Berkhidmat dalam Muhammadiyah
Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si.
Hingga kini, sejak satu abad lebih yang lalu Muhammadiyah terus berkiprah tidak kenal lelah memajukan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta. Jejak langkah Muhammadiyah dengan amal usahanya di berbagai bidang yang luas di masyarakat merupakan kekuatan yang luar biasa. Muhamamdiyah sudah hadir sebelum Republik ini merdeka, dengan gerakan keislaman dan kebangkitan nasionalnya yang monumental sehingga para ahli menyebut sebagai organisasi Islam modern terbesar bukan hanya di Indonesia tetapi di tingkat dunia.
Muhammadiyah itu sangat besar. Sistem dan jaringan organisasinya luas. Di dalamnya ada organisasi otonom yang keberadaannya juga luar biasa mengakar di masyarakat yaitu Aisyiyah, yang belum lama ini meresmikan Univeritasnya yang kedua, dan segera disusul yang ketiga. Selain itu Ada Nasyiatul Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, IPM, IMM, Tapak Suci, dan Hizbul Wathan yang semuanya memiliki tempat khusus dalam masyarakat sesuai budang garap dan segmen sosial yang menjadi komunitasnya. Jika ditambah lagi Majelis, Lembaga, Amal Usaha, dan institusi lain di lingkungan Persyarikatan dari Pusat sampai Ranting sungguh besar Muhammadiyah itu.
Jaringan organisasi Muhammadiyah paling meluas sampai pelosok-pelosok tanah air dan juga di mancanegara. Mereka yang bergabung dengan Muhammadiyah datang dari berbagai lapisan masyarakat luas di kota dan di pedesaan. Aset Muhammadiyah juga sangat besar, mungkin ribuan triliun kalau dihitung. Keberadaan Muhammadiyah yang demikian kuat dan mengakar ini jelas tidak dapat diperbandingkan dengan organisasi dan pergerakan lain yang belum lama berkiprah di negeri ini.
Peran Kebangsaan
Muhammadiyah organisasi besar sarat pengalaman sejarah panjang dalam segala ujian zaman. Muhammadiyah kenyang asam-garam kehidupan hadapi dinamika kebangsaan sesulit apapun, sejak pra kemerdekaan sampai saat ini dan ke depan. Muhammadiyah istiqamah jalankan misi dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid untuk kemajuan umat, bangsa, dan kemamusiaan semesta yang rahmatan lil-‘alamin.
Muhammadiyah adalah ibu yang melahirkan negeri, selalu memberi dan menghadirkan solusi. Ketika bangsa dan warga dunia dilanda pandemi Covid-19 yang menjadi tragedi pilu kemanusiaan, Muhammadiyah hadir sebagai pemecah masalah melalui berjenis aksi untuk kebajikan negeri. Saat ini semua pihak mesti fokus tangani pandemi dengan kebijakan dan langkah terbaik. Ketepikan agenda-agenda yang bermasalah bila ingin negeri ini bersatu dan tidak gaduh. Muhammadiyah terus bergerak menyebar pikiran maju, membangun pusat keunggulan, memandu moral, memberi keteladanan, serta aktif mengawal kiblat bangsa dalam semangat Persatuan Indonesia. Sikap kritis sebagai wujud amar ma’ruf nahi munkar terus dilakukan tanpa angkuh diri, sesuai jalur dan jatidiri organisasi untuk perbaikan negeri.
Peran dan kontribusi Muhammadiyah lebih dari satu abad sangatlah besar dalam membangun umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta. Kiprah seperti ini kualitatif, sehingga jika dikuantitatifkan sangatlah besar pula. Belum para tokohnya yang ikut membangun negara Indonesia dan telah diangkat menjadi Pahlawan Nasional seperti KH Ahmad Dahlah, Nyai Walidah Dahlan, Soedorman, dr Soetomo, Djuanda, Mas Manaur, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Kahar Muzakkir, Soekarno, Fatmawati, Buya Hamka, dan lainnya. Jasa Muhammadiyah dan Aisyiyah serta para tokohnya sangatlah tak ternilai bila dibandingkan dengan materi. Amaliah Muhammadiyah dengan seluruh komponennya, termasuk Aisyiyah, sangatkah nyata sampai di akar-rumput. Sedikit bicara, banyak bekerja, itulah etos gerakan Muhammadiyah. “Muhammadiyah itu telah, bukan akan berkiprah untuk bangsa ini”, kata Prof Malik Fadjar.
