Eco Jihad Penanaman Mangrove dengan Sistem Pola Asuh

Mangrove

Eco Jihad Penanaman Mangrove dengan Sistem Pola Asuh

PEKANBARU, Suara Muhammadiyah – Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem alamiah yang unik dengan nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi.

Pemanfaatan ekosistem mangrove yaitu dalam bentuk fungsi-fungsi ekologi yang cukup penting, seperti pengendali terhadap erosi pantai, stabilisasi sedimen dan perangkap sampah, perlindungan bagi terumbu karang dan lahan di wilayah pantai, suplai detritus, perkembangbiakan ikan, kepiting serta kehidupan liar yang bernilai ekonomi.

Hutan mangrove memberikan sumber kehidupan bagi organisme mulai dari akar hingga ujungnya daunnya.

Dalam rangka menjaga ekosistem di Desa Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau, Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) Pinpinan Wilayah Aisyiyah Riau melibatkan Mahasiswa Biologi UMRI melakukan penanaman mangrove dengan sistim pola asuh. Sebagaimana yang diutarakan Wirdati Irma, Ketua LLHPB PW Aisyiyah sekaligus Dosen Biologi Universitas Muhammadiyah Riau pada webinar bertajuk “Rehabilitasi dan Fakta Mangrove Sebagai Penyangga Kehidupan”, Selasa (16/2/2022).

Dalam webinar yang diikuti peserta berjumlah tidak kurang dari 160 itu, Kata Wirdati yang juga merupakan Sekretaris MLH PWM Riau itu bahwa, penanaman mangrove yang dilakukan oleh mahasiswa masing-masing minimal 2 batang.

“Namun kenyataannya mereka menanam lebih dari 10 batang yang nantinya akan diasuh oleh masyarakat di lokasi mangrove,”tuturnya.

Lanjut dia, mangrove yang dilihat secara umum dari luar kelihatan baik dan rapat, namun pada kenyataannya ketika masuk sedikit ke dalam pada hutan mangrove, ternyata sudah mengalami kerusakan.

“Kelihatan bahwa di dalam hutan mangrove kondisi mangrove yang kosong dari hutan mangrove di beberapa tempat. Padahal jika mangrove ini baik pertumbuhannya maka dapat menyimpan karbon lebih banyak dari hutan tropis daratan. Kita tahu bahwa hutan mangrove yang ada di Riau merupakan hutan mangrove yang terbesar di Sumatera, salah satunya ada di Kabupaten Siak,”tandasnya

Menurut dia, webinar ini memberikan penyadaran kepada generasi muda dalam hal ini mahasiswa untuk lebih peduli kepada lingkungan terutama hutan mangrove.

Karena pemudalah yang mempunyai kekuatan lebih dan kreatifitas yang tinggi terbiasa dengan teknologi yang mereka kuasai dapat menjadikan mangrove sebagai aset luar biasa bagi penopang kehidupan.

Dia menegaskan, saat ini perubahan iklim semakin ekstrim, mangrove dapat menyumbang penyebab perubahan iklim jika tidak dikelola denga baik.

“Sementara program SDG’s yakni perubahan iklim yang keras disuarakan salah satu dari 17 programnya, mangrove menjadi kunci dalam perubahan iklim tersebut. Tugas mahasiswa harapan bangsa untuk dapat bersahabat dengan mangrove sehingga menunjang pelestarian lingkungan,”tutupnya.

Komitmen ‘Aisyiyah

Hening Parlan mengungkapkan LLHPB Aisyiyah baik pusat sampai ke Daerah, pekerjaannya tidak lepas dari urusan lingkungan dan bencana. Dua hal itu kata dia, menjadi peringatan sekaligus pekerjaan yang tidak pernah berhenti karena generasi terus berganti. “Kalau kita bicara tentang lingkungan dan bencana, artinya kita bicara tentang generasi yang akan datang,”tuturnya.

Berdasarkan data yang diperolehnya dari Peta Mangrove Nasional (PNM) 2021 bawah:

• Analisis data menunjukkan, terdapat perubahan luasan yang cukup signifikan luas eksisting mangrove dari Peta Mangrove Nasional/PMN 2013-2019 sebesar 3,311,245 Ha, dan hasil pemutakhiran PMN di tahun 2021 menjadi seluas 3.364.080 Ha.

