PR Muhammadiyah Banyak
Oleh: Prof DR H Haedar Nashir, M.SI.
Alhamdulillah kepedulian warga, kader, dan pimpinan Muhammadiyah terhadap persoalan-persoalan keumatan dan kebangsaan semakin tinggi. Termasuk dalam mencermati dan menghadapi isu-isu global atau internasional. Hal itu menggambarkan orientasi outward-looking atau daya-lihat ke luar makin baik dan meluas. Suatu modal sangat penting untuk menyebarluaskan dan berperan dalam menjalankan misi dakwah Muhammadiyah dalam memajukan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta.
Namun cara pandang tentu juga harus diperluas agar melihat atau membaca serta menyikapi persoalan-persoalan keumatan, kebangsaa, dan kemanusiaan semesta itu juga sama luasanya. Sebagaimana dalam keputusan Muktamar ke-47 di Makassar tentang isu-isu strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal. Harus selalu ada analisis keadaan, cara pandang, dan sikap atau solusi yang ditawarkan sebagaimana kepribadian Muhammadiyah.
Dengan demikian anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah tidak asal ikut-ikutan arus dalam menanggapi isu tanpa tiga matra berpikir: analisis, perspektif, dan tawaran solusi. Artinya tidak asal mengusung isu dan terbawa isu orang atau pihak lain tanpa keseksamaan pemikiran. Apalagi sekadar bereaksi secara emosional tanpa informasi dan pengetahuan yang mencukupi.
Keseimbangan
Masalah keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan itu banyak dan luas sifatnya. Masalah politik, ekonomi, budaya, keagamaan, ideologi, dan sebagainya seringkali saling mengait dan kompleks. Peristiwa yang terjadi pun tidak selalu satu aspek, sering saling terkait. Bila ada informasi melalui media sosial bahkan harus dilakukan tabayun agar tidak ikut sebagai penyebar dan pereaksi hoaks. Kalau ada kasus cermati dengan seksama dari berbagai pihak dan sudut pandang. Suatu masalah biasanya tidak selalu sederhana.
Jika dalam memahami Islam perlu bayani, burhani, dan irfani maka dalam membaca kehidupan pun perlu trilogi berpikir keislaman itu. Dinamika keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta pun perlu dijelaskan secara bayani, burhani, dan irfani agar tidak miopik atau rabun dekat. Pola pikir irfani juga penting agar dalam membaca dan menyuarakan kebenaran atau isu apapun dengan jiwa ihsan tanpa amarah, dendam, dan hawa nafsu. Jangan memandang masalah secara hitam-putih atau memakai kacamata kuda.
Apalagi sekadar ikut irama media sosial yang asal posting dan asal reaksi, sering isunya pun hoaks atau perlu klarifikasi dan konfirmasi yang seksama. Isu yang sudah jelas pun perlu dibaca dengan bayani, burhani, dan irfani tadi. Dalam kacamata dakwah bahkan perlu disertai pendekatan bil-hikmah, wal–mauidhat al-hasanah, wa-jadilhum bil-laty hiya ahsan (QS An-Nahl: 125). Bukankah Muhammadiyah dan kita yang berada di dalamnya bertumpu dan memperjuangkan nilai-nilai luhur itu sebagai misi dakwah dan tajdid yang berfondasi dan berbingkai Islam?
Asas keseimbangan pun penting. Selain masalah keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal; harap diingat dengan seksama kita para anggota, kader, dan lebih-lebih pimpinan Muhammadiyah di berbagai tingkatan dan struktur organisasi memiliki tugas utama pula ke dalam yaitu mengurus hajat hidup organisasi atau persyarikatan dengan segala aspek dan kaitannya. Sikap seksama adalah ciri orang berilmu (ulul albab) yang memperoleh hidayah dan termasuk orang yang bertaqwa sebagaimana firman Allah, yang artinya: “yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS Az-Zumar: 18).
Urusan Muhammadiyah
Perhatian terhadap isu-isu luar penting. Tetapi sama pentingnya memperhatikan dan mengurus kepentingan Muhammadiyah. Apalagi bagi para pimpinan yang diserahi amanat Persyarikatan. Bagaimana kondisi organisasi di lingkungan masing-masing apakah hidup, statis, atau malah tidak terdengar aktivitas dan keberadaannya? Termasuk bagaimana kondisi Asiyiyah dan organisasi otonom beserta majelis, lembaga, dan amal usaha di seluruh tanah air hingga ke pelosok terjauh?
Apakah amal usaha pendidikan berkembang baik dan unggul di banding lembaga pendidikan miliki lembaga lain? Termasuk TK ABA dan PAUD yang jumlahnya lebih dari 20 ribu yang dikelola Aisyiyah, berkembangkah semuanya? Begitu pula dengan amal usaha kesehatan, sosial, ekonomi, dan unit-unit aktivitas produktif lainnya di Persyarikatan.
Apakah pengajian umum, anggota, kader, dan pimpinan berjalan sebagaimana mestinya? Apakah masjid dan mushalla di lingkungan Muhammadiyah terurus dengan baik sehingga tidak diisi atau dikelola pihak lain yang berbeda paham? Apakah anggota dan simpatisan Muhammadiyah bertambah atau sebaliknya berkurang? Menurut salah satu lembaga survei, anggota Muhammadiyah sedikit sekali. Jika benar, perlu dicari akar masalahnya. Kualitas memang penting, tetapi kuantita juga sama pentingnya.