Prof Nurcholis Madjid menyebut Muhammadiyah organisasi Islam modern terbesar bukan hanya di Indonesia bahkan di dunia Islam. Hal sama diakui James Peacock, peneliti Islam dan Muhammadiyah dari Amerika Serikat. Presiden Soekarno menyatakan “Makin Lama, Makin Cinta Muhammadiyah”. Presiden Soeharto menyatakan “Siapa tidak kenal Muhammadiyah?”. Jadi, betapa besar Muhammadiyah itu. Muhammadiyah itu kata Prof Mukti Ali, ibarat kereta api, membawa gerbong besar.
Gerbong Muhammadiyah itu panjang dan banyak. Sehingga masinis, kru, dan penumpangnya tidak boleh sembarangan. Sekali semaunya sendiri akan berakibat fatal bagi seluruh gerbong dan para penumpangnya. Ibarat pesawat terbang, Muhammadiyah itu pesawat Airbus komersial, yang pilotnya harus pandai dan piawai, rutenya juga sudah mapan, tidak boleh semau diri. Beda dengan pesawat tempur, pilotnya boleh bermanuver akrobatik, itupun tetap tidak boleh sembarangan karena akan diserang musuh dengan gampang. Itulah gerbong besar Muhammadiyah.
Mungkin bagi sebagian orang dalam secara subjektif Muhammadiyah itu masih kurang terus, yang dirasakan kelemahannya. Sebagai sikap muhasabah penting. Namun jangan sampai menghilangkan pandangan objektif tentang kelebihan, keunggulan, dan kebesaran Muhammadiyah sambil terus memperbarui dan memajukan gerakan Islam ini. Dalam peribahasa, rumput tetangga sering dianggap lebih hijau, meski sebenarnya kuning.
Seluruh anggota, kader, dan pimpinan Muhammdiyah di berbagai tingkatan, komponen, dan amal usaha harus memiliki kebanggaan akan organisasi ini. Tumbuhkan kebanggaan bermuhammadiyah, karena dengan itu semua ada rasa memiliki yang kuat, sehingga lahir ghirah dan militansi gerakan. Organisasi tanpa rasa bangga namanya kerumunan sosial. Semuanha fondasi dan bingkainya Islam sebagaimana dipedomani Muhammadiyah dalam nalar bayani, burhani, dan irfani yang kokoh dan berkemajuan. Itulah ruh berhammadiyah.
Gerak Satu Barisan
Muhammadiyah mampu bertahan dan berkembang melampaui satu abad hadapi gelombang zaman karena prinsip dan sistem gerakannya yang kokoh. Seluruh anggota, kader, dan pimpinan Persyarikatan harus cerdas dan seksama dalam membawa gerakan Islam ini di tengah dinamika keadaan. Jangan bertindak sendiri-sendiri yang dapat menggiring Muhammadiyah pada aksi dan pergerakan politik yang tidak sejalan dengan landasan dan identitas Persyarikatan. Jagalah Muhammadiyah sebagaimana pesan Kyai Ahmad Dahlan Sang Pendiri Gerakan. Pedomani Prinsip, Kepribadian, Khittah, dan Kebijakan Muhammadiyah sebagai koridor utama berjuang melalui organisasi. Itulah fondasi dan sistem perjuangan Muhammadiyah sepanjang zaman.
Karenanya jagalah Muhammadiyah agar tidak disalahgunakan, dimanfaatkan, dan dijadikan tunggangan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Boleh jadi ada yang niatnya baik tetapi belum tentu caranya baik bagi Muhammadiyah. Apalagi sekadar menjadi alat bagi kepentingan orang perorang dengan nalar dan tujuannya sendiri-sendiri yang kelihatan benar dan baik tetapi tidak sesungguhnya tidak sejalan dengan prinsip, kepribadian, khittah, dan kepentingan Muhammadiyah.