• Hasil Pemutakhiran PMN tahun 2021 adalah luasan potensi habitat mangrove sebesar 756.183 Ha. Potensi habitat mangrove adalah bagian dari ekosistem mangrove yang secara karakteristik lahannya sesuai untuk habitat mangrove, namun kondisi saat ini tidak terdapat vegetasi mangrove. Berbagai macam kondisi penutupan lahan ekosistem mangrove saat sekarang yang diindentifikasi dalam pemutakhiran PMN tahun 2021 ini adalah mangrove terabrasi, area terabrasi, lahan terbuka, tambak dan tanah timbul.

“Jadi ini tidak terdapat dalam vegetasi. Berbagai kondisi teridentifikasi berada di lokasi abrasi, ada yang terbuka, ada yang tambak dan ada yang di tanah timbul,”ungkapnya.

“Jika kita telusuri lagi data pemutakhiran ini, sebenarnya dia bicara tentang semua yang bisa ditanami, yang itu pernah rusak, yang itu pernah ada sehingga semua terdata. Butuh kerja-kerja mewujudkan ini menjadi muncul lagi di permukaan, maka hati-hati mengatakan bahwa mangrove kita masih lestari,”imbuhnya.

Menurut perempuan yang saat ini menjadi koordinator Divisi Lingkungan Hidup di Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, ada 5 poin untuk menjawab pertanyaan mengapa hutan mangrove itu penting? Kelima poin tersebut adalah:

1. Menyimpan karbon 50 kali lebih banyak dibanding hutan tropis dataran tinggi.
2. Meredam gelombang besar termasuk tsunami.
3. Hutan mangrove dapat melindungi bangunan tanaman pertanian dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam.
4. Tempat habitat bagi 100 lebih jenis ikan yang hidup di area mangrove.
5. Membantu proses pengendapan lumpur yang berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur.

“Agar ketika kita lihat mangrove, tidak gemas untuk menebangnya. Ada yang berpendapat lebih baik ditembok saja di pinggir laut daripada menanam mangrove. Ini salah, karena alam treatmennya harus dengan alam yang paling kuat,”tandasnya.

Dia menjelaskan, pada tahun 2011, ada lebih dari 2000 ilmuwan yang berkumpul untuk memberikan kontruksi atau rangkuman terhadap situasi bumi. Para imluwan tersebut bersepakat bahwa, sekarang ini situasi bumi berada pada titik merah.

Jika tidak ada kangkah yang sangat luar biasa terhadap segala hal yang menyebabkan tingginya kerusakan bumi, maka suhu bumi akan meningkat 1,1 derajat dan bencana akan sangat banyak terjadi.

“Di kurun waktu 20 sampai 30 tahun terakhir, ada langkah-langkah penting yang harus dilakukan oleh semua orang di dunia, melakukan kegiatan mengurangi panas dan karbon agar tidak terlalu mempengaruhi meningkatnya suhu bumi,”kata Henig.

Oleh karena itu menurut Hening, Eco Jihad menjadi keharusan bagi umat Islam. Merupakan sebuah langkah yang harus segera di dengungkan, dilafaskan dalam ucapan dan hati lalu dilakukan dalam semua tata kelola, baik dalam komunitas, pemerintahan maupun pihak swasta.

“Mengapa Eco Jihad? Karena dampak perubahan iklim bukan tidak lagi bisa di tangani dengan biasa-biasa saja, namun ada keterdesakan untuk melakukan dengan segera. Ramadhan adalah bulan suci dimana kita semua lebih berdialog dengan mata batin kita untuk berkatarsis dan menemukan makna dan cara yang paling tepat pada hal-hal penting disekitar kita. Ini menjadi momen yang tepat untuk melakuan revolusi pada pengelolaan lingkungan”terangnya.

Menjelang Ramadhan, Hening mewanti-wanti agar ketika belanja kebutuhan Ramadhan sesuai dengan kebutuhan. Karena Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam menjadi negara pembuang makanan terbesar di dunia. Hal ini tentu mubazir dan berdampak buruk bagi lingkungan. (Iwan Abdul Gani)

Exit mobile version