Prof Taufik Kasturi: Psikolog Muslim Jangan Terjebak Lubang Biawak
SURAKARTA, Suara Muhammadiyah – Shahran Kasim selaku koordinator Pembelajaran Online IIIT Asia Timur dan Tenggara (The International Institute of Islamic Thought ) / Institut Internasional Pemikiran Islam kembali membuka rangkaian seri kuliah daring Psikologi Islam dengan tema Kajian Konsep & Riset Mutakhir yqng berlangsung secara daring pada Selasa, 08 Feb 2022 bersama Prof. Dr. Taufik Kasturi, S.Psi., M.Si., Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sementara Prof. Habib Chirzin menyampaikan bahwa “kajian konsep Psikologi Islam sangat mendasar, baik bagi pengajar, praktisi dan peneliti apalagi di masa pandemi ini, Psikologi resiliensi dan kesehatan mental di perkotaan muncul timbulnya ketidakpastian dan perubahan akan menimbulkan masalah psikologis, pandangan Islam apa yang dapat ditawarkan Psikologi Islam pasca Covid dan omicron?”.
Prof. Dr. Taufik Kasturi, S.Psi., M.Si., Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam paparannya mengungkapkan bahwa Perspektif Psikologi Islam adalah melihat segala sesuatunya dengan konsep Islam dalam hal ini adalah pandangan dari Al Qur’an dan As Sunnah. Psikologi Islam menggunakan sumber – sumber rasional dan sumber – sumber kitab yang empiris untuk mempelajari hal –hal fisik dan metafisik, yaitu bersumber Al Qur’an dan Sunnah.
Berabad sebelum sebelum Masehi munculnya psikologi di Eropa telah tumbuh pemikiran di Yunani yang berkembang kemudian tenggelam di masa kegelapan sampai masa pencerahan. Ada pemikiran Socrates, Plato dan sebagainya yang lebih terfokus pada sifat alam.
Sementara cendekiawan muslim mempelajari, mendokumentasikan dan mempraktekkan psikoterapi holistik, manajemen medis untuk gangguan, perawatan psikiatri, dan perawatan kognitif. Secara historis, bagi cendekiawan muslim, inspirasi, motivasi, dan penelitian berdasarkan bukti empiris dan kitab suci.
Di antara para Filsuf Islam telah melahirkan karya-karya yang sangat mendalam dan bahkan masih banyak digunakan sebagai dasar pemikiran modern, Ibnu Sina (980-1037 M) menyampaikan hakehat jiwa dan macamnya, dari sini lahir kata-kata yang masyhur yang terdapat dalam Risalah al quwa an Nafsaniyah bahwa “siapa yang mengenal diri (jiwanya), maka ia mengenal Tuhannya”.
Imam al Ghazali (1058-111 M) melahirkan apa yang disebut teori kimia kebahagiaan (alalkimiawi as sa’adah) dan juga Ibnu Miskawalih (932-1030 M) yang menulis tentang tahdzibul akhlaq dll.
Jadi pemikiran psikologi Islam sudah muncul sejak ribuan tahun sebelumnya, jauh sebelum ilmu Psikologi yang lahir di Barat.
Teori psikologi Barat yang dikenalkan oleh Wilhem Wundt di Leipzig pelan –pelan menjauhkan umat Islam dari agamanya karena dasar pemikirannya yang memang berbeda.
Prof Malik Badri, dalam buku The Dillema of Muslim Psychologist merasa gusar dengan teori-teori Psikologi Barat, terutama tentang psikologi behaviourisme tentang hukum kausalitas, teori reward punishment, alangkah rendahnya manusia yang hidupnya hanya berdasar oleh dorongan-dorongan yang timbul dalam dirinya.
Dari rangkaian uraian Taufik Kasturi bahwa Psikologi Islam terutama di Indonesia lahir dari proses dan pergulatan yang lama dan kegelisahan di satu sisi dan semangat membangun psikologi Islam pemikiran yang tercetus dalam Simposium Psikologi yang di gelar di UMS pada 1994.
Selanjutnya terus lahir dengan berbagai kajian dan forum yang akhirnya menjadi embrio apa yang dikenal dengan Psilokogi Islam yang mendasarkan seluruh bangunan teori-teori dan konsep-konsepnya kepada Islam dan tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan juga apa hakekat jiwa sesungguhnya.
Jangan sampai psikolog muslim “terjebak ke dalam lubang biawak,” terlalu larut dalam pemikiran Barat sehingga terhisap ke dalam pemikiran dan ilmu dan melupakan akar Tauhid dan Islamnya.