Kalaupun ada yang beramar-ma’ruf nahyu-munkar, perhatikan dengan seksama apakah benar-benar berdasarkan musyawarah dan keputusan organisasi atau hanya langkah sendiri atau orang-perorang yang belum tentu sejalan dengan Muhammadiyah sebagai persyarikatan. Jangan mudah terprovokasi dan terbawa arus isu-isu yang membuat setiap orang berpersepsi dan bertindak sendiri-sendiri. Jika itu terjadi gerbong besar Muhammadiyah akan terkorbankan, yang akibatnya luas dan berat bagi Perayarikatan. Kalau orang perorang atau organisasi kecil mungkin resikonya terbatas, tetapi tidak bagi Muhammadiyah. Di situlah tanggungjawab anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah.
Jangan menafsirkan sendiri keadaan dan pikiran tentang amar-ma’ruf nahyu-munkar. Muhammadiyah itu organisasi yang memiliki sistem. Muhammadiyah dan para pimpinannya dari pusat dampai bawah juga selama ini menunaikan amar-ma’ruf nahyu-munkar dengan koridor organisasi. Kalau orang perorang dalam organisasi jalan sendiri-sendiri berdasarkan persepsi dan pikirannya lantas untuk apa ada organisasi? Organisasi hadir karena dirinya memiliki siatem di mana anggotanya harus menyesuaikan diri dengan sistem itu, jangan siatem harus menyesuaikan dengan orang. Bila Muhamamdiyah ada kelemahan, kewajiban semuanya memperbaiki dengan cara musyawarah dan melalui sistem yang disediakan organisasi.
Kyai Haji Ahmad Dahlan melalui Nyai Walidah Dahlan mewasiatkan enam pesan bagi warga, kader, dan pimpinan Muhammasiyah yaitu : (1) Tidak Menduakan Muhammadiyah dengan organisasi lain; (2) Tidak dendam, tidak marah, dan tidak sakit hati jika dicela dan dikritik; (3) Tidak sombang dan tidak berbesar hati jika menerima pujian; (4) Tidak jubria (ujub, kikir, dan ria); (5) Mengorbankan harta benda, pikiran, dan tenaga dengan hati ikhlas dan murni; dan (6) Bersungguh hati terhadap pendirian. Pesan tersebut disampaikan ketika rombongan anggota Tanwir Muhammadiyah menjenguk Nyai Walidah kala sakit, yang saat itu suasana bangsa Indonesia baru saja memproklamasikan kememerdekaannya hari Jum’at 17 Agustus 1945.
Betapa pendiri Muhammadiyah menghayati betul bahwa di kemudian hari akan banyak godaan dalam bermuhammadiyah. Sebagian orang Muhammadiyah tidak terlalu paham dan yakin dengan organisasinya, serta tidak mau berjuang sepenuh jiwa-raga untuk membesarkan gerakan Islam ini. Sebagian tergoda dengan gerakan lain yang sekilas dipandangnya lebih agresif, termausk dalam amar makruf nahi munkar yang dipahami secara hitam-putih dan personal, tanpa memposisikannya dengan Muhammadiyah sebagai sistem gerakan yang memiliki prinsip, kepeibadian, dan khittah sendiri. Istilahnya lebih mudah tertarik dengan yang kelihatan baru ibarat rumput tetangga. Jika anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah tidak berkomitmen utuh dengan gerakan Islam ini, di mana letak kesetiaanya pada organisasi?
Di sinilah hakikat dan keberadaan berorganisasi yang bersandar pada sistem, bukan pada personal atau model gerakan temporer yang tentu berbeda. Muhammadiyah itu sudah kenyang makan asam garam perjuangan dan dinamika zaman yang kompleks. Justru karena sistem organisasi yang dibangun di atas prinsip, kepribadian, dan khittah itulah yang membuat Muhammadiyah besar dan mampu bertahan serta bergerak lebih dari satu abad. Karena itu, jagalah gerbong Muhammadiyah yang besar dan telah menapaki perjuangan abad kedua dengan barisan yang kokoh sebagaimana perintah Allah yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS Ash-Shaff: 4).
Sumber: Majalah SM Edisi 18 Tahun 2020