK/P3K) dilingkungan kementrian pendidikan dan kebudayaan ini.

Bagai sebuah aplikasi baru yang belum tahu penggunanya. Arah politik pendidikan dan keberpihakan kaum guru terhadap janji proffesinya Muhammadiyah juga dihadapkan pada fakta kehilangan hari ini yang juga mengingatkan saya pada sebuah pernyataan guru besar perbandingan dan sastra Universitas Columbia, Edward Said “every empire tells itself and the world that it is mission is not to plunder and control but to educate and liberate” yah mendidik sekaligus membebaskan pada pilihan mensejahterakan atau berperang dalam perjuangan adalah aplikasi yang menarik dimainkan.

Menuruni tangga, terdengar jelas dengan senyum yang bersahaja dan santun berkata kepada saya “kamu harus Profesor di UMLa ya…”. Aamiin…Insyaallah Prof. sosok panutan semoga seluruh tokoh yang berjuang melalui caranya sehat selalu danQ dilindungi dari fitnah perjuangan. (Mahfudhoh/FRS)

Exit mobile version