Besaran Iuran Kurban Kolektif Haruskah Sesuai dengan Harga Hewan Kurbannya?

Kurban kolektif

Foto Dok Ilustrasi

Besaran Iuran Kurban Kolektif Haruskah Sesuai dengan Harga Hewan Kurbannya?

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr.wb. 

Yth. Pimpinan Redaksi Majalah Suara Muhammadiyah (SM) di Yogyakarta. Saya Jaswandi ketua PRM Pebaun Cabang Lubuk Jambi Kuansing Riau, NBM 1111520. Melalui majalah SM, ingin bertanya kepada Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Di Ranting kami telah lebih dari dua puluh tahun menyelenggarakan kurban. Dalam pelaksanaannya kami memungut biaya sama kepada seluruh peserta kurban sebab hewan kurban itu seluruhnya kami satukan sebelum dibagi dan selama itu tidak ada masalah bagi peserta kurban. Namun baru-baru ini ada seorang ustadz menyampaikan kepada kami harus dibedakan biaya yang dibebankan kepada peserta kurban sesuai dengan harga hewan kurban masing-masing kelompok dan ini menjadi polemik bagi kami karena peserta akan dikenakan dengan biaya yang berbeda sesuai dengan harga hewan kurban di kelompok mereka walaupun dagingnya tetap disatukan seperti biasa. Bagaimana hukum sebenarnya agar ke depannya kami tidak menyalahi syariat yang sebenarnya?

Terima kasih banyak sebelumnya dan kami sangat menunggu jawaban dari Majelis Tarjih dan Tajdid.

Jaswandi, NBM 1111520, Ketua PRM Pebaun Cabang Lubuk Jambi Kuansing Riau (Disidangkan pada: Jumat, 17 Zulhijah 1441 H / 7 Agustus 2020 M)

Jawaban:

Wa ’alaikumus salam wr.wb. 

Terkait pertanyaan yang saudara sampaikan, yaitu mengenai besaran biaya yang dibebankan kepada peserta kurban (sahibul-qurban), kami memahami ada dua kemungkinan dari maksud pertanyaan tersebut, pertama biaya yang dimaksud adalah biaya pembelian hewan kurban dan kedua biaya penyelenggaraan kurban.

Pertama, jika yang dimaksud dalam pertanyaan saudara adalah biaya pembelian hewan kurban. Pada dasarnya hukum berkurban menurut mayoritas ulama adalah sunah muakkadah bagi orang yang memiliki kemampuan untuk berkurban.

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ (رواه الْجماعة إلاّ البخارى)

Dari Ummi Salamah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw bersabda: Jika kalian telah melihat hilal (memasuki bulan) Zulhijah, dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, hendaknya ia tidak mencukur rambut dan tidak memotong kuku terlebih dahulu [HR Muslim].

Dalam sebuah riwayat dikatakan,

عَنْ أَبِي بَكْر وَعُمَر أَنَّهُمَا كَانَا لَايُضَحِيَانِ عَنْ أَهْلِهِمَا مُخَافَةً أَنْ يَرَى ذَلِكَ وَاجِباً

Dari Abu Bakar dan Umar (diriwayatkan) bahwasanya mereka berdua pernah tidak berkurban karena merasa khawatir kalau masyarakat memandang bahwa kurban itu wajib [as-Sayid Sabiq, Fiqhus-Sunnah, Juz III hlm. 189].

Setiap peserta kurban dimungkinkan memiliki kemampuan finansial yang berbeda-beda, dengan demikian mereka memiliki hak menentukan besaran biaya untuk membeli hewan kurban, menentukan jenis hewan kurban maupun membeli hewan kurban sendiri. Namun demikian, bagi peserta kurban yang tidak mampu membeli hewan kurban sendiri karena kesibukan dan atau lainnya, panitia dapat membantu peserta kurban untuk membelikan hewan kurban secara kolektif berdasarkan harga yang sudah disepakati antara panitia dengan masing-masing peserta kurban. Panitia harus bersikap transparan terhadap peserta kurban, apabila mendapatkan hewan kurban di bawah harga iuran peserta kurban tanpa mengurangi kriteria hewan kurban yang disepakati, maka panitia harus menyampaikan kepada peserta kurban termasuk menyampaikan kelebihan biaya pembelian hewan kurban. Hal ini didasarkan kepada hadis berikut,

عَنْ عُرْوَةَ الْبَارِقِىِّ قَالَ دَفَعَ إِلَىَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِينَارًا لأَشْتَرِىَ لَهُ شَاةً فَاشْتَرَيْتُ لَهُ شَاتَيْنِ فَبِعْتُ إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ وَجِئْتُ بِالشَّاةِ وَالدِّينَارِ إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَذَكَرَ لَهُ مَا كَانَ مِنْ أَمْرِهِ فَقَالَ لَهُ بَارَكَ اللهُ لَكَ فِى صَفْقَةِ يَمِينِكَ [رواه الترمذى].

