Daulat Pangan, Berdikari di Negeri Sendiri
Oleh: Deni Asyari
Daulat pangan, menjadi kata yang manis terucap namun jauh dirasa oleh rakyat negeri ini. Berpuluh-puluh tahun, negeri yang katanya sekeping tanah surga, gemah ripah loh jinawi, tapi masih saja terjadi kelangkaan berbagai kebutuhan sektor pangan di negeri ini.
Negeri agraris yang alamnya sangat hijau, namun tak berberas. Negeri yang katanya sebagai penguasa sawit dunia, tapi tak berminyak. Negeri yang katanya sebagai pemilik lepas pantai terpanjang di dunia, tapi bergaram, dan negeri yang katanya pengelola kebun tebu, tapi tak bergula.
Nyaris hampir semua kebutuhan pangan, baik sektor pertanian maupun peternakan, tergantung pada kebijakan impor. Bahkan mata rantai suplay hulu dan hilir sektor pangan, bukan lagi dikendalikan oleh rakyat dan negeri ini. Negara pun, seakan-akan juga “bertekuk lutut ” dengan kekuatan oligarkhi segelintir pemilik modal.
Bahkan sebagian besar lahan di negeri ini, dikuasai oleh sekelompok kecil oligarkhi. Merekalah yang menentukan semua proses produksi, harga dan pasar di negeri ini. Sehingga rakyat bukan saja berhadapan dengan kelangkaan produk pangan, tapi juga dengan permainan harga pasar yang tak terkendali.
Kadang di saat petani memasuki musim panen, produk impor tiba-tiba mengintervensi harga. Sehingga, harga petani menjadi rusak dan ujung-ujungnya rugi. Bahkan dikemudian hari, tidak sedikit dari petani maupun peternak yang harus gulung tikar.
Daulat Pangan
Dalam genggaman para oligarkhi dan predator ekonomi, sektor pangan bukan lagi menjadi hak dan barang publik. Melainkan menjadi sebuah komoditi yang murni untuk bisnis dan diperdagangkan.
Tidak ada konsep daulat pangan, apalagi untuk rakyat berdikari di negeri sendiri. Karena hampir semua kebutuhan pangan, dikendalikan oleh “tangan-tangan tak tampak” yang mengusai seluruh pengelolaan bisnis pangan. Sehingga, ujung-ujungnya, kebutuhan pangan diserahkan pada daulat pasar.
Sementara daulat pangan, adalah wujud untuk menegaskan bahwa makanan sebagai hak dan barang publik, bukan semata-mata sebagai barang komoditas. Sehingga daulat pangan memperhatikan konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal sekaligus pemenuhan hak manusia untuk menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang menekankan sistem pertanian berbasis keluarga dan berdasarkan prinsip solidaritas.
Sebagaimana konsep daulat pangan yang diutarakan oleh La Via Campesina (1996), sebagai penggagas gerakan kedaulatan pangan. Bahwa daulat pangan adalah hak masyarakat atas pangan yang sehat dan sesuai secara budaya yang diproduksi melalui metode ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dan hak mereka untuk menentukan sistem pangan dan pertanian mereka sendiri.
Jadi daulat pangan, sesungguhnya mewujudkan rakyat berdikari di negeri sendiri. mengelola dan menikmati setiap hasil olahan pangan dalam negeri. Bukan membanjiri kebutuhan pangan dengan produk-produk impor yang sering merugikan rakyat negeri ini.
Oleh karenanya, semua cara-cara yang menyerahkan daulat pangan ke tangan para oligarkhi dan predator ekonomi harus segera dihentikan. Pemerintah tentunya harus hadir dengan serius, melakukan penguatan-penguatan sumberdaya lokal dan potensi anak negeri ini, untuk menciptakan iklim baru dalam pengelolaan pangan negeri ini.
Karena negeri ini sesungguhnya sangat kaya dan sangat subur. Tidak semestinya soal beras, gula, daging, minyak, ikan, bawang, dan lain sebagainya kita harus impor ke berbagai negara yang alamnya tidak tidak sebaik negeri ini.
Tapi, lagi-lagi ini bukan soal alam dan negeri kita. Namun bisa jadi ini masalah mentalitas dan political will para pemangku amanah negeri ini. Apalagi, di bawah tekanan para oligarkhi yang mudah menawarkan berbagai kesenangan sesaat.
Maka oleh karena itu, rakyat tentu tidak boleh diam. Walau semua sudah jadi bubur, tapi kita tetap harus optimis, bahwa masih banyak jalan dan peluang untuk mengkapitalisasikan potensi alam negeri ini agar pada saatnya nanti, daulat pangan untuk berdikari di negeri sendiri, tidak hanya indah dibicarakan, tapi juga bisa dinikmati oleh generasi anak cucu nanti.
Dan BulogMU serta Logmart sebagai sayap usaha di bawah Suara Muhammadiyah, sesungguhnya hadir sebagai ikhtiar untuk mewujudkan cita-cita itu. Agar melalui pola dan skema berjamaah, semangat untuk mengadirkan daulat pangan bisa menjadi semangat berjamaah dan semua rakyat negeri ini.
Mari terus konsolidasikan semua potensi alam negeri ini, untuk dapat menjadikan rakyatnya berdikari di negeri sendiri. Wallahu’alam bishawab. InsyaAllah
Deni Asyari, Direktur Utama PT Syarikat Cahaya Media/Suara Muhammadiyah