Apakah para da’i atau mubaligh Muhammdiyah makin banyak, berkualitas, terlatih, dan tersebar luas di seluruh segmen sosial masyarakat? Lebih-lebih di kalangan awam, milenial, dan yang lebih heterogen? Demikian pula kader Muhammadiyah di berbagai bidang kehidupan lainnya. Hadirkah Muhammadiyah dan para anggotanya di lingkungan masing-masing? Jika ada survei yang menyebutkan jumlah anggota makin sedikit, bagaiaman kondisi dan peran Muhammadiyah di setiap lingkungan di mana di situ terdapat anggota, kader, dan pimpinan.
Ketika era pandemu Covid-19 ini alhamdulillah melalui MCCC, Aisyiyah, dan semua institusi bergerak luar biasa. Apakah para pimpinan Muhammadiyah memikirkan dengan seksama nasib Rumah Sakit dan amal usaha saat ini dan pasca pandemi agar selain mampu bertahan juga bertumbuh dengan baik dan berkualitas. Musibah ini sangat berat beban sosial ekonominya, bagaimana antisipasi Muhammadiyah menghadapinya.
Saat ini dunia media sosial makin menjadi dunia dan kebiasaan kita sehari-hari. Apakah dalam bermedsos sekadar ikut arus dan tenggelam di dunia sosial yang baru ini minus produktivitas? Termasuk produktif dalam menyebarkuaskan ide, pikiran, dan pesan Muhammadiyah untuk mencerdaskan, memajukan, dan mencerahkan kehidupan? Kehidupan diri, keluarga, dan lingkungan sekitar. Sebab kalau tidak pandai-pandai memanfaatkan dan menyikapinya dengan dewasa dan bertanggungjawab, medsos itu dapat mengecoh kita menjadi kecanduan, pembodohan, dan menguras energi hidup sehari-hari tanpa sesuatu yang bermakna dan berfaedah utama.
Begitu pula dengan tradusi Webinar. Di kala Covid-19 dan untuk keperluan berilmu sangatlah baik. Namun manakala tidak proporsional dan berlebihan, boleh jadi sekadar memuaskan hasrat diri dan kepentingan sesaat belaka. Apalagi jadi ajang “kemewahan baru”. Semuanya memerlukan keseimbangan (tawazun) dan sikap tengahan (tawasuth). Tawazun wa tawasuth itu bukan sekadar harmoni tanpa makna dan fungsi, apalagi dianggap tidak perkasa dan digdaya. Itu ajaran Islam yang meniscayakan kita sebagai “ummatan wasatha li-takuunuu syuhadaa ‘ala al-nas” (QS Al-Baqrah: 143) sebagai salah satu ciri “Khayra Ummah” yang menjadi tujuan Muhammadiyah.
Terlalu asyik memperhatikan dan mengurus urusan luar, tetapi abai dengan urusan Muhammadiyah di dalam tentu tidak bijaksama. Khaira al-umur awsathua, sebaik urusan yang tengahan. Pekerjaan Rumah (PR) Muhammadiyah sangatlah besar, berat, dan sarat tantangan. Masalah di dalam organisasi Muhammadiyah juga kian kompleks. Jika kita abai dan tidak otimal dalam mengurus Muhammadyah, boleh jadi Muhammadiyah hanya kelihatan besar dari luar tetapi keropos di dalam. Quuu anfusakum wa ahlikum naara, jagalah diri dan kekuargamu dari siksa api neraka (QS At-Tahrim: 6).
Mana mungkin Muhammadiyah mampu berperan dalam kehidupan keutaman, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta jika Muhammadiyah sendiri tidak kuat dan unggul. Bukankah tangan di ata itu lebih baik daripada tangan di bawah? Tidak mungkin Muhammadiyah menjadi kuat dan mandiri bila tidak diurus dengan seoptimal mungkin. Dengan kesungguhan dan pengorbanan. Sudahkan kita para pimpinan betul-betul mengerahkan tenaga, pikiran, perhatian, dan pengorbanan untuk kebesaran dan kejayaan Muhammadiyah?
Kyai Haji Ahmad Dahlan berpesan, “Menjaga dan memelihara Muhammadiyah bukanlah suatu perkara yang mudah. Karena itu aku senantiasa berdoa setiap saat hingga saat-saat terakhir aku akan menghadap kepada Illahi Rabbi. Aku juga berdoa berkat dan keridlaan serta limpahan rahmat karunia Illahi agar Muhammadiyah tetap maju dan bisa memberikan manfaat bagi seluruh ummat manusia sepanjang sejarah dari zaman ke zaman.”
Muhammadiyah harus kuat di dalam dan keluar. Terlalu banyak bicara termasuk via medsos, jangan sampai melalaikan kita bekerja. Muhammadiyah akan mampu berperan keluar jika di dalam sudah selesai dengan dirinya. Faaqidu asy-syai laa yuthi, mana mungkin Muhammadiyah mampu memberi sesuatu manaka dirinya tidak memiliki sesuatu. Jangan sampai kesayikan kita memperhatikan dunia luar, lupa mengurus “Pekerjaan Rumah” Muhammadiyah. Jangan seperti burung merak atau mercusuar dan fatamorgana!
Sumber: Majalah SM Edisi 14 Tahun 2020