Dari Urwah alBariqi (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw memberikan kepadaku satu dinar untuk membeli seekor kambing untuknya, aku pun membelikannya dua kambing lalu aku menjual salah satu dari keduanya seharga satu dinar dan aku menemui Nabi saw dengan membawa satu ekor kambing dan satu dinar. Lalu ia menceritakan kepada beliau tentang apa yang ia perbuat, maka beliau pun bersabda: Semoga Allah memberkahi transaksi jual belimu [HR at-Tirmidzi].

Kedua, jika yang saudara maksud adalah biaya operasional penyelenggaraan kurban. Pada dasarnya, biaya operasional penyembelihan hewan kurban ditanggung oleh peserta kurban. Peserta kurban sendirilah yang melaksanakan segala hal yang terkait dengan penyelenggaraan kurban, mulai dari menyiapkan hewan kurban, menyembelih hingga mengurus dagingnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis dari Anas r.a.,

عَنْ أَنَسٍ قَالَ ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ [رواه البخاري].

Dari Anas ra (diriwayatkan), dia berkata, Nabi saw berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih banyak daripada warna hitamnya. Aku melihat beliau meletakkan kaki beliau di atas rusuk domba tersebut sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, lalu beliau menyembelih domba itu dengan tangan beliau sendiri [HR al-Bukhari].

Namun pada realitasnya, tidak semua orang yang mau berkurban sempat atau mampu untuk mencari hewan kurban bahkan sampai menyembelih dan membagikan daging kurban kepada mustahiknya. Dalam keadaan seperti ini, peserta kurban boleh menyerahkan urusan ini pada orang lain atau panitia dengan tetap menanggung biaya penyelenggaraan kurbannya. Hal tersebut didasarkan pada hadis dari Ali bin Abi Thalib ra,

أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَقْسِمَ جُلُودَهَا وَجِلَالَهَا وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا شَيْئًا وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا [رواه أبو داود].

Rasulullah saw memerintahkanku membantu mengurus unta kurban beliau dan membagikan kulitnya serta jilalnya (kulit yang diletakkan pada punggung unta untuk melindungi dari dingin), dan beliau memerintahkan agar aku tidak memberikan sesuatu pun kepada orang yang menyembelih. Beliau bersabda, “Kami akan memberinya dari diri kami [HR Abu Dawud].

Pada masa sekarang, kebanyakan penyembelihan kurban dilaksanakan secara kolektif yang biasanya diselenggarakan oleh masjid atau panitia kurban. Peserta kurban pada umumnya mengumpulkan binatang kurbannya di masjid atau tempat lain, kemudian disembelih bersama-sama. Terkadang peserta kurban langsung menyembelih sendiri binatang kurbannya, atau banyak pula masjid dan panitia kurban yang menyediakan orang-orang khusus (jagal) untuk menyembelih dan mengurus daging kurban.  Sedangkan biaya penyelenggaraan kurban biasanya berasal dari dua sumber, pertama dari iuaran peserta kurban dan kedua dari para donatur atau jamaah yang secara sukarela memberikan sumbangan.

Pertanyaannya, ketika penyembelihan kurban diselenggarakan secara kolektif oleh takmir masjid atau panitia kurban apakah biaya kurban yang dibebankan pada peserta kurban harus sama atau berbeda sesuai dengan harga hewan kurbannya? Sampai saat ini kami belum menemukan nas atau dalil yang menjelaskan besaran biaya yang harus ditanggung oleh peserta kurban, apakah harus sama atau harus berbeda sesuai dengan harga hewan kurbannya masing-masing.

