Sekilas Sejarah Australia – Turki

Sekilas Sejarah Australia - Turki

Sekilas Sejarah Australia – Turki

Meskipun Australia pernah terlibat perang dengan Turky pada awal abad ke-20, namun dewasa ini kedua negara memiliki hubungan yang baik atau tidak punya masalah yang signifikan. Pasca perang dunia kedua, Australia dan Turky menjalin hubungan yang semakin akrab.

Kedua negara pernah menandatangani perjanjian kerja sama pada tahun 1950-an. Antara lain adalah pengiriman tenaga kerja dari Turky untuk ditempatkan di berbagai proyek strategis di Australia. Antara lain adalah pembangunan rel kereta api dan pekerjaan instalasi listrik hingga ke pedalaman Australia. Sebagian besar tenaga kerja tersebut terus bermuki dan menjadi warga negara Australia, demikian pula para keturunannya.

Kehadiran tenaga kerja Turky ini membawa dampak terhadap keberadaan umat Islam di Australia. Jumlah umat Islam terus bertambah secara signifikan. Berbeda dengan umat Islam yang berasal keturunan Timur Tengah, Muslim keturunan Turky cenderung lebih memiliki tempat di hati warga Australia.

Selain karena Turky dianggap masih ada kesamaan dengan bangsa Barat karena masih dalam wilayah Eropa, juga kedatangan warga Turky adalah karena faktor kepentingan Australia yang membutuhkan tenaga kerja. Sementara dengan Muslim dari negara lain, yang sebagiannya adalah karena berstatus sebagai pengungsi.

Di samping itu, karena Muslim Turky sudah lebih lama tinggal di sini, pembauran budaya juga lebih akrab. Tingkat kehidupan atau perekonomian Muslim Turky juga cukup baik dan bersaing. Demikian pula pada sektor lapangan kerja. Mereka sudah masuk dalam hampir semua sisi perekonomian juga pembangunan SDM. Mulai dari polisi, tentara, dosen juga kontraktor dan pedagang di pusat-pusat perbelanjaan. Muslim Turky banyak ditemukan di dalamnya.

Saya beberapa kali berpapasan dengan polisi Australia keturunan Turky, baik di tempat umum saat bertugas, maupun sedang salat di masjid. Di Kota Sydney sebagai ibu kota negara bagian New South Wales, terdapat sejumlah masjid megah yang dikelola oleh Muslim keturunan Turky. Demikian pula di kawasan Wollongong, ada Masjid Bilal yang cukup megah.

Saat ini saya berada di rumah ibu Nur, asal Kalimantan. Ibu Nur ini dulunya bersuamikan warga Australia keturunan Turky. Suaminya ini telah berpulang ke rahmatullah beberapa bulan yang lalu. Memiliki seorang putra yang sudah berumur sekitar sepuluh tahun.

Rumahnya berada di wilayah Unandera, sekitar lima kilometer dari Wollongong. Ibu-ibu warga Indonesia dari Sabang sampai Merauke sedang melakukan silaturahmi atau arisan. Saya datang mengantar nyonya.

Karena ini adalah arisan ibu-ibu, saya menunggu di luar seorang diri. Untungnya rumah ini cukup luas dan punya kebun di belakang. Terdapat beberapa tanaman seperti buah zaitun, anggur, jeruk, palawija dan labu siam.

Karena waktu duhur sudah masuk, saya minta izin untuk melaksanakan salat. Saya dipersilahkan salat di ruang salat, dekat dengan kamar putranya. Di ruang salat ini terdapat beberasa sajadah dan mukenah. Selain itu di dinding terdapat bendera Turky berwarna merah dengan simbol Bulan dan Bintang melekat di dalamnya.

Ternyata meski anaknya ini sudah otomatis warga negara Australia, tetapi dia masih mencintai tanah leluhurnya. Bentuk kecintaan tersebut adalah dengan memasang bendera negara orang tuanya. Dapat dipahami kecintaan mereka terhadap asal usulnya adalah bagian dari upaya merawat sejarah. Sebab sejarah sangat penting untuk menunjukkan identitas dan jati diri. Sesuatu yang tidak akan bisa dihapus bahkan dengan linangan air mata.

Wassalam

Unanderra, NSW, 13.02.22

Haidir Fitra Siagian, Ketua PRIM NSW Australia/Dosen UIN Alauddin Makassar

Exit mobile version