Oleh karena itu menurut hemat kami, biaya penyelenggaraan kurban yang menjadi tanggungan peserta kurban disamakan atau dibedakan nominalnya sesuai harga hewan kurban atau jenis hewan kurbannya, bergantung kepada estimasi pembiayaan yang dilakukan oleh panitia. Namun berdasarkan pengalaman kami di beberapa masjid yang ada di Yogyakarta, panitia menetapkan biaya kurban yang ditetapkan oleh panitia di masjid-masjid bisa berbeda-beda, ada yang disamakan nominalnya, tanpa membedakan harga maupun jenis hewan kurbannya, ada juga yang dibedakan, tapi perbedaan biasanya bukan karena pertimbangan harga hewan kurban, melainkan pada jenis hewan kurbannya berupa kambing atau sapi, karena sapi biasanya menggunakan jasa jagal, sedangkan kambing pada umumnya disembelih oleh peserta kurban atau panitia sendiri.

Perlu dicermati pula bahwa praktik yang juga banyak dilakukan masyarakat pada penyembelihan hewan kurban secara kolektif, yaitu 1 ekor sapi untuk 7 orang peserta kurban, adalah dengan biaya yang ditetapkan oleh panitia kurban berdasarkan hasil survey hewan kurban dan musyawarah panitia yang juga melibatkan peserta kurban. Biasanya harga dibuat sama untuk setiap peserta kurban dan sudah termasuk harga hewan kurban serta biaya penyembelihannya. Misalnya, harga yang ditetapkan untuk setiap peserta kurban (1/7 sapi) sebesar @Rp.3.000.000,-, dengan rincian Rp2.900.000,- untuk harga hewan kurban dan Rp100.000,- untuk biaya penyembelihan, sehingga estimasinya 1 ekor sapi seharga Rp20.300.000,- dan biaya penyembelihan sebesar Rp700.000,-/ekor, totalnya sebesar Rp21.000.000,-.

Jika panitia hanya mengelola 1 ekor hewan kurban kolektif (sapi), maka tidak ada persoalan. Namun jika ternyata sapi yang dikurbankan lebih dari satu, dua atau tiga dan seterusnya, maka akan timbul persoalan ketika ternyata ada perbedaan harga hewan kurban yang akan dibeli. Sapi pertama harganya sedikit lebih mahal daripada sapi kedua dan sulit untuk menemukan sapi dengan harga yang sama, sehingga peserta kurban untuk sapi pertama semestinya membayar iuran lebih besar dari peserta kurban untuk sapi kedua. Sebagaimana yang saudara sebutkan dalam pertanyaan, timbul persoalan, apakah iuran untuk harga sapi kolektif tetap sama antara 7 peserta kurban pada sapi yang satu dengan 7 peserta kurban pada sapi yang lain, atau harus berbeda?

Idealnya memang harga hewan kurban kolektif yang dibeli oleh panitia untuk para peserta kurban adalah sama, sehingga besaran iuran peserta kurban pun juga bisa sama. Namun dalam praktik sering muncul persoalan seperti dicontohkan di atas, yaitu ada perbedaan harga antara hewan kurban satu dengan hewan kurban lainnya. Menurut hemat kami, jika memang kondisi menghendaki demikian, maka panitia berdasarkan musyawarah mufakat dapat mengambil kebijakan bahwa tidak mengapa iuran peserta kurban tetap sama besarnya meskipun ada sedikit selisih harga hewan kurban. Perolehan dagingnya pun tidak akan terlalu jauh berbeda, sehingga bagian maksimal 1/3 untuk para peserta kurban dapat diberikan secara merata.

Tetapi jika panitia mengambil kebijakan sebaliknya, yakni besaran iuran kurban berbeda sesuai dengan perbedaan harga hewan kurban, tentu setelah dimusyawarahkan secara mufakat dengan semua pihak khususnya para pekurban, itu pun juga tidak mengapa. Misalnya sapi pertama seharga Rp 35.000.000,-, sapi kedua Rp 30.000.000,- dan sapi ketiga Rp 25.000.000,-, para pekurban dapat memilih ikut kelompok sapi yang mana sesuai kemampuan masing-masing. Bahkan tidak mengapa pula misalnya jika terjadi kasus pada salah satu kelompok sapi, ada peserta kurban yang iurannya kurang, sementara ada pekurban lain pada kelompok itu berkenan membayar lebih untuk menutup kekurangan. Hal ini karena ibadah kurban pada prinsipnya adalah tuntutan ketakwaan, bukan melulu persoalan daging dan darah hewan kurban sebagaimana firman Allah swt sebagai berikut,

لَنْ يَّنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْ [الأحزاب، 22: 37].

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu [QS al-Ahzab (22): 37].

Wallahu a‘lam bish-shawab

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 17 Tahun 2021

Exit mobile version